Pemerintah Dorong Hilirisasi Sumber Daya Alam melalui Pabrik Baru di Cilegon

-

Pemerintah Dorong Hilirisasi Sumber Daya Alam melalui Pabrik Baru di Cilegon

Oleh: Liza Karmila

Pemerintah terus memperkuat agenda hilirisasi nasional melalui langkah konkret di sektor energi dan petrokimia. Salah satu wujud nyata dari komitmen tersebut terlihat dari peresmian pabrik petrokimia PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, yang dilakukan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto pada Kamis, 6 November 2025. Pabrik ini menjadi fasilitas petrokimia modern terbesar di Asia Tenggara dan simbol kemajuan industri hilir nasional yang selama ini diupayakan pemerintah.

 

 

 

Presiden Prabowo menegaskan bahwa keberadaan pabrik LCI merupakan capaian penting bagi pembangunan industri berbasis sumber daya alam di Indonesia. Pemerintah, menurutnya, berkomitmen untuk terus mendukung investasi asing yang membawa manfaat nyata bagi perekonomian nasional. Langkah tersebut dinilai mampu memperkuat struktur industri dalam negeri, menambah kapasitas produksi, serta menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar.

 

 

 

Pabrik LCI berdiri di atas lahan seluas 107,8 hektare dengan total investasi mencapai sekitar 4 miliar dolar AS. Fasilitas ini merupakan pabrik kelima milik Lotte Chemical setelah Korea Selatan, Meksiko, Amerika Serikat, dan Malaysia. Proyek ini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dan menjadi pabrik naphtha cracker pertama yang dibangun di Indonesia dalam tiga dekade terakhir. Keberadaannya menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempercepat transformasi ekonomi dari berbasis bahan mentah menuju pengolahan bernilai tambah tinggi.

 

 

 

LCI dirancang dengan kapasitas produksi mencapai 3 juta ton naphtha per tahun dan menghasilkan berbagai produk utama seperti ethylene, propylene, polypropylene, butadiene, serta benzene, toluene, dan xylene (BTX). Produk-produk tersebut menjadi bahan baku penting bagi berbagai sektor industri, mulai dari plastik, otomotif, elektronik, hingga alat kesehatan. Dari total kapasitas produksi, sekitar 70 persen ditujukan untuk pasar domestik sebagai substitusi impor, sementara 30 persen lainnya akan diekspor ke berbagai negara.

 

 

 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa pabrik ini memiliki nilai strategis karena akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan kimia dasar. Dengan kapasitas besar yang dimiliki, pabrik LCI diperkirakan mampu menggantikan impor senilai lebih dari 1,4 miliar dolar AS per tahun dan menghasilkan nilai penjualan hingga 2 miliar dolar AS. Menurutnya, langkah ini merupakan bukti nyata bahwa hilirisasi di Indonesia tidak hanya terbatas pada sektor mineral dan batu bara, tetapi telah berkembang pesat ke sektor minyak dan gas bumi.

 

 

 

Bahlil juga menyoroti dampak besar pabrik LCI terhadap penyerapan tenaga kerja nasional. Selama masa konstruksi hingga beroperasi, proyek ini menyerap hingga 17 ribu pekerja langsung dan sekitar 40 ribu tenaga kerja tidak langsung. Selain memberikan dampak ekonomi yang luas, kehadiran fasilitas ini juga mendorong pengembangan keterampilan tenaga kerja lokal, memperkuat rantai pasok industri, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan industri Cilegon.

 

 

 

Bahlil menambahkan bahwa proyek LCI sempat tertunda selama beberapa tahun sebelum akhirnya dapat diselesaikan di era pemerintahan Presiden Prabowo. Dalam kepemimpinan baru yang menekankan percepatan investasi dan industrialisasi, proyek ini berhasil diselesaikan dan resmi beroperasi pada Oktober 2025. Pemerintah memandang keberhasilan tersebut sebagai tonggak penting dalam kebangkitan industri hilir Indonesia setelah lebih dari tiga dekade tidak ada proyek petrokimia besar berskala nasional.

 

 

 

Dari sisi investasi, CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan bahwa pihaknya tengah menjajaki peluang untuk memiliki hingga 35 persen saham dalam proyek LCI. Rencana ini menunjukkan kepercayaan tinggi investor terhadap prospek industri petrokimia di Indonesia. Rosan menuturkan bahwa investasi semacam ini dilakukan secara langsung, bukan melalui badan usaha milik negara, guna memastikan efisiensi struktur pembiayaan dan memperkuat peran sektor swasta dalam pembangunan ekonomi nasional.

 

 

 

Rosan juga menjelaskan bahwa Lotte Chemical telah menanamkan modal senilai 4 miliar dolar AS, dengan 1,7 miliar dolar di antaranya berasal dari ekuitas. Skema pembiayaan ini menggambarkan kolaborasi yang sehat antara investor asing dan mitra domestik dalam membangun fondasi industri berkelanjutan. Pemerintah melalui BPI memandang kerja sama semacam ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat kemampuan nasional dalam mengelola investasi dan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam.

 

 

 

Dalam konteks makro, proyek LCI juga mencerminkan keberhasilan strategi hilirisasi yang menjadi prioritas utama pemerintahan Presiden Prabowo. Dengan fokus pada peningkatan nilai tambah, penciptaan lapangan kerja, serta kemandirian industri, pemerintah berupaya menurunkan ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah yang selama ini menjadi tantangan utama ekonomi nasional. Pabrik petrokimia di Cilegon menjadi bukti nyata bahwa hilirisasi bukan sekadar konsep, melainkan kebijakan yang diterapkan secara konkret dan terukur.

 

 

 

Pemerintah menilai kehadiran LCI tidak hanya membawa keuntungan ekonomi, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global. Dengan kapasitas produksi besar dan efisiensi tinggi, Indonesia kini berpotensi menjadi pemain utama dalam industri petrokimia kawasan Asia Tenggara. Keberhasilan ini juga menjadi cerminan meningkatnya kepercayaan dunia terhadap iklim investasi di Indonesia, yang terus dibangun melalui kepastian hukum, transparansi kebijakan, dan stabilitas politik yang terjaga.

 

 

 

)* Pemerhati Kebijakan Publik

 

 

Related Stories