Danantara Tegaskan Penghapusan Tantiem untuk Efisiensi Nasional
Oleh: Yudhistira Mahendra
Pemerintah menegaskan komitmen kuat untuk memperbaiki tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui kebijakan yang dianggap fundamental. Presiden Prabowo Subianto menilai pengelolaan BUMN sebelumnya masih menghadapi berbagai tantangan dalam penerapan logika bisnis yang sehat.
Terdapat sejumlah perusahaan yang merugi karena struktur komisaris yang dinilai berlebihan. Situasi inilah yang kemudian melatarbelakangi keputusan Presiden untuk memangkas jumlah komisaris serta menghapus praktik pemberian tantiem yang selama ini dinilai membebani keuangan negara tanpa menghasilkan nilai tambah.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa kebijakan baru yang dilaksanakan melalui Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia merupakan langkah serius untuk menata ulang struktur remunerasi.
Menurut Presiden, BUMN harus menjadi pilar ekonomi nasional yang dikelola secara efisien dan profesional. Seluruh aset yang berada di bawah pengelolaan perusahaan negara seharusnya memberikan kontribusi signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bukan menjadi beban akibat tata kelola yang belum optimal.
Tantiem selama ini dipahami sebagai bagian dari keuntungan perusahaan yang diberikan kepada dewan komisaris maupun direksi sebagai bentuk penghargaan. namun dalam praktiknya, pemberian tantiem kadang masih dilakukan meski perusahaan menghadapi tekanan keuangan.
Presiden menilai sistem seperti itu tidak adil bagi negara maupun masyarakat, sehingga harus dihentikan. Presiden Prabowo menilai istilah asing seperti tantiem seringkali menyamarkan besarnya beban yang ditimbulkan agar publik tidak memahami besarnya beban yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut.
Langkah penghapusan tantiem ini direspons oleh Danantara melalui kebijakan resmi yang tertuang dalam Surat S-063/DI-BP/VII/2025. Aturan tersebut melarang dewan komisaris BUMN dan anak usahanya menerima tantiem, insentif kinerja, maupun bentuk insentif jangka panjang lainnya. Mulai tahun buku 2025, ketentuan ini berlaku bagi seluruh portofolio BUMN yang berada di bawah pengawasan Danantara.
CEO Danantara, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa kebijakan ini diperkirakan mampu menghemat hingga Rp8 triliun setiap tahun. Angka tersebut akan sangat berarti dalam mendukung efisiensi sekaligus memperkuat daya saing BUMN di tengah persaingan global.
Rosan juga menjelaskan bahwa kebijakan tersebut bukanlah bentuk pemangkasan hak, melainkan upaya penyelarasan dengan praktik tata kelola perusahaan yang sehat. Komisaris tetap akan memperoleh honorarium bulanan yang layak sesuai dengan tanggung jawab dan kontribusi mereka, namun tidak lagi diberikan kompensasi berbasis laba perusahaan. Dengan demikian, peran komisaris akan kembali pada fungsi utamanya, yaitu melakukan pengawasan yang independen dan objektif.
Prinsip serupa juga tercantum dalam pedoman internasional OECD mengenai tata kelola perusahaan milik negara. Dalam pedoman tersebut ditegaskan bahwa komisaris sebaiknya tidak menerima insentif berbasis laba agar independensinya tidak terganggu. Kebijakan Danantara dengan demikian sejalan dengan standar global dan memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk menegakkan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta efisiensi.
Selain efisiensi, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap BUMN. Presiden Prabowo menilai bahwa BUMN adalah milik rakyat, sehingga pengelolaannya harus mencerminkan kepentingan publik. Reformasi tata kelola melalui penghapusan tantiem menjadi salah satu bentuk komitmen agar perusahaan negara benar-benar dikelola untuk memberikan manfaat nyata.
Ekonom senior, Piter Abdullah, menilai langkah ini merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah ingin mengakhiri praktik simbolik yang selama ini membebani perusahaan negara. Ia mengingatkan bahwa dalam banyak kasus, nilai tantiem yang diterima komisaris mencapai angka yang fantastis.
Piter memperkirakan, jika dihitung secara nasional, potensi penghematan dari penghapusan tantiem bisa mencapai triliunan rupiah setiap tahun. Dana sebesar itu, menurutnya, lebih bermanfaat bila dialihkan untuk mendukung transformasi bisnis, riset, maupun peningkatan layanan publik. Baginya, kebijakan ini bukan hanya soal efisiensi anggaran, melainkan juga penataan ulang prioritas pembangunan ekonomi.
Rosan Roeslani menambahkan bahwa reformasi ini merupakan bagian dari agenda besar Danantara untuk menata keseluruhan sistem remunerasi di BUMN. Tujuan akhirnya adalah menciptakan struktur yang lebih adil, berkelanjutan, serta sesuai dengan standar tata kelola internasional. Ia menegaskan bahwa efisiensi tidak berarti menurunkan kualitas, melainkan justru memperkuat fondasi agar BUMN mampu bersaing di pasar global dengan sistem yang lebih sehat.
Langkah penghapusan tantiem juga menjadi fase lanjutan dari agenda restrukturisasi besar-besaran BUMN yang telah dimulai sejak tahap inbreng dan konsolidasi. Pemerintah ingin memastikan bahwa transformasi BUMN tidak hanya berhenti pada penggabungan entitas usaha, tetapi juga menyentuh aspek fundamental seperti remunerasi dan tata kelola.
Keputusan ini mencerminkan keberanian politik pemerintah untuk menata kembali sektor strategis negara. Kebijakan yang diambil melalui Danantara bukanlah kebijakan instan, melainkan strategi jangka panjang untuk memperbaiki wajah BUMN di mata publik. Reformasi ini menandai era baru di mana perusahaan negara dituntut untuk benar-benar bekerja demi kepentingan nasional, bukan sekadar memenuhi kepentingan segelintir elit.
Dengan reformasi ini, pemerintah mengirimkan pesan yang jelas bahwa era pemborosan dan kompensasi yang tidak relevan telah berakhir. Ke depan, BUMN diharapkan mampu berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional sekaligus memperkuat fondasi kesejahteraan rakyat.
)* Pengamat Kebijakan Publik