Komitmen Negara, Judi Daring Dibabat Lewat Penegakan Hukum
Oleh : Kurnia Sandi
Pemerintah memastikan bahwa upaya penegakan hukum akan menjadi instrumen utama untuk menekan praktik judi daring yang semakin marak, baik dalam bentuk operasi digital maupun penindakan terhadap pelaku lapangan. Masyarakat perlu menyadari bahwa fenomena ini bukan sekadar isu kriminal biasa, melainkan ancaman serius terhadap stabilitas sosial, ekonomi, bahkan moral bangsa. Di tengah derasnya arus teknologi digital, judi daring bukan hanya menyusup dalam keseharian masyarakat, tetapi juga menunggangi berbagai peristiwa sosial untuk meraup keuntungan.
Temuan terbaru dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan betapa kuatnya jejaring judi online yang beroperasi di ruang siber Indonesia. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyampaikan bahwa pihaknya menemukan aliran dana mencurigakan di balik aksi demonstrasi yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir.
Menurutnya, sejumlah akun digital memanfaatkan kericuhan dengan menayangkan live streaming yang menampilkan aksi kekerasan dan anarkisme. Tayangan tersebut tidak sekadar menarik perhatian, tetapi juga menjadi pintu masuk aliran donasi dan gift dalam jumlah besar. Yang mengejutkan, beberapa akun tersebut ternyata memiliki keterkaitan erat dengan jaringan judi daring. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku judi tidak hanya bermain di ranah aplikasi, tetapi juga lihai mengaitkan diri dengan peristiwa sosial untuk memperoleh keuntungan.
Meski tidak menjabarkan secara rinci platform apa saja yang dimanfaatkan, Meutya Hafid menilai pola transaksi yang ditemukan sangat janggal. Besarnya dana yang mengalir tidak wajar dan mengindikasikan adanya organisasi digital yang terstruktur. Bukan hanya untuk judi, tetapi juga untuk menguatkan narasi provokatif agar situasi sosial semakin panas.
Pada saat yang sama, Komdigi juga menerima banyak laporan dari masyarakat tentang maraknya penyebaran konten hoaks, provokasi, hingga ajakan untuk melakukan penjarahan dan isu SARA. Informasi sesat ini menyebar begitu cepat layaknya banjir bandang, menenggelamkan informasi yang sahih, sehingga masyarakat lebih banyak disuguhi narasi destruktif dibanding edukatif.
Langkah penindakan tidak berhenti di Komdigi. Kepolisian melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas judi daring dengan melakukan penyitaan dan pembekuan rekening yang terkait aktivitas ilegal tersebut. Kombes Ferdy Saragih, Kasubdit 2 Siber Dit Tipidsiber Bareskrim Polri, menyampaikan bahwa pihaknya telah membekukan 576 rekening senilai Rp63,7 miliar dan menyita 235 rekening lainnya dengan total Rp90,6 miliar.
Akumulasi dana yang berhasil dibekukan dan disita mencapai Rp154,3 miliar, dan kuat dugaan bahwa seluruh dana tersebut bersumber dari aktivitas judi daring. Menurut Ferdy Saragih, langkah ini merupakan hasil sinergi erat antara Dit Tipidsiber Bareskrim Polri dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Prosesnya dimulai dari laporan hasil analisis PPATK yang kemudian ditindaklanjuti dalam mekanisme penyidikan sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2013.
Ferdy Saragih menegaskan bahwa apa yang dilakukan Polri bukanlah akhir dari proses. Penindakan akan dilakukan secara berkelanjutan, karena tujuan utamanya adalah membersihkan ruang digital dari praktik ilegal yang merusak sendi hukum dan moral masyarakat. Menurutnya, ke depan Polri akan menggelar konferensi pers untuk memaparkan secara rinci temuan yang ada, termasuk detail temuan rekening dan langkah lanjutan yang diambil. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa negara tidak tinggal diam dalam menghadapi maraknya judi daring yang semakin meresahkan.
Di sisi lain, masalah judi daring ternyata juga menyentuh ranah sosial yang paling rentan, yaitu penerima bantuan sosial. Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Suli Da’im menyuarakan keprihatinannya dengan menekankan bahwa ada indikasi penyalahgunaan dana bansos untuk aktivitas judi daring. Ia menilai bahwa bansos yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan taraf hidup justru beralih menjadi modal untuk berjudi.
Berdasarkan data sementara dari Balai Pengawasan Harta Kekayaan Transaksi Keuangan (BPHTK), terdapat sekitar 9.660 penerima bansos di Jawa Timur yang diduga mengalihkan bantuan tersebut untuk bermain judi daring. Suli Da’im menilai angka itu baru hitungan sementara, sebab jika dihitung di tingkat nasional, jumlahnya bisa jauh lebih besar.
Bagi Suli Da’im, persoalan ini bukan sekadar soal penyalahgunaan dana, melainkan ancaman serius bagi tujuan bansos itu sendiri. Bantuan sosial diberikan untuk kelompok miskin dan rentan, dengan harapan membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar. Namun ketika dana tersebut justru digunakan untuk berjudi, artinya bantuan itu telah kehilangan orientasinya.
Ia mendorong agar pemerintah daerah berani mengambil langkah tegas, yakni mencabut hak bansos bagi mereka yang terbukti menyalahgunakan. Langkah ini sekaligus menjadi bentuk edukasi bahwa penyalahgunaan tidak bisa ditoleransi. Bagi penerima yang kondisi hidupnya sudah lebih baik dan masih berani menggunakan dana bantuan untuk berjudi, maka lebih baik hak tersebut dialihkan kepada warga lain yang benar-benar membutuhkan.
Melihat seluruh dinamika ini, jelas terlihat bahwa persoalan judi daring telah menembus berbagai lini yaitu sosial, ekonomi, hingga politik. Dari ruang digital yang dimanfaatkan untuk monetisasi kericuhan, dari rekening perbankan yang menampung dana miliaran rupiah, hingga masuk ke dalam ranah bansos yang seharusnya menyelamatkan kelompok rentan.
Negara sudah bergerak dengan regulasi dan penindakan, tetapi tanpa dukungan warga, praktik ini akan terus mencari celah. Masyarakat perlu menguatkan komitmen, tidak tergoda janji instan dari permainan haram tersebut, serta berani melaporkan setiap indikasi yang mencurigakan. Judi daring bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga persoalan moral dan masa depan bangsa. Kini saatnya kita bersama-sama menutup ruang untuk praktik yang merusak ini, demi menciptakan ruang digital yang sehat dan masyarakat yang berdaya.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa Institute