Pemerintah Pastikan Pembebasan Bersyarat Sesuai Prosedur, Komitmen Antikorupsi Tetap Tegas
Oleh: Astrid Syafira
Pembebasan bersyarat terhadap mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, telah dilakukan melalui prosedur hukum yang berlaku. Keputusan ini memicu beragam respons dari publik, namun pemerintah memastikan bahwa prosesnya telah mengikuti mekanisme sah. Langkah tersebut menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia tetap berjalan sesuai koridor aturan, tanpa intervensi di luar ketentuan.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menegaskan bahwa pembebasan bersyarat ini diputuskan setelah melalui asesmen menyeluruh, dan telah melampaui dua pertiga masa hukuman berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. Prosedur ini dijalankan dengan transparan dan profesional sehingga publik tidak perlu terprovokasi oleh opini yang menyesatkan. Pemerintah, menurutnya, selalu bertindak hati-hati dalam menegakkan aturan hukum agar adil untuk semua pihak.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengingatkan bahwa kejahatan korupsi e-KTP bukan hanya tajam dari segi nilai kerugian negara, tetapi juga merusak kualitas pelayanan publik di berbagai lapisan masyarakat. Menurutnya, peringatan HUT RI ke-80 yang mengusung tema Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju menjadi momentum untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Dengan begitu, semangat kemerdekaan dapat diwujudkan dalam bentuk tata kelola pemerintahan yang bersih. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah tetap menegaskan komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi, meski kasus pembebasan bersyarat tengah menjadi sorotan publik.
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, menegaskan bahwa semua persyaratan pembebasan bersyarat harus dipenuhi dan diawasi secara ketat agar tidak terjadi pelanggaran dalam masa percobaan. Meskipun menggunakan mekanisme wajib lapor atau pola pengawasan lain, intinya adalah pengawasan tetap berjalan dan tidak boleh kendor. Ia juga menambahkan bahwa hak politik terpidana belum pulih sepenuhnya, baru dapat kembali aktif lima tahun setelah masa pidana berakhir. Pernyataan ini menegaskan bahwa sistem hukum tidak memberi ruang istimewa bagi pelanggar aturan.
Kasus pembebasan bersyarat ini sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah bertindak berdasarkan undang-undang, bukan karena intervensi politik. Tidak ada upaya dari lembaga eksekutif untuk mempercepat atau memperlemah regulasi hukum yang berlaku. Semua dijalankan berdasarkan asas legalitas dan administrasi yang jelas. Langkah ini memperkuat citra pemerintah sebagai pelindung sistem hukum, bukan pihak yang melemahkannya. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap integritas lembaga negara tetap terjaga.
Selain aspek hukum, masyarakat juga perlu diberikan edukasi agar memahami bahwa pembebasan bersyarat bukan berarti seorang terpidana langsung bebas sepenuhnya. Status ini masih berada dalam pengawasan negara melalui mekanisme wajib lapor dan pengendalian aktivitas tertentu. Pengetahuan ini penting agar publik tidak terjebak dalam provokasi yang menggiring opini seolah pemerintah melonggarkan penegakan hukum. Dengan pemahaman yang benar, stabilitas sosial dapat tetap terjaga.
Proses hukum yang berjalan transparan ini juga menunjukkan bahwa Indonesia tengah membangun sistem pemasyarakatan modern. Narapidana tidak hanya dipandang sebagai pelaku kejahatan, melainkan juga sebagai warga binaan yang memiliki hak asasi setelah menjalani sebagian besar hukumannya. Prinsip keadilan restoratif yang diterapkan pemerintah adalah bagian dari reformasi hukum yang menempatkan keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Ini menjadi tanda bahwa Indonesia semakin matang dalam tata kelola hukum.
Komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi juga tercermin dari berbagai program yang terus berjalan. Upaya digitalisasi layanan publik, transparansi anggaran, hingga penguatan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) menjadi wujud konkret pencegahan korupsi sejak hulu. Tidak hanya menindak, pemerintah juga fokus membangun sistem yang mencegah peluang terjadinya penyimpangan. Dengan cara ini, pemberantasan korupsi bukan hanya slogan, melainkan strategi nyata yang memberi manfaat luas bagi masyarakat.
Melalui prosedur asesmen yang dijalankan secara transparan, pemerintah menunjukkan bahwa hukum tetap menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan. Proses pembebasan bersyarat dilakukan dengan penuh ketelitian administrasi serta mekanisme pengawasan yang ketat. Komitmen anti-korupsi juga terus berjalan, baik melalui pendidikan, pencegahan, maupun penindakan secara sistematis. Evaluasi menyeluruh terhadap regulasi pemasyarakatan di masa depan akan membuat sistem hukum semakin matang dan kredibel.
Komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi tidak hanya menyangkut penegakan hukum, tetapi juga menjadi fondasi penting menuju visi Indonesia Emas 2045. Dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel, bangsa Indonesia memiliki peluang besar untuk keluar dari jebakan negara berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi global. Pembebasan bersyarat Setya Novanto yang melalui prosedur hukum sesuai aturan, sekaligus menjadi bukti bahwa negara menempatkan keadilan dan kepastian hukum sebagai bagian dari strategi besar pembangunan nasional.
Pemerintah membuktikan bahwa pembangunan hukum yang adil bukan sekadar retorika, melainkan praktik nyata yang konsisten. Narasi provokatif yang mencoba melemahkan kepercayaan publik harus dijawab dengan integritas, profesionalisme, dan kerja sama seluruh elemen bangsa. Sebagai rakyat Indonesia, kita patut optimistis bahwa setiap kebijakan, termasuk pembebasan bersyarat, dijalankan dengan nurani hukum dan dedikasi untuk keadilan. Dengan semangat Indonesia Maju, pemerintah terus membangun pondasi bangsa yang bersih, berintegritas, dan berdaulat.
)* Penulis Adalah pengamat hukum