Mengelola Keberagaman dengan Toleransi: Kunci Harmoni Dalam Kehidupan Berbangsa
Oleh : Pujiastuti (Pemerhati Kerukunan Umat)
Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman luar biasa, baik dalam hal suku, adat, maupun agama. Keragaman ini adalah anugerah yang menjadi ciri khas bangsa kita. Namun, di balik keberagaman ini, terdapat potensi ancaman yang perlu diwaspadai, yaitu munculnya konflik akibat pemaksaan kehendak dari kelompok tertentu yang ingin semua pihak mengikuti pandangan atau tafsir mereka.
Di sinilah pentingnya sikap toleransi dalam menjaga kerukunan hidup bermasyarakat, khususnya menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.
Toleransi adalah sikap menghormati dan menghargai perbedaan yang ada di sekitar kita. Dengan toleransi, kita dapat hidup berdampingan secara damai meskipun memiliki pandangan, keyakinan, atau kebiasaan yang berbeda. Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, pernah menjelaskan bahwa ada lima tingkatan toleransi yang dapat dijadikan panduan dalam kehidupan bermasyarakat.
Langkah pertama adalah menyadari adanya perbedaan. Kesadaran ini membantu kita menerima bahwa Indonesia adalah rumah bagi berbagai macam suku, agama, budaya, dan bahasa. Kesadaran akan keberagaman ini mencegah kita memaksakan pandangan tertentu kepada orang lain.
Langkah kedua adalah bersedia mempelajari dan memahami perbedaan. Gesekan sosial sering kali muncul akibat ketidaktahuan atau kesalahpahaman. Dengan mempelajari dan memahami perbedaan, kita dapat menghindari prasangka buruk terhadap pihak lain. Setelah itu, langkah berikutnya adalah menghormati pilihan dan keyakinan orang lain.
Menghormati tidak berarti harus setuju, melainkan menerima bahwa setiap individu memiliki hak atas pilihannya sendiri. Langkah keempat adalah memfasilitasi mereka yang berbeda. Toleransi tidak hanya berhenti pada penghormatan, tetapi juga mendukung atau setidaknya tidak menghambat orang lain dalam menjalankan keyakinan dan tradisinya. Tingkatan tertinggi adalah bersinergi, di mana semua pihak berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama tanpa mempermasalahkan perbedaan.
Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, suasana khas Natal mulai terasa, baik di pusat perbelanjaan maupun di tempat kerja. Dekorasi pohon Natal, lagu-lagu bertema Natal, serta aksesori khas Natal sering kali menjadi simbol perayaan. Di samping itu, ucapan selamat Natal dan Tahun Baru menjadi bentuk penghormatan kepada umat Kristiani yang merayakannya.
Namun, tidak semua orang memiliki pandangan yang sama terkait hal ini. Ada sebagian individu atau kelompok yang merasa bahwa penggunaan aksesori Natal atau pemberian ucapan selamat tidak sesuai dengan keyakinan mereka. Hal ini sering kali menjadi perdebatan yang, jika tidak dikelola dengan baik, dapat memicu konflik.
Dengan memahami tingkatan toleransi, kita dapat mengelola perbedaan sikap ini secara bijaksana. Mereka yang merasa tidak nyaman dengan penggunaan aksesori atau pemberian ucapan dapat memilih untuk tidak melakukannya tanpa perlu menghakimi pihak lain yang melakukannya. Sebaliknya, mereka yang mendukung tradisi ini juga sebaiknya tidak memaksakan pandangannya kepada orang lain. Sikap saling menghormati ini akan menciptakan suasana damai yang mendukung harmoni sosial.
Wali Kota Jambi terpilih periode 2024-2025, Dr. dr. Maulana MKM mengatakan semangat Natal penting untuk mempererat keharmonisan dalam masyarakat, dan menjaga toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Maulana berharap semangat Natal dapat memperkuat persatuan masyarakat dalam menghadapi tantangan.
Toleransi bukan hanya soal memahami atau menghormati perbedaan, tetapi juga soal menciptakan harmoni dalam keberagaman. Sikap toleransi dapat mencegah gesekan yang tidak perlu dan membantu menjaga stabilitas sosial, terutama di momen-momen penting seperti Natal dan Tahun Baru. Toleransi juga mengajarkan kita untuk fokus pada esensi perayaan, yaitu kebahagiaan, kasih sayang, dan rasa syukur. Dengan begitu, perbedaan yang ada tidak lagi menjadi penghalang, melainkan menjadi kekayaan yang memperindah kehidupan bermasyarakat.
Meski penting, mewujudkan sikap toleransi bukanlah hal yang mudah. Masih ada tantangan berupa prasangka dan stereotip yang sering kali menjadi pemicu konflik. Ketidaktahuan juga menjadi sumber kesalahpahaman, ditambah dengan provokasi dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang sengaja memanfaatkan perbedaan untuk memecah belah masyarakat.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan peran aktif semua pihak, termasuk pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat umum. Pendidikan toleransi sejak dini juga penting agar generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang menghargai keberagaman.
Natal dan Tahun Baru dapat dijadikan sebagai momentum untuk memperkuat sikap toleransi. Langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan dialog antaragama agar kita dapat saling berbagi pandangan dan memperkuat pemahaman terhadap keyakinan masing-masing.
Selain itu, mengadakan kegiatan bersama seperti kerja bakti atau acara kebersamaan dapat menjadi sarana untuk mempererat hubungan antarkelompok. Masyarakat juga perlu lebih bijak dalam menyaring informasi, terutama yang berpotensi memecah belah. Hal sederhana seperti memberikan ruang kepada umat Kristiani untuk merayakan Natal dengan damai sudah merupakan bentuk toleransi yang besar.
Sikap toleransi adalah kunci untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, terutama di tengah keberagaman yang ada di Indonesia. Menjelang Natal dan Tahun Baru, mari kita jadikan momen ini sebagai ajang untuk memperkuat sikap toleransi dan harmoni. Dengan saling menghormati dan menghargai perbedaan, kita dapat menciptakan masyarakat yang damai, rukun, dan bersatu. Karena pada akhirnya, keberagaman adalah kekuatan, bukan kelemahan.