Pengamat Pemilu Ramdansyah: PHPU Pileg 2024, Sangat Mungkin Terjadi PSU Dibeberapa Titik, Asalkan Selisih Suara Tidak Besar

-

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana 297 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2024, Senin (29/4/2024). Sidang bakal digelar hingga 3 Mei 2024.

Menurut Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah banyaknya calon legislatif dan calon DPD yang mengajukan PHPU belum tentu bisa membongkar dugaan kecurangan pileg. Ia bahkan menduga asumsi publik bahwa MK akan menjadi keranjang sampah berpotensi terjadi

“Apakah ini semua akan bisa membongkar kecurangan-kecurangan di pileg?. MK itu berpotensi menjadi keranjang sampah. Hal itu juga itu disampaikan ketika pembacaan putusan PHPU Pilpres kemarin. Itu sangat sulit untuk menemukan (dugaan Kecurangan), membawa berkas kalau itu diatas 2 persen tiga persen. Sangat sulit. Tapi kalau selisihnya kemudian dibawah 100 suara atau dibawah 10 suara maka potensinya pemenangnya bisa saja berubah,” ujar Ramdansyah saat dialog interaktif di Radio Elshinta, Minggu malam (28/4/2024).

“Tapi yang sangat mungkin terjadi adalah Pemungutan Suara Ulang (PSU) dibeberapa titik. Seperti di Pemilu dan Pilkada di beberapa daerah sebelumnya. PSU dilakukan di beberapa kecamatan atas putusan hakim MK,” imbuh Ramdansyah, yang juga mantan Ketua Panwaslu DKI Jakarta.

Lebih lanjut Ramdansyah mengatakan, MK bisa saja seolah-olah seperti menjadi keranjang sampah, apabila mereka Caleg yang mengajukan gugatan hanya sekedar memenuhi kewajibannya saja. Bukan benar-benar untuk mendalilkan adanya selisih suara, karena kecurangan lawan politiknya di Dapil.

Sementara itu, walaupun ada ratusan caleg yang mengajukan gugatan, respon masyarakat masih kurang antusias. Berbeda misalnya saat sidang PHPU Pilpres.

Hal itu jelas Ramdansyah juga karena pemilu dilakukan serentak, yakni Pilpres dan Pileg. Dengan kondisi itu orang berharap atau bertanya calon Presiden siapa

“Efek dari calon presiden tadi berdampak kepada partai politik atau caleg pendukung partai politik tersebut. Misalkan kenapa Golkar yang bisa mendapat suara yang besar ketika jadi pendukung 02. Justru PPP yang tidak di 02 misalkan, justru perolehan suaranya tidak masuk dalam parlemen treshold,” jelas Ramdansyah

Upaya Caleg untuk kampanye terkadang tidak ngaruh. Tidak ngefek. Kampanye besar dan duit n juga dikeluarkan, tetapi justru yang efektif jika mengikuti kampanye calon presiden/wakil presiden. Tapi ngefeknya kepada ini. Dukungan kepada Caleg sebangun dengan dukungan terhadap calon presidennya.

“Nah ini yang kemudian nggak ngaruh banget. Kadang-kadang suara partai lebih tinggi dari pada suara Caleg Itu sendiri. Ini artinya kampanye Caleg tidak diperdulikan masyarakat pemilih,” imbuhnya.
“Saya melihatnya itu, dan publik interestnya lebih kepada capres cawapres,” ujarnya.

Maka kemudian “diabaikanlah” calon-calon dari legislatif, sehingga publik tidak melihat ada perubahan suara internal atau antar partai.

“Coba deh kita lihat ketika Sirekap pertama kali itukan yang dilihat lebih kepada calon presiden dan wakil presiden. Sementara terjadi perubahan di Sirekap yang jumlahnya besar oleh caleg tertentu itu kadang kadang tidak diperhatikan. Dan nyaris itu hampir kemudian dilegalkan seandainya Sirekap tetap dipergunakan sebagai acuan penghitungan manual. Untungnya tidak dan sesuai kaidah dalam UU Pemilu,” ujar Ramdansyah.

Padahal kata dia, itu justru kecurangan rupanya dapat terjadi pada calon legislatif.

“Itu yang hari ini saya perhatikan, karena saya temukan dibeberapa titik misalkan
daerah-daerah terpencil, potensinya yang sangat jauh dari Jakarta, jaraknya susah. Itu bisa saja terjadi dugaan kecurangan. Karena petugas pengawas kesulitan melakukan pengawasan. Juga bisa saja karena soal akses sinyal di daerah terpencil yang membuat petugas kesulitan mengirim data melalui Sirekap,” ujar Ramdansyah.

Potensi terjadinya kecurangan jelas Ramdansyah, bisa saja karena ada kesepakatan internal yang kemudian suara partai bisa digeser bisa diserahkan kepada caleg tertentu.

“Terutama dari pengurus partai. Itu luput dari pengamatan berbagai pihak. Bahkan perempuan yang juga harus dilindungi karena adanya afirmasi perempuan dalam Pileg, justru suaranya diabaikan dan jadi bancakan Caleg lelaki dan menjadi pengurus partai,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related Stories