Organisasi Advokat Dukung RKUHAP Demi Penegakan Hukum Berkeadilan
Jakarta — Dukungan terhadap percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) semakin menguat. Sejumlah organisasi advokat nasional menyatakan komitmennya untuk mendorong RKUHAP segera disahkan demi memperkuat sistem hukum acara pidana yang lebih adil dan modern, seiring akan diberlakukannya KUHP baru pada 2026.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia (PERADI-SAI), Juniver Girsang, menyatakan bahwa seluruh organisasi advokat di Indonesia memiliki pandangan yang sama mengenai urgensi pengesahan RKUHAP. Menurutnya, tanpa pembaruan hukum acara, pelaksanaan KUHP baru yang telah disahkan tahun lalu tidak akan berjalan optimal.
“Seluruh organisasi advokat di Indonesia bersepakat dan menghimbau kepada Komisi III DPR dan pemerintah agar segera melanjutkan pembahasan RUU KUHAP ini karena sangat-sangat urgen,” ujar Juniver, di Jakarta.
Juniver menambahkan bahwa RKUHAP memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat, tidak hanya kepada tersangka tetapi juga kepada saksi. Dalam draf RKUHAP, saksi sudah dapat didampingi oleh penasihat hukum sejak tahap penyelidikan dan penyidikan, yang menurutnya dapat menjadi instrumen penting untuk mencegah potensi rekayasa kasus.
“Dengan RUU KUHAP, saksi sudah bisa didampingi oleh penasihat hukum sejak penyelidikan dan penyidikan. Ini mencegah adanya dugaan rekayasa kasus karena advokat sudah hadir dalam proses tersebut,” ucapnya.
Sementara itu, Juru Bicara Koalisi Advokat Progresif Indonesia (KAPI), Nasrul Saftiar Dongoran, menyoroti pentingnya revisi KUHAP sebagai momentum untuk menghadirkan sistem peradilan pidana yang lebih berpihak pada korban, terutama kelompok rentan seperti perempuan.
“Momentum revisi KUHAP ini harus menjadi upaya untuk mendekatkan akses pada keadilan (access to justice) kepada korban, dan terkhusus perempuan korban yang memiliki kerentanan berlapis saat berhadapan dengan hukum,” kata Nasrul.
Nasrul menekankan pentingnya pemberian ruang partisipatif bagi korban dalam proses hukum, termasuk usulan penambahan kewenangan bagi penuntut khusus dari kalangan advokat yang dapat mewakili korban dalam persidangan. Hal ini menurutnya relevan dalam kasus-kasus sensitif seperti kekerasan seksual dan pencemaran lingkungan, di mana korban seringkali tidak mendapatkan keadilan yang utuh.
Ia juga mendorong agar dalam RKUHAP dimasukkan pasal yang mengakui hak korban untuk didampingi oleh lembaga layanan atau organisasi masyarakat sipil serta perlindungan terhadap pendamping hukum.
“Termasuk mengatur larangan kriminalisasi terhadap pendamping serta jaminan perlindungan keamanan dan akses informasi,” tambahnya.
Senada dengan itu, Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Maqdir Ismail, menilai RKUHAP sebagai kesempatan emas untuk menghadirkan hukum acara pidana yang tidak hanya represif, tetapi juga menjunjung tinggi hak asasi manusia.
“Ini adalah kesempatan emas untuk membuat hukum acara pidana yang lebih modern, yang tidak hanya mengejar penindakan, tetapi juga menjamin keadilan dan melindungi hak asasi manusia,” ujar Maqdir.
Ia menyoroti praktik-praktik penyidikan yang kerap kali melampaui batas kewenangan hukum, serta pentingnya RKUHAP untuk menetapkan rambu-rambu yang jelas bagi aparat penegak hukum agar tidak bertindak sewenang-wenang.
“Selama ini, kita sering mendengar adanya keluhan tentang praktik-praktik yang melampaui batas dalam proses penyidikan. Oleh karena itu, RUU KUHAP harus memberikan rambu-rambu yang tegas agar aparat penegak hukum tidak bisa sewenang-wenang menggunakan wewenangnya. Hak-hak tersangka, termasuk hak untuk tidak ditahan tanpa alasan yang kuat, harus dihormati,” tegas Maqdir.
Dengan semakin solidnya dukungan dari berbagai organisasi advokat, pengesahan RKUHAP menjadi sinyal kuat bahwa reformasi sistem hukum acara pidana di Indonesia akan segera memasuki babak baru yang lebih berkeadilan, akuntabel, dan berpihak pada hak-hak warga negara.