Pemerintah Bangun Fondasi Data Tunggal untuk Optimalisasi Bansos

-

Pemerintah Bangun Fondasi Data Tunggal untuk Optimalisasi Bansos

Oleh: Dhita Karuniawati

Dalam upaya mewujudkan tata kelola bantuan sosial (Bansos) yang lebih tepat sasaran, transparan, dan efisien, Pemerintah Indonesia terus membangun fondasi data tunggal yang terintegrasi secara nasional. Melalui penguatan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) dan integrasi lintas sektor, pemerintah berkomitmen menghadirkan reformasi besar dalam sistem penyaluran Bansos, yang selama ini kerap menghadapi berbagai tantangan mulai dari data ganda, tidak akurat, hingga penyalahgunaan bantuan.

Langkah strategis ini dipandang sebagai solusi jangka panjang untuk memastikan setiap bantuan sosial benar-benar diterima oleh masyarakat yang membutuhkan, tanpa tumpang tindih maupun pengabaian terhadap kelompok rentan. Dalam kondisi perekonomian yang terus berfluktuasi dan inflasi global, keberadaan data tunggal menjadi instrumen vital dalam menjaga ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat.

Bantuan sosial (Bansos) merupakan bantuan berupa uang, barang, atau jasa kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyaluran Belanja Bantuan Sosial di Lingkungan Kementerian Sosial (Kemensos).

Pada dasarnya, penerima Bansos harus diusulkan dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) atau sebelumnya disebut sebagai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pengusulan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot) bersama pemerintah lingkup terkecil, yaitu desa/kelurahan. Namun, masyarakat juga berkesempatan mengusulkan diri-sendiri sebagai penerima Bansos secara mandiri.

Pemerintah resmi menggunakan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai dasar penyaluran Bansos mulai triwulan kedua 2025. Selain itu, kebijakan ini diharapkan membuat distribusi Bansos seperti PKH dan sembako lebih tepat sasaran.

Seperti diketahui, Bansos ini disalurkan setiap tiga bulan sekali; triwulan 1, triwulan 2, triwulan 3, triwulan 4. Saat ini, memasukan penyaluran triwulan 2. Penyaluran Bansos tahap kedua mulai digulirkan sejak 28 Mei 2025 kepada total 16,5 juta KPM dari data yang telah divalidasi.

DTSEN adalah sistem data terbaru yang menggantikan DTKS sebagai acuan utama penyaluran Bansos di Indonesia. Data ini mengintegrasikan berbagai sumber dari kementerian dan lembaga, lalu diverifikasi secara ketat oleh BPS dan BPKP. Oleh karena itu, hanya keluarga yang terdaftar dan valid di DTSEN yang berhak menerima bansos PKH, sembako, dan program sosial lainnya.

Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) mengumumkan penghapusan 1,9 juta data penerima bantuan sosial (Bansos) dalam proses penyaluran terbaru. Warga diminta segera mengecek status kepesertaan Bansos mereka melalui sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang kini menjadi satu-satunya acuan resmi.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan, perubahan ini bukan atas keinginan Kemensos semata, melainkan berdasarkan pembaruan data penerima yang disesuaikan dengan kondisi lapangan dan ketentuan terbaru.

Perubahan data penerima dilakukan menyusul pemberlakuan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 yang ditandatangani Presiden Prabowo pada 5 Februari 2025. Dengan Inpres ini, pemerintah resmi menggantikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai acuan penyaluran bantuan. Penyesuaian ini perlu agar Bansos benar-benar sampai ke warga yang membutuhkan.

Gus Ipul mengatakan, dari penyesuaian ini, sebagian penerima sebelumnya tercatat mendapat bansos kini tidak menerima, dan sebaliknya, ada yang mulai menerima bantuan di triwulan kedua.

Selain memperbarui data, Kemensos juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memastikan bantuan diterima oleh pihak yang benar-benar berhak. Menurut Gus Ipul, PPATK sedang menganalisis rekening para penerima bansos untuk mendeteksi adanya anomali yang mengindikasikan ketidaktepatan sasaran.

Penyaluran Bansos tahap kedua tahun 2025 terus bergerak signifikan. Hingga 1 Juli 2025, Kementerian Sosial mencatat lebih dari 8,04 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) telah menerima dana Program Keluarga Harapan (PKH), atau sekitar 80,49 persen dari total kuota yang ditetapkan.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf mengatakan nilai bantuan yang telah disalurkan mencapai Rp 5,8 triliun. Tidak hanya PKH, bantuan pangan melalui skema Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau bansos sembako juga telah menjangkau lebih dari 15,4 juta KPM, atau sekitar 84,71 persen dari kuota, dengan nilai penyaluran sebesar Rp 9,2 triliun.

Di waktu yang sama, pemerintah juga telah merealisasikan penyaluran tambahan bantuan atau program penebalan bansos yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Program ini bertujuan memperkuat daya beli masyarakat di tengah tantangan ekonomi. Realisasinya sejajar dengan BPNT, yakni menyasar 15,4 juta KPM (84,71 persen) dengan total bantuan senilai Rp 6,19 triliun.

Penguatan data tunggal tidak akan berhasil tanpa sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah memegang peran penting dalam validasi dan pemutakhiran data, karena mereka yang paling memahami kondisi warganya secara langsung. Selain itu, kolaborasi lintas sektor turut diperkuat.

Pembangunan fondasi data tunggal untuk optimalisasi Bansos adalah langkah maju dalam reformasi perlindungan sosial Indonesia. Fondasi data tunggal yang sedang dibangun pemerintah bukan sekadar untuk mengefisienkan distribusi bansos. Lebih dari itu, data ini menjadi landasan untuk mendesain kebijakan sosial yang lebih responsif, adaptif, dan berbasis bukti.

Tantangan masih banyak, terutama dalam hal konsistensi pembaruan data dan kapasitas daerah. Namun, komitmen pemerintah, dukungan teknologi, dan partisipasi masyarakat menjadi modal utama untuk mewujudkan sistem Bansos yang lebih adil, akurat, dan berkelanjutan. Dengan fondasi data yang kuat dan terintegrasi, harapan menuju keadilan sosial bukan sekadar wacana, melainkan sebuah keniscayaan yang bisa diwujudkan secara nyata.

*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Related Stories