Keterlibatan Jaksa Agung Bentuk Sinergitas Sukseskan Program Koperasi Desa Merah Putih
Oleh : Jodi Mahendra
Program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang digagas Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu inisiatif strategis pemerintah untuk memperkuat struktur ekonomi di tingkat desa. Program ini dirancang sebagai pusat kegiatan ekonomi desa yang terintegrasi dan multifungsi. Melalui pembentukan koperasi di 70.000 hingga 80.000 desa di seluruh Indonesia, pemerintah berharap dapat mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing masyarakat desa.
Setiap unit koperasi desa akan dibangun dengan berbagai fasilitas, seperti kantor koperasi, outlet sembako, layanan simpan pinjam, klinik dan apotek, gudang penyimpanan, serta sarana logistik berupa truk. Untuk mendukung pembangunannya, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3-5 miliar per koperasi. Selain menyediakan fasilitas ekonomi, koperasi ini juga ditugaskan menjadi rantai distribusi bahan pangan untuk mendukung program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG). Dengan konsep seperti ini, Kopdes Merah Putih diharapkan menjadi sentra pertumbuhan ekonomi desa yang mandiri dan inklusif.
Yang menjadi sorotan dalam pelaksanaan program ini adalah keterlibatan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya akan mendampingi koperasi desa sejak awal pembentukan hingga operasionalisasi. Pendampingan ini dilakukan untuk mencegah potensi penyimpangan, penyelewengan anggaran, serta menjamin bahwa seluruh dana yang digelontorkan oleh negara digunakan sebagaimana mestinya. Dengan adanya peran aktif dari Kejagung, pemerintah berupaya membangun kepercayaan publik dan menciptakan tata kelola program yang transparan dan akuntabel.
Jaksa Agung juga menekankan pentingnya sinergi antara penegakan hukum dan pembangunan nasional. Pendampingan hukum yang diberikan oleh Kejaksaan bukan sekadar mengawasi, tetapi juga bersifat edukatif dan preventif. Kejaksaan akan memberikan bimbingan hukum, sosialisasi, serta advokasi kepada para pengelola koperasi desa agar mereka dapat memahami regulasi yang berlaku dan menghindari tindakan yang bisa berujung pada masalah hukum. Ini menjadi pendekatan baru dalam sistem pembangunan nasional di mana aparat hukum tidak hanya menjadi pengadil, tapi juga mitra pembangunan.
Sementara Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya meminta pengawasan, pendampingan hukum, dan mitigasi risiko untuk Koperasi Merah Putih. Menurut dia, kerja sama dari Kejagung penting karena program itu menyangkut seluruh desa di Indonesia. Di sisi lain, keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada aspek penegakan hukum, tetapi juga pada sinergi antar lembaga pemerintahan.
Untuk itu, pemerintah telah membentuk satuan tugas (Satgas) khusus yang terdiri dari sejumlah kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi, dan Badan Gizi Nasional.
Dari sisi pembiayaan, pemerintah menggandeng Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mendukung pendanaan koperasi melalui mekanisme sindikasi perbankan. Bank-bank pelat merah seperti BRI, BNI, BTN, dan Mandiri akan menyediakan fasilitas kredit yang bisa dimanfaatkan koperasi desa untuk pengembangan usaha mereka. Dengan adanya dukungan perbankan, diharapkan koperasi desa tidak hanya mengandalkan dana hibah dari pemerintah, tetapi juga bisa tumbuh secara mandiri dengan mengakses sumber pembiayaan formal yang aman dan berkelanjutan.
Tak kalah penting adalah peran pemerintah daerah dalam menyukseskan program ini. Beberapa kepala daerah, seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, telah mengatakan komitmen penuh untuk mendukung pelaksanaan Kopdes Merah Putih. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota akan berperan dalam memfasilitasi sosialisasi, pembinaan, serta pengawasan di tingkat lokal. Dengan keterlibatan aktif dari pemerintah daerah, proses implementasi program ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi masing-masing desa.
Meskipun memiliki prospek yang menjanjikan, pelaksanaan program Kopdes Merah Putih juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kapasitas sumber daya manusia di desa yang masih terbatas, terutama dalam hal manajemen koperasi dan literasi keuangan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah merancang program pelatihan manajemen modern bagi para pengurus koperasi. Pelatihan ini mencakup aspek administrasi, akuntansi, perencanaan usaha, hingga pemanfaatan teknologi digital.
Aspek lainnya yang menjadi tantangan adalah memastikan keberlanjutan koperasi desa setelah program diluncurkan. Koperasi harus mampu menjadi entitas usaha yang mandiri, produktif, dan kompetitif. Oleh karena itu, penting bagi setiap koperasi memiliki rencana bisnis yang matang, strategi pemasaran yang jelas, serta kemitraan yang kuat dengan sektor swasta. Pemerintah juga mendorong agar koperasi dapat menjadi agregator produk-produk lokal dan membuka akses pasar yang lebih luas, baik di dalam negeri maupun internasional.
Secara keseluruhan, keterlibatan Kejaksaan Agung dalam program Koperasi Desa Merah Putih menunjukkan pendekatan kolaboratif pemerintah dalam membangun ekonomi desa. Perpaduan antara pengawasan hukum, dukungan pembiayaan, pelatihan manajerial, serta koordinasi lintas sektor diharapkan mampu mewujudkan koperasi desa sebagai kekuatan ekonomi baru. Jika program ini berjalan sesuai rencana, maka bukan tidak mungkin Kopdes Merah Putih akan menjadi model pemberdayaan masyarakat yang dapat direplikasi di berbagai negara berkembang lainnya.
Dengan pengawalan ketat dari Kejaksaan Agung dan sinergi yang kuat antar lembaga, pemerintah optimistis bahwa koperasi desa bukan hanya menjadi alat ekonomi, tetapi juga simbol kedaulatan rakyat dalam mengelola sumber daya secara mandiri dan berkeadilan.
)* Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan