Menolak Sistem Khilafah yang Tidak Mencerminkan Ajaran Agama dan Merusak Persatuan
Oleh : Ridwan Putra Khalan
Sistem khilafah sejatinya justru sama sekali tidak mencerminkan ajaran agama manapun, bahkan termasuk dalam Islam sendiri.
Maka sudah barang tentu hendaknya masyarakat bisa menyatukan pandangan untuk menolak adanya sistem dan konsep tersebut lantaran memang sangat merusak persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Konsep khilafah merupakan sebuah konsep yang sangat bertentangan dengan NKRI. Bagaimana tidak, pasalnya konsep tersebut sangat mampu untuk menimbulkan benturan antarkelompok di Tanah Air dan juga mengancam keberlangsungan NKRI sebagai hasil konsensus nasional yang telah digagas oleh para pendiri bangsa.
Terkait dengan penjelasan pada konsep khilafah, Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Prof. Dr. M Atho Mudzar menjelaskan bahwa para pendukung konsep khilafah itu cenderung memiliki sifat yang puritan, yakni cenderung merasa dirinya yang paling benar sendiri dan juga suka untuk menyalahkan orang lain yang memiliki pandangan berbeda, sehingga sangat berpotensi untuk mengganggu bahkan merusak tatanan kerukunan antarsesama warga bangsa.
Perlu diketahui bahwa khilafah adalah sebuah gerakan keagamaan yang dipahami sebagai konsep tentang kenegaraan yang berdasarkan pada syariat Islam dan juga para pemimpin dari konsep tersebut disebut dengan sebutan Khalifah.
Dalam konsep itu sendiri mengandaikan bahwa seluruh dunia Islam akan disatukan ke dalam satu sistem saja, yakni kekhalifahan atau pemerintahan yang tunggal. Mereka juga mengklaim bukanlah sebuah sistem yang demokrasi, melainkan menerapkan sistem Ahlul Halli wal Aqdli.
Maka dari itu, lantaran konsep khilafah memang sangat berpotensi untuk merusak dan mengganggu persatuan serta kesatuan NKRI, maka dalam Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang digelar langsung oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), bahwa pihaknya sangat tegas menyatakan untuk menolak negara dengan sistem khilafah dan mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta adanya Piagam PBB.
Menanggapi hal tersebut, Aktivis Nahdlatul Ulama (NU), Yenny Wahid menjelaskan bahwa cita-cita untuk mendirikan kembali sebuah negara dengan sistem khilafah yang seolah-olah mampu dan dianggap bisa menyatukan umat Islam di seluruh dunia, sebenarnya itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya, dirinya menilai bahwa dalam kenyataannya, ketika dalam hubungan berhadap-hadapan dengan non-muslim justru mereka masih bersifat puritan.
Sehingga tentunya keberadaan sekelompok masyarakat yang masih menganggap bahwa seolah sistem khilafah ini adalah konsep yang benar untuk menggantikan tatanan negara, jelas sekali bukanlah hal yang pantas untuk diusahakan serta dijadikan sebuah aspirasi karena pada praktiknya justru menimbulkan perpecahan dan bukan justru menyatukan.
NU sendiri dengan tegas memiliki pandangan bahwa upaya untuk mendirikan sebuah negara seperti Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) hanya akan berakhir pada kekacuan dan justru semakin berlawanan dengan berbagai tujuan pokok dalam agama Islam termasuk dalam banyak agama lain. Padahal, sejatinya ajaran agama selalu menuntut umatnya untuk senantiasa menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga hingga menjaga harta.
Alih-alih akan mampu mendatangkan stabilitas dan mempersatukan umat Islam di seluruh dunia, Nahdlatul Ulama (NU) menegaskan bahwa justru dengan adanya konsep negara khilafah sangat bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok dalam agama, yang mana dinilai konsep khilafah ini adalah usaha yang mampu menimbulkan ketidakstabilan dan juga merusak keteraturan sosial politik.
Jadi tidak bisa dipungkiri lagi bahwa fakta dalam sejarah banyak menunjukkan kalau kekacauan karena perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan adanya penghancuran secara luas atas rumah ibadah, juga di dalamnya banyak menghilangkan nyawa manusia, kehancuran akhlak akan terjadi, termasuk merenggut keluarga dan harta benda.
Di sisi lain, NU sendiri menilai bahwa cara paling tepat untuk bisa mewujudkan kemashlahatan umat Islam di seluruh dunia adalah dengan terus memperkuat kesejahteraan dan kemashlahatan seluruh umat manusia, baik itu mereka yang merupakan seorang Muslim dan mereka yang non-muslim. Serta terus mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia dan anak cucu Adam.
Lebih lanjut, NU juga berpandangan bahwa Piagam PBB sejak awal memang dibentuk dengan tujuan untuk bisa mengakhiri adanya peperangan yang sangat amat merusak. Oleh karenanya Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa Piagam PBB dan PBB bisa menjadi dasar kokoh yang tersedia untuk mengembangkan fikih baru yang berguna untuk menegakkan masa depan peradaban yang damai dan harmonis.
Karenanya seluruh umat beragama di dunia, termasuk umat Islam sendiri mampu menempuh visi dan mengembangkan wacana yang baru terkait dengan upaya untuk terus hidup rukun berdampingan dengan setiap manusia. Sebuah ajaran yang mencegah adanya eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antargolongan, mendukung solidaritas dan saling menghargai perbedaan diantara manusia, budaya dan bangsa-bangsa di dunia. Hal tersebut jelas jauh lebih menyatupadukan seluruh umat Islan daripada masih berkutat dengan cita-cita pada konsep khilafah.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara