Guru Besar dan Pakar Hukum Pidana Sosialisasikan KUHP Baru di Manokwari
Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bekerjasama dengan Universitas Negeri Papua (Unipa) menggelar acara sosialisasi KUHP baru di Hotel Swiss Bel Manokwari, Papua, Rabu (8/2).
Narasumber yang hadir yakni Pakar Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof. Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember (Unej), Prof. Arief Amrullah dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono SH, M. Hum.
Sekjen Mahupiki, Ahmad Sofian mengatakan, penyelenggaraan sosialisasi ini bertujuan tidak hanya menginformasikan bahwa kita punya KUHP baru, tetapi juga mendialogkan KUHP agar publik memahaminya.
“Stakeholder dapat bertanya langsung pada narasumber dibandingkan bertanya lewat media massa atau media sosial, karena ditakutkan jawabannya tidak tepat,” kata Ahmad.
Rektor Unipa, Dr. Melki Sagrim SP. Msi mengatakan bicara tentang KUHP tidak terlepas dari Hak Asasi Manusia, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama. Semua itu given dari Tuhan dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
“KUHP ini tidak dapat terlepas dari HAM (ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama). Itu given dari Tuhan dan tidak perlu dipertanyakan lagi,” katanya.
Saat menyampaikan materi paparannya secara daring, Prof. Romli Atmasasmita mengatakan selama ini Indonesia menggunakan KUHP yang berasal dari Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Nederlansch Indie/WvS), telah ada sejak tahun 1918. Kemudian WvS tersebut diadopsi menjadi hukum nasional melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
“Selama ini kita menggunakan KUHP warisan kolonial Belanda, bahkan sampai detik ini masih diberlakukan karena walaupun UU Nomor 1/2023 sudah diundangkan, namun masih ada masa transisi 3 tahun,” ujar Prof. Romli.
Sementara itu, Prof. Arief Amrullah mengatakan Indonesia telah mempunyai UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Terdiri dari Buku I dan Buku II, dengan jumlah Pasal sebanyak 624 pasal.
“Indonesia saat ini bisa berbangga diri karena memiliki KUHP Baru atau KUHP Nasional dimana sebelumnya lebih dari 100 tahun KUHP produk dari Belanda telah berlaku di Indonesia,” kata Prof. M. Arief.
KUHP yang baru mempunyai keunggulan dari KUHP sebelumnya, yaitu tentang muatan keseimbangan antara nilai nasional dan nilai universal. Menurutnya, perkembangan nilai universal tidak bisa dilepaskan sehingga instrumen-instrumen internasional juga harus beradaptasi.
“Ini yang membedakan dari KUHP yang lama, dan ini merupakan salah satu keunggulan KUHP baru. KUHP baru juga memuat keseimbangan antara HAM dan kewajiban HAM, jadi tidak sekadar menuntut hak tapi juga apa kewajiban. ini yang berbeda dengan KUHP lama,” katanya.
Di tempat yang sama, Prof Dr Pujiyono SH M Hum, mengatakan ada sejumlah isu aktual dalam KUHP Baru atau KUHP Nasional, diantaranya Living law atau hukum adat, aborsi, kontrasepsi, perzinaan, kohabitasi, perbuatan cabul, tindak pidana terhadap agama atau kepercayaan dan tindak pidana yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi.
“Hukum pidana adat atau delik adat yang berlaku didasarkan pada penelitian empiris dan akan menjadi dasar bagi pembentukan Peraturan Daerah (Perda). Hukum pidana adat (delik adat) yang berlaku didasarkan pada penelitian empiris dan akan menjadi dasar bagi pembentukan Perda,” kata Prof Pujiyono.