KST Menyengsarakan Rakyat Pantas Ditindak Tegas
Oleh : Ones Yikwa
Papua identik dengan keindahan alamnya. Namun sayangnya Papua juga terkenal akan KST yang menjadi pengacau dan merusak nama baik Bumi Cendrawasih. Mereka sengaja berbuat kekacauan dengan alasan ingin menyelamatkan rakyat dan memerdekakan Papua. Padahal sebenarnya yang diincar adalah kekuasaan, sementara warga Papua tak dipedulikan, justru berkali-kali menjadi korban penyerangan.
Kelompok separatis dan teroris (KST) adalah gerombolan bersenjata yang merupakan kaki-tangan OPM (organisasi Papua merdeka). Mereka ngotot untuk membelot dan tidak mau menuruti segala peraturan dari pemerintah.
Namun justru meneror masyarakat demi mewujudkan permintaannya yakni memerdekakan diri dan membentuk Republik Federal Papua Barat.
Demi ambisi kekuasaan, kelompok teror tersebut tak segan-segan mengorbankan apa pun, termasuk menyengsarakan warga masyarakat Papua. Wakil Sekretaris Jenderal LSM Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Varhan Abdul Azis menyatakan, bergulirnya waktu telah membuka kedok yang selama ini nyaman dipakai gerombolan teroris KKB, yakni perjuangan untuk menegakkan hak-hak asasi warga Papua.
Namun alih-alih perjuangan menegakkan hak asasi yang berlandaskan kepedulian akan nasib warga Papua, realitasnya apa yang KKB lakukan justru membuat rakyat Papua makin sengsara. Sebenarnya bukti sudah menggunung bahwa KKB hanya memperjuangkan ambisi politik mereka sendiri untuk mengambil alih kekuasaan dan menjadi penguasa.
Varhan melanjutkan, perbuatan KST melenceng jauh dan kelakuan mereka sangat merugikan. Apakah menembak mati Oktovianus Rayo dan Yonatan Randen, para guru honorer di SD Impres Beoga, yang tengah berjuang membebaskan warga Papua dari buta huruf itu perjuangan? Apakah membakar sekolah, menembaki klinik dan membumihanguskan rumah-rumah warga itu perjuangan? Tentu saja bukan.
Warga Papua sendiri sudah sangat muak dengan KST. Mereka bilang perjuangan KST demi menyelamatkan orang asli Papua dari pemerintah pusat yang menjajah Bumi Cendrawasih. Namun sebaliknya, KST menyerang warga sipil dengan alasan bahwa mereka adalah mata-mata aparat, padahal hanya fitnah.
Yang lebih parah lagi, warga sipil sering dijadikan tameng hidup ketika ada baku tembak antara anggota KST dengan aparat. KST benar-benar gila dengan menjadikan manusia sebagai perisai dan mereka tidak peduli apakah nanti orang tersebut akan meninggal dunia.
Irjen Mathius Fakhiri, Kapolda Papua, menyatakan bahwa sepanjang tahun 2022 ada 90 penyerangan oleh KST dan memakan 55 korban jiwa. Jumlah korban sudah terlalu banyak dan rakyat sudah sangat geram, dan membuktikan bahwa KST haus kekuasaan. Mereka mendukung penuh TNI dan Polri untuk memberantas KST, agar tidak ada lagi korban dari warga sipil yang tidak bersalah.
Sementara itu, Kepala Suku Umum Kabupaten Puncak, Abelom Kogoya, mengatakan dirinya selaku pimpinan atas suku-suku di Kabupaten Puncak menolak kehadiran KST untuk masuk kembali ke daerahnya.
Abelom Kogoya menyatakan bahwa ia tidak mau lagi mereka (KST) datang tembak-tembak tempat saya, kalau mereka berbuat lagi ia minta aparat keamanan langsung amankan mereka dan diproses.
Tindakan KST dikecam tokoh adat di Kabupaten Puncak. Terutama setelah anak Kepala Suku Dani, Beby Tabuni, turut menjadi korban penyerangan kelompok teroris tersebut di Kabupaten Puncak, Papua.
Dalam artian, KST sangat keterlaluan karena yang diserang sampai kehilangan bukan hanya warga sipil, tetapi seorang anak kepala suku. Beby Tabuni sebagai anak kepala suku tidak dihormati sama sekali, tetapi malah dibunuh dengan kejam oleh KST.
Serangan demi serangan menunjukkan bahwa KST tidak mempedulikan rakyat Papua dan membiarkan mereka menjadi korban. Hal yang sebenarnya diinginkan adalah kekuasaan di Bumi Cendrawasih dan keinginan untuk mendapatkan otoritas penuh atas tambang di Tembagapura. Motif ekonomi ini yang menyebabkan KST makin ganas sampai tega membunuh saudara sesukunya sendiri.
KST terbukti hanya mempedulikan kekuasaan ketika mereka saling bertikai, dan saat ini para pemimpinnya saing mengklaim satu sama lain. Dari pihak Benny Wenda, ia memplokamirkan dirinya sendiri sebagai Presiden West Papua. Padahal posisinya sedang di luar negeri dan ia tidak lagi seorang warga negara Indonesia, sehingga pernyataannya dianggap konyol.
Sementara itu panglima KST Goliath Tabuni juga mengaku memiliki kekuasaan besar di Papua, dan ia tidak terima jika Benny Wenda jadi presiden. Peperangan mereka terjadi di dunia maya dan masyarakat Indonesia yang menonton jadi heran.
Ketika dua tokoh KST bertikai maka menunjukkan perebutan kekuasaan dan hal ini malah ditertawakan, karena sampai sekarang Papua masih jadi provinsi yang sah dari Indonesia. Rakyat Papua sendiri tidak mengakui KST, tetapi tokoh-tokoh kelompok separatis tersebut seakan-akan berhalusinasi bahwa mereka mendapatkan dukungan dari orang asli Papua, padahal tidak.
KST yang sering mengacau di Papua terus diburu oleh Tim Satgas Damai Cartenz, agar mereka tidak membahayakan warga di Bumi Cendrawasih. Serangan-serangan KST yang melukai rakyat sipil menunjukkan bahwa mereka tidak mempedulikan orang asli Papua. Namun yang diinginkan oleh kelompok separatis tersebut hanyalah kekuasan di Papua, yang tidak akan pernah terwujud.
)* Mahasiswa Papua tinggal di Makassar