International Womens Day, Politisi Golkar Melli Darsa: Momentum Parpol Aksi Nyata Afirmasi Perempuan di Kursi Legislatif

-

Jakarta – Politisi Partai Golkar Melli Darsa menilai International Women’s Day menjadi momentum partai politik melindungi caleg perempuan dari pertarungan pasar bebas yang syarat dengan dugaan permainan kotor di Pilpres 2024.

Dorongan ini muncul di tengah kemungkinan banyaknya caleg perempuan berkualitas “hilang” dari daftar legislator terpilih periode mendatang.

“Sejarah perjuangan perempuan 1 abad lalu adalah hak untuk dapat memilih. Gerakan ini terus berevolusi sampai perempuan pun bisa di pilih. Tapi gerakan ini tidak boleh berhenti sampai disitu, gerakan ini harus sampai tahap ada kepastian perempuan intelektual dan berkualitas, duduk di legislatif. Dan ini jadi tanggungjawab penuh Parpol,”ujar Caleg Dapil III Jabar ini, Jumat, 8 Maret 2024.

Melli meminta pimpinan seluruh parpol politik membuka mata terhadap hambatan-hambatan yang di terima caleg perempuan selama proses kampanye.

Menurutnya, perempuan lebih berat tantanganya dari sisi psikologis, fisik dan materi. Belum lagi pandangan masyarakat yang sebagian masih patriarki dengan melihat laki-laki lebih pantas menjadi pemimpin ketimbang perempuan.

“Distorsi sosial politik budaya ini nyata dalam pertarungan politik di dapil. Ini saya alami, belum lagi dugaan permainan politik uang yang bisa menguatkan pandangan diatas untuk tidak memilih perempuan. Parpol jangan berdiam diri atau membiarkan perempuan sendiri melawan itu semua,” ujarnya.

Melli mengatakan parpol perlu melakukan intervensi dan kebijakan progresif untuk menyelamatkan caleg perempuan berkualitas.

Karena itu, di Independence women’s day ini, Melli sekali lagi menyuarakan perlunya tindakan afirmatif yang nyata dalam melindungi caleg perempuan. Pimpinan Parpol dapat membentuk tim untuk mengecek laporan atau dugaan kecurangan yang terjadi pada suara caleg perempuan.

“Ketika terbukti kecurangan, tim dari internal partai jangan bertindak berdasarkan perolehan suara semata sehingga menjadi Pengadilan Kalkulator, tapi pada penilaian adanya niat yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) yang menyebabkan kerugian pada caleg perempuan harus ditindak tegas,” tegasnnya.

Statemen Melli Darsa sejalan dengan pandangan Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah yang mengatakan partai politik harus punya sikap untuk mengawal suara perempuan pada pemilu legislatif 2024.

“Pemilu memang sudah selesai, tetapi tentu saja kalau nanti ditemukan dari internal partai justru mereka diganggu oleh suara laki-laki, partai harus membuat keputusan. Misalkan melakukan pergantian antar waktu. Karena kalau komitmen 30% afirmasi itu kemudian serius. Ini kan muncul di masyarakat seolah-olah perempuan cuma sekedar buat pelengkap saja, pelengkap dari partai politik karena wajib 30 persen,” ujar Ramdansyah.

Ramdansyah menjelaskan saat ini di pemungutan suara dihitung terjadi fenomena kapur barus.

“Kapur barus itu kalau hari pertama besar, lama-lama kecil-kecil. Nanti ketika di tingkat nasional itu jadi hilang, nah itu mulai banyak diteriakkan oleh perempuan. Tadi di kampus misalkan ada yang perempuan caleg misalkan suara kami hilang. Ketika di TPS dan dikumpulkan di PPK itu jumlahnya besar, tapi lama-lama makin mengecil itu pernyataan yang bersangkutan. Atau misalkan caleg Dapil 3 Jawa Barat, Melli Darsa, dia itu suaranya besar ketika di awal pungut hitung di tingkat kecamatan, lama-lama di tingkat penghitungan KPU Kabupaten Kota suaranya itu menghilang nah fenomena ini kemudian memunculkan isu bersama koalisi perempuan,” ujar Ramdansyah.

“Misalkan untuk kemudian membunyikan yang tidak berbunyi. Bagaimana sih kemudian apa yang harus dilakukan oleh perempuan ketika haknya hilang atau dilanggar. Apakah kemudian partai politik itu bisa membantu ketika di masa kekacauan pungut hitung,” imbuh Ramdansyah yang pernah menjabat sebagai Ketua Panwaslu Provinsi DKI Jakarta.

Karena jelas Ramdansyah, suaranya seperti kapur barus. Apa yang bisa dilakukan jangan-jangan mereka teriak, seperti koalisi perempuan, mereka dianggap sebagai aksesoris demokrasi

“Jangan-jangan yang namanya afirmasi perempuan 30% hanya lip service,” ujarnya.

Karena itu Ramdansyah meminta partai politik untuk berkomitmen mengawal afirmasi perempuan.

“Maka apa yang harus dilakukan oleh partai politik. Mereka ada mahkamah partai, itu bisa untuk mengecek apakah caleg perempuan dirugikan. Karena mahkamah partai tidak seperti MK, tanggal 20 Maret kemudian ada batas 3 hari kerja, kemudian dia harus lebih lengkap berkasnya. Kalau mahkamah partai kan ketika berjalan itu bisa kemudian melakukan penelitian, benar tidak terjadi kecurangan. Karena kalau afirmasi ini tidak dilakukan secara serius oleh partai akan membuktikan sinyalemen masyarakat partai tidak serius untuk menjadikan 30% afirmasi perempuan,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related Stories