Koperasi Desa, Pilar Pemerataan Ekonomi dan Ketahanan Pangan Nasional
Oleh : Putri Dewi Nathania
Koperasi desa menjadi ujung tombak membangun fondasi pemerataan ekonomi sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional. Peran koperasi tidak lagi menjalankan fungsi tradisional sebagai lembaga simpan pinjam, tetapi berkembang menjadi motor penggerak ekonomi produktif akar rumput. Melalui prinsip gotong royong, koperasi desa mendorong masyarakat mandiri secara ekonomi, memperkuat rantai pasok pangan, dan menciptakan kesejahteraan merata.
Dalam konteks pembangunan nasional, koperasi desa memainkan peran yang cukup strategis sebagai wadah untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi lokal. Pemerintah menempatkan lembaga ini sebagai instrumen utama dalam menggencarkan pemerataan ekonomi secara berkeadilan.
Melalui program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), negara berupaya untuk semakin memperpendek rantai distribusi, memperkuat posisi tawar petani dan nelayan, serta menciptakan lapangan kerja baru yang berbasis potensi daerah. Pendekatan ini bukan hanya mampu menstimulasi aktivitas ekonomi di desa saja, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional dengan memastikan distribusi hasil produksi berjalan efisien.
Kepala Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran) DPD RI, Sri Sundari, menegaskan koperasi adalah perwujudan amanat konstitusi dalam Pasal 33 UUD 1945. Ia memandang koperasi sebagai sarana strategis dalam membangun perekonomian yang berasaskan kebersamaan dan keadilan sosial.
Dalam pandangannya, Koperasi Merah Putih bukan hanya unit usaha ekonomi, tetapi juga gerakan sosial yang memperkuat persatuan nasional. DPD RI berkomitmen mendorong kebijakan yang aplikatif dan berkeadilan agar koperasi menjadi penopang ekonomi rakyat.
Program Koperasi Desa Merah Putih yang diatur melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 menargetkan pembentukan lebih dari 80.000 koperasi di seluruh desa dan kelurahan. Langkah tersebut mampu mempercepat transformasi ekonomi dari bawah ke atas, memperkuat daya saing daerah, serta menumbuhkan ketahanan pangan melalui sistem produksi dan distribusi yang terdesentralisasi. Dengan demikian, koperasi desa tidak hanya menggerakkan ekonomi lokal, tetapi juga membangun pondasi kedaulatan pangan yang tangguh.
Dari sisi akademisi, ekonom INDEF Fadhila Maulida menilai keberhasilan koperasi desa bergantung pada sejauh mana transformasi kelembagaan dilakukan secara menyeluruh. Menurutnya, koperasi harus beranjak dari pola administratif menuju institusi bisnis rakyat yang modern dan profesional.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia, akuntabilitas keuangan, dan digitalisasi menjadi langkah mutlak agar koperasi mampu bertahan di era persaingan global. Fadhila menekankan pentingnya adopsi teknologi digital dalam memperluas pasar, mengelola data keuangan, dan meningkatkan transparansi agar koperasi dapat dipercaya sebagai wadah ekonomi masyarakat desa.
Penguatan kapasitas juga perlu diimbangi dengan sistem pengawasan yang efektif. Nailul Huda dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menegaskan bahwa pengelolaan koperasi harus berorientasi pada pendekatan bottom-up, di mana masyarakat menjadi pengambil keputusan utama. Dengan cara tersebut, koperasi desa dapat benar-benar menjadi alat pemberdayaan ekonomi rakyat, bukan sekadar proyek administratif atau simbol kebijakan tanpa manfaat nyata.
Di sisi pemerintah, Henny Navilah dari Kementerian Koperasi dan UKM menjelaskan bahwa penguatan koperasi desa merupakan bagian integral dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Program tersebut menempatkan koperasi sebagai pilar utama pemberdayaan masyarakat dan pemerataan ekonomi daerah.
Pemerintah berkomitmen memberikan dukungan modal, pelatihan, serta pendampingan kelembagaan agar koperasi mampu berfungsi sebagai pusat aktivitas ekonomi desa. Melalui kolaborasi dengan BUMN pangan dan lembaga keuangan nasional, koperasi diharapkan dapat memperkuat cadangan pangan lokal dan menjaga stabilitas harga bahan pokok.
Secara lebih luas, koperasi desa memainkan dua fungsi penting dalam perekonomian nasional. Pertama, sebagai pilar pemerataan ekonomi, koperasi menciptakan lapangan kerja baru melalui diversifikasi usaha perdagangan, produksi, dan jasa.
Petani dan nelayan memperoleh akses pasar yang lebih luas karena produk mereka dijual secara kolektif dengan harga yang layak. Akses permodalan juga semakin terbuka melalui layanan simpan pinjam yang inklusif, sehingga masyarakat desa dapat mengembangkan usaha tanpa harus bergantung pada rentenir. Selain itu, koperasi berperan sebagai pusat edukasi ekonomi yang memperkuat kemampuan manajerial dan kewirausahaan anggota.
Kedua, koperasi desa berperan sebagai penjaga ketahanan pangan nasional. Melalui penyediaan sarana produksi pertanian, koperasi memastikan ketersediaan benih, pupuk, dan alat pertanian dengan harga terjangkau.
Fungsi penyerapan hasil panen membantu petani menghindari kerugian akibat fluktuasi harga dan tengkulak. Pembangunan gudang dan cold storage memperkuat cadangan pangan lokal serta menjaga stabilitas pasokan sepanjang tahun. Bahkan, melalui kerja sama dengan BULOG dan BUMN pangan lainnya, koperasi turut menyalurkan bahan pokok bersubsidi ke masyarakat secara lebih efisien dan transparan.
Gerakan koperasi desa mencerminkan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Di tengah tantangan global seperti krisis pangan dan ketimpangan ekonomi, koperasi hadir sebagai solusi nyata yang berpihak pada rakyat. Kemandirian ekonomi lokal yang tumbuh melalui koperasi akan memperkuat ketahanan nasional secara menyeluruh, baik di bidang pangan, sosial, maupun ekonomi.
Koperasi desa bukan sekadar entitas ekonomi, tetapi representasi dari cita-cita kemandirian bangsa. Dengan dukungan kebijakan yang berkelanjutan dan partisipasi masyarakat yang kuat, koperasi desa akan terus menjadi pilar kokoh dalam mewujudkan pemerataan ekonomi dan ketahanan pangan nasional yang berkeadilan. (*)
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Media Perkasa


