Hilirisasi Bukan Sekadar Pabrik, Tapi Masa Depan Ekonomi Indonesia
Jakarta — Pemerintah menegaskan bahwa hilirisasi bukan hanya soal membangun pabrik atau melarang ekspor bahan mentah, tetapi merupakan strategi besar untuk menciptakan nilai tambah, membuka lapangan kerja, dan mewujudkan kemandirian ekonomi nasional.
Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menyatakan hilirisasi yang berkelanjutan bisa terjadi saat ekosistem investasi sehat dan keberpihakan pada pengusaha lokal.
Dalam berbagai kunjungannya ke berbagai kawasan industri menunjukkan bahwa membangun pabrik saja tidak cukup.
“Pertanyaannya: siapa yang memiliki nilai tambahnya? Apakah hanya perusahaan asing yang menikmati margin tinggi, atau ada partisipasi aktif anak bangsa dalam supply chain?” ujarnya.
Sona menegaskan bahwa hilirisasi sedang diupayakan membuka lapangan kerja lokal, melibatkan UKM dalam rantai pasok, dan mendorong pengusaha Indonesia naik kelas lewat kemitraan.
“Investasi yang kita kejar bukan yang cepat, tapi yang tumbuh bersama ekosistem lokal,” katanya.
Menurutnya, Pemerintah hari ini memiliki peran ganda, yakni menarik investasi masuk, sekaligus memastikan bahwa investasi tersebut berdampak nyata bagi pembangunan nasional.
Sona berpesan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada sektor mineral, tetapi juga digital, pertanian, farmasi, hingga kreatif.
“Itulah hilirisasi berkelanjutan. Kita butuh kolaborasi lintas sektor, keberanian membangun, dan konsistensi menjaga arah,” pungkasnya.
Sona mengakui pernah berdiri di posisi founder melakukan pitching ke investor, mengejar break-even point, dan menghadapi kegagalan karena partner tidak transparan.
“Kini, saya berdiri di sisi kebijakan, dan pengalaman itu membuat saya sadar satu hal. Bahasa investor dan bahasa pemerintah sering berbeda. Dan tugas generasi muda di birokrasi seperti saya adalah menjembatani keduanya,” jelasnya.
Langkah konkret ini diperkuat melalui kerja sama antara Himpunan Kawasan Industri (HKI), Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Nota kesepahaman yang ditandatangani di Bandung disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana mengatakan kolaborasi ini mencakup penyelarasan kurikulum industri dengan kebutuhan dunia usaha, riset bersama untuk mempercepat hilirisasi, hingga peningkatan daya saing investasi.
“HKI berperan aktif sebagai jembatan antara sektor industri dan institusi pendidikan serta pemerintah, untuk menciptakan daya saing baru berbasis pengetahuan dan inovasi,” tuturnya.
Ma’ruf optimistis, percepatan perizinan dan sinergi kebijakan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam lima tahun ke depan.
[]