PSU Pilkada Jadi Bukti Demokrasi Indonesia Makin Matang
Oleh : Yesa Andika Fitri
Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam pemilihan kepala daerah merupakan salah satu mekanisme konstitusional yang dirancang untuk memastikan setiap proses demokrasi berjalan dengan adil, transparan, dan akuntabel. Kehadiran PSU seringkali dipandang sebagai ujian kedewasaan politik baik bagi penyelenggara, peserta, maupun masyarakat. Namun, di balik itu, PSU juga memperlihatkan semakin matangnya demokrasi Indonesia yang mampu menyelesaikan potensi masalah tanpa menimbulkan gangguan berarti.
Contoh nyata terlihat dari pelaksanaan PSU di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Tengah, Purdiono, menilai pelaksanaan PSU di daerah tersebut berjalan dengan damai, tertib, dan tanpa gangguan berarti. Ia mengapresiasi kerja keras KPU dan Bawaslu yang memastikan seluruh tahapan berjalan sesuai aturan, serta peran aktif masyarakat yang tetap menjaga suasana kondusif. Lebih dari sekadar proses teknis, keberhasilan ini menandai adanya kedewasaan politik masyarakat dan para kandidat yang bersikap legowo menerima hasil apapun dari proses demokrasi.
Kematangan demokrasi juga ditunjukkan melalui keterlibatan seluruh elemen masyarakat yang tidak hanya datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan hak pilih, tetapi juga turut menjaga agar PSU berlangsung damai. Hal ini memperlihatkan kesadaran kolektif bahwa demokrasi bukan sekadar ajang perebutan kekuasaan, melainkan wadah untuk memilih pemimpin yang dipercaya mampu membawa pembangunan ke arah lebih baik. Kesadaran ini sangat penting, karena tanpa dukungan masyarakat, regulasi yang kuat akan semakin efektif dengan dukungan masyarakat.
Selain di Barito Utara, pelaksanaan PSU di Kabupaten Biak Numfor, Papua, juga menjadi bukti bahwa demokrasi Indonesia terus berkembang ke arah yang lebih matang. Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, mengajak masyarakat untuk bersama-sama menyukseskan PSU yang digelar pada 6 Agustus 2025. Ia mengatakan bahwa satu suara rakyat sangat menentukan arah kepemimpinan Papua lima tahun ke depan. Ajakan tersebut menjadi refleksi bahwa pemerintah daerah memahami arti penting partisipasi masyarakat dalam menentukan pemimpin.
Fatoni menekankan bahwa PSU di Biak Numfor harus menjadi contoh demokrasi yang baik, di mana masyarakat menyalurkan hak pilih dengan bebas, tanpa tekanan, dan sesuai hati nurani. Dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Biak Numfor serta kesiapan KPU dan Bawaslu menjadi faktor penting yang memastikan jalannya PSU secara aman, lancar, dan kondusif. Data jumlah pemilih yang mencapai lebih dari 100 ribu orang tersebar di ratusan TPS menunjukkan betapa besar harapan masyarakat terhadap proses demokrasi yang bermartabat.
Pelaksanaan PSU di Papua tidak hanya mengandalkan kesiapan teknis semata. Keamanan juga menjadi faktor krusial yang mendapat perhatian serius. Polda Papua menegaskan komitmennya menjaga netralitas dan profesionalisme dalam mengawal setiap tahapan PSU. Dengan pengerahan ratusan personel dalam Operasi Mantap Praja Cartenz II-2024, kepolisian memastikan seluruh proses berjalan tanpa gangguan. Kehadiran aparat keamanan yang netral dan profesional menjadi bukti bahwa negara hadir untuk melindungi hak demokratis rakyat.
Fenomena PSU di berbagai daerah ini menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia telah melewati masa transisi dan kini semakin kokoh. Justru, demokrasi semakin matang dengan adanya kemampuan semua pihak untuk menyelesaikan masalah secara elegan melalui mekanisme yang sudah diatur. Kematangan ini tercermin dari sikap masyarakat yang partisipatif, peserta pemilu yang bersikap dewasa, penyelenggara yang profesional, serta aparat keamanan yang netral.
Lebih jauh, keberhasilan PSU juga membuktikan bahwa Indonesia telah belajar banyak dari pengalaman demokrasi sebelumnya. Setiap tantangan yang muncul tidak dihadapi dengan emosi, tetapi dengan komitmen menjaga persatuan dan stabilitas politik. Dengan demikian, PSU bukan hanya prosedur administratif, melainkan simbol kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi yang berlaku.
Harapan besar ke depan adalah agar seluruh hasil PSU akan diterima secara dewasa dan penuh tanggung jawab oleh masyarakat. Baik kandidat yang menang maupun yang belum berkesempatan memimpin, keduanya memiliki tanggung jawab moral menjaga kondusivitas masyarakat. Seperti yang disampaikan Purdiono, sikap legowo para kandidat sangat penting untuk mencegah potensi konflik horizontal yang bisa merugikan masyarakat luas.
Selain itu, masyarakat juga perlu terus menjaga semangat partisipasi aktif dalam setiap momentum demokrasi. PSU memberikan pelajaran berharga bahwa demokrasi akan semakin kuat dengan keterlibatan publik. Kesadaran bahwa suara setiap warga memiliki dampak besar terhadap arah pembangunan adalah kunci keberhasilan berdemokrasi.
Pada akhirnya, PSU Pilkada menjadi bukti konkret bahwa demokrasi Indonesia makin matang. Proses yang berjalan damai di Barito Utara, persiapan matang di Biak Numfor, serta pengawalan ketat namun netral dari aparat di Papua menunjukkan kesungguhan seluruh elemen bangsa menjaga kualitas demokrasi. Dengan kedewasaan politik yang semakin mengakar, Indonesia semakin siap menghadapi tantangan demokrasi di masa depan.
PSU bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan sistem demokrasi Indonesia yang mampu mengoreksi diri dan memastikan suara rakyat benar-benar menjadi penentu arah kepemimpinan. Dari Barito Utara hingga Papua, semangat demokrasi yang damai, inklusif, dan partisipatif terus bergema, membawa harapan bahwa masa depan demokrasi Indonesia akan semakin kuat dan berintegritas.
)* Penulis adalah seorang Pengamat Politik