KUHP Nasional Miliki Paradigma Perlindungan Privasi dan HAM
Oleh : Dwi Cahya Alfarizi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional memiliki paradigma yang jauh berbeda dengan KUHP peninggalan Belanda, yang mana dalam sistem hukum buatan anak bangsa ini jelas sekali masih mewadahi adanya perlindungan akan privasi masyarakat serta menyesuaikan adanya perlindungan pada nilai-nilai tertentu. Bukan hanya itu, namun terkait HAM juga menjadi semakin diakomodasi dalam KUHP nasional.
Penggunaan KUHP lama peninggalan jaman Kolonial Belanda memang sama sekali sudah tidak relevan lagi untuk terus diterapkan di Indonesia. Bahkan bukan hanya tidak relevan, namun di sana juga sama sekali tidak ada pengaturan secara jelas akan keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan juga kepentingan individu atau yang biasa disebut dengan keseimbangan monodualistik.
Menanggapi hal tersebut, Ahli Hukum yang juga merupakan Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Jember, Porf. Arief Amrullah menegaskan bahwa KUHP nasional yang baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) beberapa waktu lalu jelas sekali memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan KUHP lama, yakni adanya muatan keseimbangan.
Dirinya menyatakan bahwa adanya muatan keseimbangan tersebut merupakan hal yang mampu membedakan antara KUHP nasional dengan KUHP lama produk Belanda dan juga menjadi keunggulan dari sistem hukum asli buatan anak bangsa itu. Bagaimana tidak, pasalnya di dalamnya sangat memperhatikan segi objektif dari perbuatan, namun juga turut memperhatikan segi subjektif dari pelaku dalam hukum pidananya.
Maka, secara otomatis keberadaan KUHP baru sangatlah memuat keseimbangan antara Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga kewajiban HAM, sehingga tidak hanya sekedar menuntut hak saja, melainkan juga menuntut kewajiban, yang mana hal tersebut sangatlah berbeda dengan paradigma yang ada dalam KUHP lama.
Senada, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej juga mengemukakan bahwa KUHP nasional memang telah sangat meninggalkan bagaimana paradigma hukum pidana lama, yang terkesan terlalu menempatkan hukum pidana sebagai sarana balas dendam saja.
Sedangkan, dalam KUHP nasional terbaru ini telah menerapkan paradigma hukum pidana yang jauh lebih modern. Dirinya menyatakan bahwa dalam KUHP nasional sudah tidak lagi berorientasi pada keadilan yang sifatnya retributif saja, yakni keadilan yang mengutamakan balas dendam, namun memiliki paradigma keadilan korektif, keadilan restoratif dan juga keadilan yang rehabilitatif.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno menjelaskan bahwa perlindungan privasi dari seluruh masyarakat di Tanah Air, termasuk para wisatawan asing sangat terlindungi dengan adanya KUHP baru. Sehingga pihaknya justru minat kunjungan para wisatawan ke Indonesia masih sangatlah tinggi.
Dirinya langsung sigap menerjunkan tim untuk melakukan pemantauan, dan dilaporkan bahwa memang sama sekali tidak ada pembatalan akan kunjungan para wisatawan asing ke Tanah Air setelah pengesahan KUHP nasional. Seluruh stakeholders mulai dari pihak travel agents hingga tour operator serta maskapai penerbangan, seluruhnya menyatakan bahwa sama sekali tidak ada pembatalan.
Di sisi lain, Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP Nasional, Albert Aries menjelaskan bahwa justru KUHP baru tersebut mengakomodasi dua hal sekaligus, utamanya dalam Pasal 441 tentang perzinahan. Kedua hal tersebut yakni menghormati nilai-nilai perkawinan yang ada di Indonesia namun juga tetap mampu untuk terus menjaga ruang privasi dari masyarakat.
Kedua hal itu, yakni perlindungan akan nilai perkawinan serta pada saat yang bersamaan mampu menjaga ruang privasi lantaran sama sekali tidak ada proses hukum, melainkan sebelumnya harus terdapat pengaduan terlebih dahulu dari pihak yang memang sudah diatur dan memiliki hak untuk mengadu, seperti suami atau istri bagi mereka yang telah terikat perkawinan, serta juga orang tua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.
Sehingga, jelas sekali bahwa adanya KUHP nasional justru menjadi sebuah jawaban dan juga solusi jalan tengah diantara kelompok masyarakat yang sangat mendukung adanya Undang-Undang perzinahan dan di sisi lain masyarakat yang justru menginginkan supaya negara tidak mencampuri dan justru melindungi urusan privat warga negaranya.
Bukan hanya itu, namun Albert juga menegaskan bahwa KUHP baru tersebut tidak akan langsung diterapkan begitu saja, melainkan masih akan diterapkan pada dua tahun mendatang, yakni pada tahun 2025. Sehingga selama dalam proses masa transisi tersebut, pemerintah terus memastikan bahwa bukan hanya sosialisasi dan diseminasi akan subtansi KUHP saja yang dilakukan, melainkan juga terus menjaga agar stabilitas dari kegiatan usaha pariwisata dan perhotelan serta aspek-aspek terkait lainnya mampu berjalan seperti keadaan seperti sekarang.
Terdapat dua hal yang sangat mendasar jika dibandingkan bahwa KUHP nasional jelas sekali memiliki keunggulan daripada misalnya Indonesia masih saja terus menerapkan sistem hukum KUHP lama peninggalan Kolonial Belanda. Dalam KUHP terbaru, terdapat perlindungan privasi yang dimuat dengan seimbang untuk seluruh masyarakat, serta juga jauh lebih memperhatikan aspek HAM.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute