Animo masyarakat terkait Pilkada serentak 2024 tidak begitu besar di Jakarta, jika dibandingkan Pilkada sebelumnya. Bahkan potensi partisipasi rendah bisa saja terjadi. Beberapa TPS di Jakarta Utara yang dikunjungi Ramdansyah tampak kesulitan mencapai prosentase separuh pemilih DPT.
“Hari ini ada potensi partisipasi pemilih itu rendah,” ujarnya.
Sebelumnya, upaya untuk mendongkrak partisipasi pemilih telah dilakukan KPU RI. Bahkan, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifudin
berharap agar semua tokoh dapat mengajak masyarakat untuk datang ke TPS dan memberikan hak suaranya. Masyarakat diharapkan menyalurkan hak pilih dengan riang gembira ke TPS.
“Pada tanggal 27 November menggunakan hak pilih kita, dengan juga suka cita karena ini bagian dari perayaan demokrasi kita, bagaimana kita memilih pemimpin kita,” ujarnya usai rapat koordinasi (rakor) dengan Kapolri di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/11).
Adanya potensi partisipasi pemilih yang rendah pada Pilkada Serentak 2024, menurut Ramdansyah yang pernah menjabat Ketua Panwaslu DKI Jakarta 2008/2009 dan 2011/2012 hal itu karena beberapa hal.
Pertama, karena keberadaan Gercoss atau fenomena coblos semua. Kedua, tidak diakomodirnya calon kepala daerah yang diinginkan masyarakat atau not real clean candidacy.
Hal tersebut diungkapkan Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah, saat dialog interaktif di Radio Elshinta, Selasa malam (26/11/2024) dan menjawab pertanyaan wartawan tadi pagi.
“Awalnya sebelum putusan MK 60 dan 70 Agustus 2024, syarat untuk mengusung calon 25 persen suara atau 20 persen kursi. Nah itu tentu saja memberatkan partai politik yang dapat pengusung. Tetapi ternyata ketika itu diberikan kebebasan atau diputus MK bahwa suara itu menjadi 10 persen; 8,5; 7,5 persen dan 6,5 persen tergantung jumlah penduduk, tetapi ternyata partai politik tidak memanfaatkan ini. Jadi bisa mendukung salah satu pasangan calon yang berasal dari partai.
Partai masih terkunci dengan koalisi atau kartel politik,” ujarnya.
Kemudian, jelas Ramdansyah muncul uji materi MK, coblos semua yang kemudian ini juga menjadi perlawanan bahwa kedaulatan rakyat itu adalah kalau mencoblos semuanya itu sah. Tetapi MK menolak yang berarti Gerakan Coblos Semuanya atau Gercoss.
Tetapi tentu saja masih ada yang tidak puas. Terkait dengan not real clean candidacy atau pencalonan kepala daerah itu yang tidak berdasarkan kepada transparansi akuntabilitas. Tapi lebih kepada kesepakatan partai ataupun pengamat menyebutnya bagian dari kartel politik.
“Not Real Clean Candidacy menyebabkan banyak orang memilih Gercos (gerakan coblos semua) yang kemudian hari ini walaupun sudah dinyatakan oleh MK tidak diterima, karena Hakim Konstitusi dalam pertimbangan putusannya mempersilahkan melepaskan hak politik apabila warganegara mau mencoblos semuanya. Karena bukan kewajiban ketika mencoblos di Indonesia. Berbeda misalnya dengan di Australia,” jelas Ramdansyah yang juga Kabid Kepemiluan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN Kahmi).
“Saat itu kandidat kuat di Jakarta, Anies Baswedan atau Komjen Pol (Purn) Paulus Waterpaw sebagai kandidat kuat di Papua Induk tidak mendapat dukungan dari partai politik yang menyebabkan GecosS cukup kuat yah. Counter dilakukan KPU untuk melawan Gercoss ini dengan membuat iklan layanan masyarakat dari KPU yang menyatakan mencoblos semuanya tidak sah. itu sama saja tidak memilih. Gercoss ini menurut saya dicounter yang cukup baik oleh KPU,” imbuh Ramdansyah.
Tetapi kata dia, potensi yang namanya orang datang tapi mencoblos semuanya atau kemudian tidak mau datang itu masih cukup tinggi.
“Sehingga Swing Voters hari ini, massa mengambang atau orang yang belum membuat pilihan – undecided voters- setelah debat ketiga, kita harapkan akan berkurang. Tetapi ternyata hari ini tidak demikian. Jumlah mereka tetap sama, bahkan membuat putusan tidak memilih, sehingga partisipasi pemilih menjadi rendah,” ujar Ramdansyah.
Potensi partisipasi rendah pada Pilkada Serentak 2024, jelas Ramdansyah, paramater yang bisa dilihat itu dari prosentasi keberadaan kotak kosong. Kotak kosong dalam Pilkada sekarang ini justru meningkat dibandingkan Pilkada-Pilkada sebelumnya.
“Pemilih kotak kosong mencapai jumlah 41 kabupaten/kota dan provinsi. Itu peningkatan yang cukup besar. Ini partisipasi pemilih akan menjadi rendah atau kemudian menjadi kelompok tidak peduli akan Pemilu dan Pilkada. ,” beber Ramdansyah.
“Tetapi hari ini dengan parameter 41 kabupaten/kota dan satu provinsi, yang ternyata kotak kosong lawannya. Dan kemudian ada gerakan coblos semua, maka saya lihat partisipasi masyarakat nya tidak akan tinggi atau turun,” imbuhnya.
Walaupun partisipasi berpotensi rendah, menurut Ramdansyah ada beberapa hal yang patut diapresiasi pada Pilkada Serentak 2024. Misalkan soal netralitas.
“Kemarin kami melakukan sosialisasi terhadap Pengawas TPS. Kebanyakan petugas itu berasal dari tokoh-tokoh masyarakat di tingkat RT atau RW. Bawaslu di setiap tingkatan selalu menekankan baik petugas KPPS maupun pengawas TPS, tidak menjadi bagian dari partai politik atau tim sukses Paslon. Mereka harus netral. Saya juga apresiasi keputusan MK terkait pidana bagi pejabat negara, TNI Polri yang cawe-cawe, atau tidak netral,” ujar Ramdansyah.
“Dengan adanya putusan itu Bawaslu diharuskan tegas, tidak tebang pilih seperti diungkap oleh Wakil Presiden Gibran Rakabumi Raka. Netralitas itu melekat sebagai asas penyelenggaraan pemilu. Transparan, akuntabel, jujur, adil, langsung, umum bebas rahasia itu asas yang harus dipatuhi. Baik oleh penyelenggara atau mereka yang terlibat Pemda, pemerintah pusat dan juga TNI Polri,” pungkasnya.