Belajar dari Nepal: Indonesia Harus Cerdas Menyikapi Provokasi Global
Oleh: Reyhan Alfarizi
Dinamika politik global dalam beberapa waktu terakhir memperlihatkan bagaimana isu lintas negara sering kali dijadikan bahan untuk memprovokasi masyarakat di tempat lain. Situasi ini semakin terasa ketika gejolak di satu negara dengan cepat mendapat sorotan publik internasional dan bahkan memengaruhi persepsi di Negara Tetangga. Dalam konteks ini, Indonesia perlu bersikap waspada agar tidak terjebak pada pola provokasi yang sengaja diciptakan pihak-pihak tertentu melalui media sosial dan ruang digital.
Polri secara tegas mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh ajakan demonstrasi yang beredar melalui platform digital. Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menekankan bahwa informasi yang muncul di ruang publik harus disaring secara bijak.
Trunoyudo menggarisbawahi pentingnya masyarakat mengacu pada sumber yang kredibel, seperti media massa dan jurnalis profesional, agar tidak terjerumus dalam jebakan provokasi. Menurutnya, media memiliki peran vital dalam menjernihkan isu, sehingga masyarakat dapat membedakan mana informasi faktual dan mana yang sekadar propaganda.
Peringatan tersebut relevan ketika mencermati apa yang terjadi di Nepal. Dalam sepekan terakhir, negara itu diguncang demonstrasi besar yang berujung anarki. Gedung parlemen dibakar, kantor pemerintah dirusak, dan rumah sejumlah tokoh politik dihancurkan massa.
Bahkan beberapa menteri harus dievakuasi dengan helikopter militer karena kediamannya dikepung. Tragedi itu menimbulkan korban jiwa puluhan orang serta ratusan lainnya luka-luka. Gambaran tersebut menunjukkan betapa cepatnya demonstrasi yang berawal dari aspirasi berubah menjadi kekacauan ketika dikendalikan oleh provokasi dan kepentingan tersembunyi.
Mantan Penasihat Ekonomi Utama Pemerintah India, Sanjeev Sanyal, mengamati bahwa pola demonstrasi di Nepal tidak muncul begitu saja. Ia menilai ada kemiripan pola dengan gelombang protes di Bangladesh hingga Sri Lanka.
Menurut Sanjeev, terlalu banyak kesamaan untuk dianggap sebagai peristiwa yang sepenuhnya organik. Ia bahkan melihat mahasiswa kerap dijadikan garda depan sehingga memunculkan pertanyaan besar tentang siapa yang sebenarnya mengendalikan situasi di balik layar.
Pengamatan tersebut penting untuk menjadi pelajaran bagi Indonesia. Beberapa minggu sebelumnya, tanah air juga sempat diwarnai gelombang protes yang melahirkan aspirasi besar dari berbagai kelompok masyarakat.
Meski berlangsung dalam skala luas, situasi dapat dikelola melalui komunikasi dan dialog yang intensif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan koordinasi yang baik, dinamika politik bisa diarahkan tetap dalam jalur konstitusional tanpa menimbulkan kerusakan sebagaimana yang terjadi di Nepal.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, mengingatkan agar pemerintah, khususnya Kementerian Luar Negeri, segera mengambil langkah antisipatif untuk melindungi warga negara Indonesia yang berada di Nepal.
Dave menilai keselamatan WNI di sana, baik yang bekerja, menempuh pendidikan, maupun yang menjalankan aktivitas sosial dan ekonomi, harus menjadi prioritas utama. Menurutnya, langkah-langkah berbasis risiko perlu segera dijalankan agar WNI tidak menjadi korban dari situasi yang semakin memburuk.
Dave juga mengimbau masyarakat Indonesia yang tinggal di Nepal untuk tetap tenang, waspada, dan mengikuti setiap arahan resmi dari KBRI serta otoritas setempat. Dengan cara itu, potensi ancaman terhadap keselamatan dapat diminimalkan.
Pesan Dave ini mencerminkan bahwa pemerintah bersama parlemen memiliki perhatian serius dalam memastikan perlindungan terhadap warga negara di luar negeri.
Dari sini terlihat bahwa isu lintas negara dapat dengan mudah dipelintir untuk kepentingan tertentu. Demonstrasi yang terjadi di satu negara kerap dipakai untuk memengaruhi persepsi publik di negara lain.
Melalui arus informasi digital yang sangat cepat, opini dapat bergeser dalam hitungan jam, apalagi jika ditambah dengan provokasi yang terstruktur. Inilah yang membuat Polri mengingatkan agar masyarakat lebih selektif dalam menerima dan menyebarkan informasi.
Indonesia sebagai negara demokrasi harus belajar dari setiap peristiwa yang terjadi di kawasan. Stabilitas nasional tidak boleh diganggu oleh narasi yang sengaja dibentuk untuk menciptakan keresahan.
Pemerintah telah menunjukkan langkah tegas dalam menjaga komunikasi sosial, mengedepankan dialog, sekaligus meningkatkan kewaspadaan. Dengan cara itu, ruang provokasi yang bersumber dari isu lintas negara bisa ditutup rapat.
Penting pula disadari bahwa masyarakat sendiri memiliki peran besar dalam menjaga ketenangan. Setiap individu dituntut lebih cerdas dalam bermedia sosial. Informasi yang belum jelas kebenarannya sebaiknya tidak langsung disebarkan.
Bila masyarakat hanya menerima dari saluran resmi yang terpercaya, maka potensi provokasi akan kehilangan panggungnya. Kesadaran kolektif seperti ini akan memperkuat fondasi persatuan bangsa di tengah guncangan geopolitik global.
Peristiwa di Nepal menjadi cermin betapa rapuhnya sebuah negara jika masyarakat mudah dipecah melalui isu yang diprovokasi. Indonesia harus menolak segala upaya penyamaan keadaan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Kondisi tanah air saat ini relatif stabil, dan hal itu perlu dipertahankan melalui kewaspadaan bersama. Dukungan kepada langkah pemerintah dan aparat keamanan akan menjadi penopang utama agar bangsa ini tetap berada dalam situasi damai, terhindar dari jebakan konflik yang sengaja ditularkan dari luar.
)* Pengamat hubungan internasional