Jangan Terpancing Aksi, Masyarakat Diimbau Waspadai Provokasi Demonstrasi Terkait Gelar Pahlawan Soeharto

-

Jangan Terpancing Aksi, Masyarakat Diimbau Waspadai Provokasi Demonstrasi Terkait Gelar Pahlawan Soeharto

Oleh : Ricky Rinaldi

Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto yang resmi diumumkan pemerintah pada peringatan Hari Pahlawan tahun ini langsung menjadi salah satu isu publik paling hangat dan paling mudah dipolitisasi. Setelah keputusan negara ditegaskan melalui mekanisme resmi dan diumumkan oleh Presiden, reaksi yang muncul berkembang cepat, mulai dari dukungan hingga penolakan yang disertai ajakan aksi jalanan. Dalam situasi seperti ini, pemerintah mengingatkan masyarakat agar tidak terpancing provokasi, karena kelompok tertentu terlihat mencoba memanfaatkan momen ini untuk memicu polarisasi dan memperbesar ketegangan.

 

Sejumlah liputan media pada awal November menggambarkan adanya aksi penolakan di beberapa titik, terutama di Jakarta, yang dilakukan oleh kelompok aktivis yang menolak pencantuman nama Soeharto sebagai pahlawan nasional. Aksi itu berlangsung singkat namun memicu respon emosional di ruang digital, terutama karena potongan-potongan informasi yang tidak lengkap dan narasi manipulatif ikut disebarkan. Pemerintah memahami perbedaan pandangan, namun menegaskan agar tetap dalam koridor hukum serta harus dibatasi oleh ketertiban dan tidak boleh berubah menjadi mobilisasi politik yang merugikan masyarakat luas.

 

Untuk menjaga situasi tetap kondusif, pemerintah kembali menjelaskan bahwa penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional melalui mekanisme yang sama seperti tokoh-tokoh lainnya. Proses ini bukan sesuatu yang muncul tiba-tiba, melainkan hasil penilaian tim pengkaji, verifikasi administratif, serta rekomendasi lembaga terkait sebelum ditetapkan oleh Presiden. Dengan menjelaskan kembali tahapan itu, pemerintah berharap publik memahami bahwa keputusan yang sudah diumumkan bukan keputusan instan apalagi keputusan yang didorong tekanan politik, tetapi proses kenegaraan dengan standar yang terukur.

 

Salah satu penegas posisi pemerintah datang dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang dalam sejumlah pemberitaan menyampaikan bahwa nama-nama yang dianugerahi gelar tahun ini, termasuk Soeharto, masuk karena memenuhi syarat administratif dan historis berdasarkan kajian para ahli. Penjelasan itu memperkuat kepercayaan publik terhadap dasar ilmiah keputusan negara yang menyebut negara bertindak tanpa kajian, karena justru kementerian menegaskan bahwa semua prosedur telah dilalui dan disahkan sebelum diumumkan secara publik.

 

Penjelasan administratif juga diperkuat oleh keterangan Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, yang menyatakan bahwa penetapan gelar dilakukan berdasarkan dokumen resmi dan kajian formal yang dituntaskan sebelum nama-nama pahlawan diumumkan pada 10 November. Ia mengingatkan masyarakat untuk selalu merujuk pada pernyataan resmi pemerintah, bukan informasi berseliweran di media sosial yang sering tercampur antara fakta dan interpretasi. Pesan itu pada dasarnya mengajak warga agar tidak tergiring ke arus provokasi digital yang justru dimanfaatkan pihak tertentu untuk menciptakan kesan bahwa keputusan negara bersifat kontroversial sejak awal.

 

Di luar dua penjelasan tersebut, pemerintah juga melihat adanya pola provokasi yang sengaja diciptakan oleh akun-akun anonim di media sosial yang mencoba mengaitkan keputusan negara ini dengan sentimen politik lama. Narasi seperti ini berkembang cepat dan sering kali tidak berdiri di atas data maupun mekanisme resmi. Karena itu, pemerintah mengimbau masyarakat agar lebih hati-hati terhadap ajakan aksi yang muncul tanpa identitas jelas, karena sebagian dari panggilan itu bukan berasal dari kelompok aspiratif, melainkan pihak yang mencoba mengail di air keruh.

 

Aparat keamanan diberi arahan untuk memastikan bahwa ruang demokrasi tetap berjalan sambil menjaga agar aksi-aksi yang terjadi tidak berubah menjadi tindakan anarkis. Pemerintah menegaskan bahwa demonstrasi tetap boleh dilakukan, tetapi tujuan pengamanan adalah memastikan kegiatan itu tidak berubah menjadi arena benturan fisik atau digunakan pihak tertentu untuk memperluas ketegangan. Pendekatan ini menjadi kombinasi antara penghormatan terhadap kebebasan sipil dan kewajiban negara menjaga ketertiban umum.

 

Pada tahap ini, pemerintah mengajak masyarakat melihat keputusan penganugerahan gelar pahlawan secara lebih luas sebagai bagian dari perjalanan sejarah bangsa yang terus berevolusi. Penghormatan terhadap tokoh yang dianggap berjasa bukan berarti menutup ruang diskusi terhadap catatan sejarahnya, justru proses ini dapat memperkuat pemahaman sejarah secara objektif tanpa membuka kembali polemik lama. Namun pemerintah mengingatkan bahwa proses dialog akan kehilangan makna jika dibajak oleh provokasi atau ajakan aksi yang hanya memecah belah.

 

Mengakhiri pesannya, pemerintah menegaskan bahwa keputusan sudah diambil dan diumumkan secara sah, sehingga yang dibutuhkan sekarang adalah kedewasaan publik dalam merespons. Perbedaan pendapat tetap dapat disuarakan, tetapi harus dilakukan dengan cara yang tidak merusak harmoni masyarakat. Negara mengajak warga untuk berhati-hati terhadap provokasi yang mencoba memanfaatkan dinamika ini, karena stabilitas dan persatuan lebih penting daripada kepentingan kelompok yang ingin menunggangi situasi demi keuntungan politik sempit.

 

Sebagai penguatan tambahan, penting ditegaskan bahwa seluruh langkah pemerintah dalam merespons dinamika ini bertujuan menjaga suasana nasional tetap kondusif. Keputusan negara mengenai gelar pahlawan merupakan kewenangan konstitusional yang sudah melalui kajian panjang dan profesional. Karena itu, masyarakat diharapkan tetap fokus pada agenda persatuan bangsa dan tidak memberikan ruang bagi provokasi yang mencoba melemahkan stabilitas publik. Pemerintah meyakini bahwa dengan kerja sama seluruh elemen masyarakat, situasi keamanan dapat terus terjaga dan proses pembangunan nasional berlangsung tanpa gangguan.

 

 

*)Pengamat Isu Strategis

Related Stories