Pengibaran Bendera Bajak Laut Ganggu Momentum Bulan Kemerdekaan
Oleh : Arka Dwi Francesco
Bulan Agustus selalu menghadirkan suasana berbeda di seluruh penjuru negeri. Tiap rumah, kantor, hingga jalan utama dipenuhi bendera Merah Putih yang berkibar gagah. Namun, di tengah gegap gempita HUT ke-80 Republik Indonesia, muncul fenomena yang menimbulkan perdebatan, yaitu pengibaran bendera bajak laut Jolly Roger dari serial One Piece. Meski sebagian masyarakat melihatnya sebagai tren budaya pop, pemerintah menilai hal ini tidak pantas dilakukan di momen sakral kemerdekaan.
Fenomena tersebut menunjukkan bagaimana budaya global dapat masuk ke ruang publik Indonesia, bahkan pada momentum paling bersejarah. Sebagai bangsa besar, Indonesia tentu tidak anti terhadap pengaruh luar. Namun, saat menyangkut simbol negara, pemerintah memiliki kewajiban mutlak untuk menegakkan aturan. Di sinilah peran negara diuji: menjaga identitas nasional tanpa mematikan ruang ekspresi rakyat.
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengatakan bahwa pengibaran bendera bajak laut tidak dapat dibenarkan karena berpotensi melecehkan simbol negara. Pihaknya menegaskan bahwa negara memiliki kewenangan penuh untuk melarang praktik tersebut, khususnya dalam momentum kenegaraan. Menurut Pigai, langkah tegas pemerintah sejalan dengan ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik melalui UU No. 12 Tahun 2005, yang memungkinkan pembatasan kebebasan berekspresi demi kepentingan umum dan stabilitas nasional.
Hal ini menujukkan bahwa kebebasan rakyat tetap dijamin, tetapi harus ditempatkan pada ruang dan waktu yang tepat. Perayaan kemerdekaan adalah momen sakral bagi Merah Putih, sehingga tidak selayaknya dicampur dengan simbol fiksi. Langkah pemerintah ini tidak bertujuan membungkam aspirasi, melainkan menjaga martabat bangsa.
Sementara itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani, melihat fenomena ini bukan semata soal penggunaan bendera fiksi, melainkan juga terkait pesan politik yang ingin disampaikan rakyat. Pihaknya menilai bahwa simbol seperti bendera bajak laut, istilah “negara Konoha”, atau sebutan “Indonesia Gelap” merupakan bentuk komunikasi baru yang mencerminkan keresahan maupun harapan masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa aspirasi rakyat kini semakin beragam bentuknya dan menuntut kepekaan pemerintah dalam membacanya.
Kebebasan berekspresi memang menjadi salah satu pilar penting demokrasi, namun tidak berarti kebebasan itu dapat berjalan tanpa batas. Justru di sinilah pemerintah menunjukkan posisinya yang tepat, yaitu dengan menjaga agar Merah Putih tetap berdiri sebagai satu-satunya simbol negara, sembari tetap membuka ruang dialog bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Sikap ini menggambarkan keseimbangan yang sehat antara ketegasan dalam menegakkan aturan dan keterbukaan terhadap kritik publik. Dalam konteks inilah, langkah pemerintah melarang pengibaran bendera fiksi patut diapresiasi karena mampu menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya tanpa menutup peluang partisipasi rakyat dalam ruang demokrasi.
Langkah tegas pemerintah melindungi simbol Merah Putih tetap diperlukan. Baginya, negara memang wajib memastikan bahwa bendera nasional tidak tersaingi oleh simbol lain. Kebijaksanaan pemerintah dengan menjawab keresahan rakyat melalui kebijakan yang berpihak telah dilaksanakan. Hal ini menunjukkan ketegasan negara tidak terkesan menutup ruang dialog. Dengan cara ini, pemerintah menunjukkan diri sebagai pengatur sekaligus pelindung masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri, generasi muda Indonesia sangat akrab dengan budaya pop global. Anime, manga, hingga ikon seperti Jolly Roger memiliki pengaruh kuat. Hal ini wajar terjadi dalam era keterbukaan informasi. Namun, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan keterbukaan terhadap budaya global tidak mengikis rasa hormat pada Merah Putih.
Sikap tegas pemerintah melarang pengibaran bendera bajak laut pada momen kemerdekaan adalah langkah tepat. Budaya pop dapat tetap diapresiasi, tetapi harus ditempatkan dalam ruang yang tidak menodai simbol perjuangan bangsa. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mendorong edukasi kebangsaan yang lebih relevan dengan generasi muda. Dengan pendekatan yang kreatif dan inovatif, semangat nasionalisme dapat berjalan seiring dengan kecintaan terhadap budaya global.
Fenomena bendera bajak laut menjelang peringatan kemerdekaan memang menarik perhatian, namun tidak boleh mengaburkan kesakralan Merah Putih. Pemerintah sudah bersikap tepat dengan melarang pengibaran bendera fiksi, sembari tetap membuka ruang dialog dengan masyarakat. Sikap ini menunjukkan bahwa negara mampu bersikap tegas sekaligus demokratis.
Pada akhirnya, hanya satu bendera yang layak berkibar di langit Indonesia adalah Merah Putih. Bendera Merah Putih adalah hasil perjuangan, simbol pengorbanan, dan perekat persatuan bangsa. Budaya pop seperti One Piece tetap dapat dinikmati sebagai hiburan, tetapi tidak boleh menggantikan simbol kenegaraan. Mari kita teguhkan komitmen bersama dengan mengibarkan Merah Putih di setiap rumah, sekolah, dan kantor, serta jadikan persatuan Indonesia sebagai kekuatan yang tidak tergoyahkan.
)* Penulis Merupakan Pengamat Isu Sosial