Danantara Optimalisasi Aset Negara untuk Pertumbuhan Fiskal Positif

-

Danantara Optimalisasi Aset Negara untuk Pertumbuhan Fiskal Positif

Oleh : Rivka Mayangsari

Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto terus memperkuat arah kebijakan ekonomi nasional dengan menitikberatkan pada efisiensi pengelolaan aset negara. Salah satu langkah monumental dalam agenda reformasi ekonomi tersebut adalah pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, yang diposisikan sebagai instrumen strategis untuk mengelola aset nasional secara terintegrasi, menarik investasi global, dan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di kancah internasional.

 

BPI Danantara didirikan dengan visi besar untuk menjadi superholding yang menghimpun aset-aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta kekayaan negara di bawah satu entitas korporasi yang kuat. Pemerintah menempatkan BPI Danantara sebagai motor utama dalam mendorong efisiensi, transformasi, dan produktivitas aset-aset negara yang selama ini tersebar di berbagai institusi.

 

Langkah besar ini tidak terlepas dari perdebatan publik mengenai arah dan esensi dari kebijakan privatisasi aset negara. Sebagian pihak menilai bahwa pembentukan Danantara membuka peluang lebih luas bagi keterlibatan modal swasta dan global dalam pengelolaan aset strategis bangsa. Namun pemerintah menegaskan bahwa orientasi utama BPI Danantara adalah optimalisasi aset untuk kepentingan nasional, bukan pelepasan kedaulatan ekonomi kepada pasar bebas.

 

Dalam konteks kebijakan fiskal nasional, BPI Danantara menjadi elemen penting untuk menopang strategi pertumbuhan fiskal positif melalui pendayagunaan aset negara secara produktif. CEO Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan bahwa lembaganya telah berhasil mengidentifikasi seluruh aset BUMN dengan nilai mencapai sekitar Rp14.701,5 triliun. Aset tersebut terdiri atas investasi properti, aktiva tetap, *land bank*, hingga piutang dan kas setara kas. Ia juga menjelaskan bahwa apabila pengelolaan aset dilakukan secara optimal dengan target peningkatan hasil atau *yield* sebesar 5 persen dari total aset, maka negara berpotensi memperoleh pendapatan tambahan hingga Rp700 triliun setiap tahun.

 

Perhitungan tersebut menggambarkan potensi fiskal yang luar biasa besar sekaligus menunjukkan bagaimana peran Danantara mampu memperkuat struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Selain itu, optimalisasi aset juga diproyeksikan membuka lapangan kerja baru, mempercepat pemerataan infrastruktur, serta memperkuat pasokan pangan, energi, dan air — tiga sektor vital yang menjadi prioritas nasional.

 

Lebih jauh, Rosan menilai bahwa program optimalisasi ini tidak semata-mata diarahkan untuk mengejar keuntungan finansial, melainkan untuk memastikan agar aset-aset negara dapat berfungsi secara produktif. Ia menjelaskan bahwa hal tersebut hanya dapat dilakukan melalui transformasi menyeluruh terhadap tata kelola, baik dari sisi kebijakan, regulasi, model bisnis, maupun manajemen risiko.

 

Peran Danantara dalam mempercepat optimalisasi aset BUMN dianggap sangat vital. Inisiatif ini sekaligus menjadi wujud nyata dari cita-cita awal pembentukannya yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto, yaitu agar seluruh aset dan kekayaan negara dapat dioptimalkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Presiden menilai bahwa negara tidak boleh pasif dalam mengelola asetnya, melainkan harus menjadi pelaku aktif yang mampu menciptakan nilai ekonomi baru, memperluas ruang fiskal, serta memperkuat kemandirian ekonomi nasional.

 

Visi tersebut berjalan seiring dengan kebijakan fiskal yang kini dijalankan oleh pemerintahan Prabowo, yakni kebijakan fiskal ekspansif yang berorientasi pada pertumbuhan inklusif dan pemerataan pembangunan. Melalui pendekatan ini, pemerintah memperluas ruang fiskal untuk menggerakkan ekonomi daerah dan memperkuat sektor riil tanpa mengorbankan stabilitas makroekonomi.

 

Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, menilai bahwa kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah menunjukkan keberpihakan nyata terhadap masyarakat kecil dan daerah. Ia berpendapat bahwa desain fiskal pemerintahan Prabowo mencerminkan ideologi pembangunan yang berpihak pada rakyat, dengan fokus utama pada penguatan sektor-sektor riil seperti ketahanan pangan, koperasi desa, dan usaha mikro, kecil, serta menengah (UMKM).

 

Pandangan tersebut mempertegas bahwa optimalisasi aset negara melalui Danantara tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian integral dari desain besar pembangunan nasional. Ketika aset negara dikelola secara produktif, hasilnya akan memperkuat APBN dan memberikan ruang lebih luas bagi pemerintah untuk memperluas program kesejahteraan masyarakat.

 

Selain itu, Danantara juga diharapkan mampu menjadi katalis bagi pemerataan ekonomi antarwilayah. Melalui strategi investasi yang terarah, aset-aset di daerah dapat diberdayakan untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pendekatan ini sejalan dengan semangat pemerataan pembangunan yang menjadi prioritas utama pemerintahan saat ini, yaitu membangun dari pinggiran, memperkuat ekonomi rakyat, dan mengurangi ketimpangan antarwilayah.

 

Dengan skala aset yang begitu besar, Danantara tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pengelola investasi, tetapi juga sebagai simbol efisiensi dan kemandirian ekonomi nasional. Penguatan struktur fiskal melalui optimalisasi aset negara merupakan langkah strategis untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan keberlanjutan ekonomi.

 

Kini, Danantara menjadi bukti nyata bahwa Indonesia tengah menapaki jalur baru menuju pertumbuhan fiskal yang positif dan kedaulatan ekonomi yang sejati. Melalui kebijakan fiskal yang berpihak, tata kelola yang transparan, serta pengelolaan aset yang produktif, pemerintah berupaya memastikan bahwa seluruh kekayaan bangsa bekerja untuk kepentingan rakyat.

 

Dengan semangat kolaborasi antara negara, dunia usaha, dan masyarakat, Danantara menjadi simbol bahwa aset bangsa bukan untuk dijual, melainkan untuk dikelola, dikembangkan, dan dikembalikan manfaatnya bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

*) Pemerhati ekonomi

 

 

 

[ed]

Related Stories