DPR dan Pemerintah Susun KUHAP Sesuai Kebutuhan Sosial Budaya
Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Pemerintah berkomitmen untuk menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar lebih responsif terhadap perkembangan sosial dan budaya masyarakat. Pembaruan ini bertujuan untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil, transparan, dan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Prof Dr I Nyoman Nurjaya mengatakan pentingnya pembaruan KUHAP sebagai langkah strategis untuk menciptakan sistem penegakan hukum yang bermartabat, adil, dan berintegritas.
“Jika kita ingin penegakan hukum yang bermartabat dan berintegritas, maka semua lembaga penegak hukum harus satu sistem, memiliki pedoman yang sama, serta menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia,” ujar Prof Nyoman
Lebih jauh Prof Nyoman menyatakan bahwa penyusunan KUHAP harus mampu merespons perkembangan zaman, sosial budaya dan tantangan global yang kian kompleks.
“KUHAP yang sedang dirancang ini harus menjadi jawaban atas kebutuhan zaman. Reformasi hukum acara pidana wajib mempertimbangkan dinamika sosial, perkembangan teknologi, serta tantangan global yang terus berubah,” ungkapnya.
Prof Nyoman juga menyoroti pentingnya pemahaman dan pembagian peran yang jelas dalam setiap tahapan penanganan perkara pidana, terutama terkait peran penyidik dan penyelidik. Hal ini bertujuan agar proses hukum berjalan secara efektif dan tidak tumpang tindih antar institusi.
“Rancangan KUHAP harus menjadi refleksi karakter hukum kita. Pembaruan ini adalah peluang emas untuk membangun sistem hukum acara pidana yang modern, terintegrasi, dan berakar pada nilai-nilai keadilan sosial,” ujarnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA), Dr. Arfan Kaimudin, S.H., M.H., mengatakan pembaruan KUHAP tidak hanya menyangkut perubahan pasal demi pasal, tetapi harus berorientasi pada penguatan struktur kewenangan dan distribusi peran antar lembaga penegak hukum.
“Reformasi KUHAP harus mampu memperjelas pembagian fungsi dalam sistem peradilan pidana: dari penyelidikan dan penyidikan oleh Polri, penuntutan oleh Kejaksaan, hingga proses pengadilan oleh lembaga yudisial. Semua harus berjalan sesuai dengan peran dan batas kewenangannya masing-masing,” ujar Dr. Arfan
Menurutnya, era baru peradilan pidana menuntut adanya sistem yang tidak hanya progresif secara prosedural, tetapi juga konsisten dalam menjamin perlindungan hak asasi manusia.
“Prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan HAM hanya bisa diwujudkan bila fungsi-fungsi peradilan tidak saling tumpang tindih. Harmonisasi antar lembaga adalah syarat mutlak,” kata Dr. Arfan.
Pembaruan KUHAP ini diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi sistem peradilan Indonesia, menjadikan proses hukum lebih adil, transparan, dan mencerminkan nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.