Mengapresiasi Sosialisasi KUHP Baru di Ternate
Oleh: Hidayat Z. (Kontributor Senior Lembaga Media Saptalika)
Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) usai rancangannya disahkan oleh DPR RI pada 6 Desember 2022.
Berdasarkan salinan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Presiden Jokowi menandatangani beleid ini pada 2 Januari 2023. KUHP terbaru itu terdiri dari 37 bab, 624 pasal, dan 345 halaman. Kemudian, KUHP juga terbagi dalam dua bagian yaitu bagian pasal dan penjelasan.
Sedangkan sosialisasi KUHP baru bertujuan untuk pengetahuan peserta akan ditransformasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat mendapat pengetahuan yang baik. Hal tersebut tentu saja patut diapresiasi.
KUHP terbaru akan diberlakukan tiga tahun kemudian sejak disahkan. Kemenkumham maupun stakeholder terkait lainnya akan membentuk tim untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam masa transisi itu. Salah satunya sosialisasi KUHP baru yang dilaksanakan di Ternate, 30 Januari 2023.
Hadir dalam sosialisasi tersebut Plt Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Dr. Dhahana Putra., Bc.IP., S.H., M.Si.), Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof Marcus Priyo Gunarto, dan Pakar Hukum sekaligus Ketua Senat Akademik Fakultas Hukum UI, Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H.
Dr. Dhahana Putra mengatakan bahwa KUHP Kolonial Belanda atau WvS, sudah lama digunakan yakni sejak 1918, padahal memang Indonesia dijajah oleh Belanda 3 setengah abad. Artinya cukup lama Belanda menerapkan WvS, sejak 1885.
Terdapat lima misi dari KUHP baru yaitu pertama rekodifikasi terbuka, kedua adalah harmonisasi, dimana saat Indonesia memiliki komitmen terkait hak asasi manusia. Sedangkan, ketiga adalah modernisasi, keempat aktualisasi. Selanjutnya Demokratisasi ini pun juga hal yang sangat penting untuk keseimbangan antara moralitas individual, sosial.
Selain itu, KUHP menjadi suatu informasi yang harus dipahami. KUHP cukup menarik karena ada karya Mulyatno dan karya Soesilo. Ada berapa misi KUHP yakni rekodifikasi, harmonisasi, modernisasi, aktualisasi, dan modernisasi. Perubahan paradigma hukuman akan mengurangi over capacity di Lapas melalui pendekatan pembinaan atau denda, tidak sekedar hukuman pidana.
Terdapat sejumlah perbedaan antara KUHP nasional dengan KUHP versi Belanda atau WvS. Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum yang merupakan Pakar Hukum Pidana UGM menerangkan bahwa ada banyak keunggulan KUHP Nasional jika dibandingkan dengan KUHP lama buatan Belanda.
Perubahan yang paling mendasar terletak di Buku I, karena ada perubahan paradigma tentang pidana yang merupakan alat untuk mencapai tujuan, sehingga semua akan mengubah konteks peradilan pidana. Selain itu, KUHP nasional bertitik tolak dari asas keseimbangan. Dalam konteks perlindungan, pidana mengatur atau membatasi kesewenang-wenangan penguasa hingga warga masyarakat yang main hakim sendiri. Salah satu contohnya adalah mengenai kohabitasi, ada masyarakat yang meyakini kohabitasi dilarang, tetapi ada kelompok masyarakat tertentu yang masih melakukan. Kemudian ada juga di kelompok masyarakat lain yang melakukan main hakim sendiri dengan penggerebekan. Ketika itu ditentukan sebagai delik aduan, dibatasi siapa yang berhak mengajukan aduan, dan hal itu menjadi jalan tengah.
Terkait hukum adat, Prof Marcus menjelaskan bahwa, delik adat atau hukum pidana adat itu merupakan ciri khas hukum pidana bangsa Indonesia sebetulnya. Meskipun hukum adat berbeda beda, tetapi kita tetap satu. Maka perbedaan dari daerah satu dengan daerah yang lain itu itu harus diakui, maka pilihan kita adalah kalau begitu delik adat harus masuk dalam sistem hukum pidana nasional.
Prof Marcus juga menambahkan, hal baru yang perlu dicatat terkait perbuatan corporate crime liability adalah tidak hanya dibebankan oleh mereka yang masuk pada struktur korporasi tapi meliputi juga diluar korporasi yang mendapat keuntungan atau ikut mengendalikan korporasi.
Dr. Surastini Fitriasih., S.H., M.H. mengatakan, KUHP baru ini memiliki beberapa keunggulan, salah satunya yang paling kasat mata adalah karena ini menggunakan bahasa Indonesia. Berbeda dengan WvS yang aslinya itu adalah berbahasa Belanda Kemudian banyak dilakukan penerjemahan penerjemahan yang tentunya sedikit banyak ada penafsiran dari masing masing penerjemah.
Perbedaan lainnya yaitu KUHP Baru ini bertitik tolak dari asas keseimbangan dan merupakan rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas, Kemudian juga KUHP baru buatan anak bangsa ini memuat berbagai inovasi terkait dengan pidana dan pemidanaan. Sedangkan inovasi pidana dan pemidanaan dalam KUHP baru terdapat tujuan pemidanaan, kemudian pedoman pemidanaan, double track system kategori jenis pidana dan tindakan kemudian kategori pidana dan tindakan untuk dewasa, anak dan korporasi, serta pemaafan, peradilan atau yudisial pardon.
KUHP baru merupakan beleid yang tidak hanya memberikan ketegasan, tetapi juga keadilan hukum di Indonesia. Salah satunya adalah adanya alternatif sanksi bagi pelaku pelanggaran tindak pidana. Keunggulan dari KUHP terbaru adalah adanya alternatif-alternatif sanksi. Pidana penjara bisa diganti pidana denda, pidana denda bisa diganti dengan pengawasan atau kerja sosial. Pembaharuan dalam KUHP sudah sangat sesuai dengan budaya majemuk Indonesia, sehingga cukup heran jika masih ada pihak-pihak yang menolaknya. Maka dari itu, diharapkan sosialisasi-sosialisasi yang dilaksanakan oleh pemerintah bisa mengubah kesalahan berpikir publik dan memahami betul urgensi penerapan KUHP baru bagi kelangsungan hukum yang berkeadilan di Tanah Air tercinta.