Para Tokoh Adat Apresiasi Tindakan Terukur Aparat Demi Stabilitas Keamanan Papua

-

Para Tokoh Adat Apresiasi Tindakan Terukur Aparat Demi Stabilitas Keamanan Papua

Oleh : Abraham Weya

Satgas Gabungan TNI telah menunjukkan ketegasan yang presisi melalui operasi di dua titik strategis Papua, yakni Puncak Jaya dan Intan Jaya. Di Puncak Jaya, satuan gabungan berhasil melumpuhkan kelompok bersenjata yang selama ini mengganggu stabilitas keamanan. Sementara itu, di Intan Jaya, tindakan tegas terhadap kelompok separatis bersenjata yang dipimpin Bumi Walo Enumbi menunjukkan peningkatan kemampuan taktis dan koordinatif aparat keamanan. Keberhasilan ini bukan hanya berdampak pada aspek pertahanan, tetapi juga membuka ruang bagi pemulihan sosial dan percepatan pembangunan di wilayah yang selama ini terisolasi oleh konflik bersenjata.

 

 

 

Keberhasilan operasi gabungan TNI di dua wilayah strategis Papua, yakni Sugapa Lama dan Bambu Kuning, menjadi babak baru dalam upaya penegakan keamanan di kawasan yang selama ini kerap menjadi medan aksi kelompok bersenjata separatis. Penindakan terhadap OPM, termasuk tokoh kunci seperti Bumi Walo Enumbi, menunjukkan peningkatan efektivitas koordinasi militer dan kepekaan terhadap dinamika sosial kultural di wilayah tersebut.

 

 

 

Operasi yang digerakkan oleh satuan gabungan Yonif 500/SKT dan Den 1 Rajawali II bukan hanya berlandaskan pada kepentingan pertahanan semata. Ia juga merupakan bentuk perlindungan terhadap masyarakat sipil yang selama ini hidup dalam bayang-bayang intimidasi dan kekerasan. Berdasarkan pantauan drone serta komunikasi intelijen yang termonitor, potensi penyerangan terhadap fasilitas publik dan warga sipil telah berhasil digagalkan, menyelamatkan banyak nyawa dan memastikan kelanjutan pembangunan di wilayah rawan tersebut.

 

 

 

Tokoh Adat Suku Mee, Yonas Gobai, menegaskan aksi kekerasan yang dilakukan kelompok bersenjata telah mencederai nilai-nilai adat dan memicu penderitaan bagi masyarakat Papua sendiri. Ia menegaskan bahwa kekacauan yang ditimbulkan tidak lagi mencerminkan perjuangan, melainkan bentuk pelanggaran terhadap martabat kemanusiaan dan tatanan adat.

 

 

 

Senada dengan itu, Tokoh Adat Suku Asmat, Gabriel Kaipmako, menyampaikan bahwa konflik yang terus berlangsung telah menutup wajah asli Papua yang damai dan kaya budaya. Ia mengungkapkan keprihatinan terhadap informasi yang tidak sesuai kenyataan dan justru memecah belah masyarakat Papua, serta menyerukan agar masyarakat kembali memegang nilai-nilai luhur warisan leluhur.

 

 

 

Di sisi lain, pendekatan aparat dalam menjalankan tugasnya juga menunjukkan kematangan yang patut diapresiasi. Setelah berhasil menindak Bumi Walo Enumbi di Distrik Bibida, aparat bergerak cepat menjalin komunikasi dengan pemuka masyarakat setempat agar penanganan jenazah tetap sesuai nilai kemanusiaan dan budaya lokal. Langkah ini menegaskan bahwa penindakan yang dilakukan tidak lepas dari kesadaran akan pentingnya menjaga relasi sosial dengan masyarakat sipil.

 

 

 

Dandim 1705/Nabire, Letkol Inf Didik Kurniawan, menjelaskan bahwa operasi ini merupakan bagian dari upaya jangka panjang untuk menciptakan stabilitas di Intan Jaya dan sekitarnya. Ia menggarisbawahi bahwa keterlibatan satuan tempur dalam operasi tersebut tetap mempertimbangkan keselamatan warga sipil dan kehormatan nilai-nilai lokal. Keberhasilan ini disebutnya sebagai bentuk sinergi antara kejelian intelijen, kecepatan taktis, dan pendekatan kemanusiaan.

 

 

 

Sementara itu, Kapendam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Candra Kurniawan, menyatakan bahwa OPM telah merancang berbagai serangan yang dapat mengganggu ketertiban umum. Ia menegaskan bahwa keterlibatan aparat keamanan dalam operasi ini dilakukan secara profesional dan terukur, dengan tujuan utama untuk melindungi masyarakat dari ancaman kekerasan yang terorganisir.

 

 

 

Barang bukti yang diamankan dari lokasi kejadian memperlihatkan bahwa kelompok ini telah mempersenjatai diri dengan berbagai senjata api, amunisi, serta alat komunikasi canggih. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan bahwa aparat bertindak berdasarkan data dan ancaman nyata, bukan sekadar asumsi.

 

 

 

Di sisi masyarakat sipil, dukungan terhadap stabilitas terus menguat. Tokoh Pemuda Papua, Frederik Enumbi, menyatakan bahwa generasi muda Papua perlu menghindari ajakan yang menjerumuskan pada kekerasan. Ia mendorong agar pemuda lebih aktif terlibat dalam pembangunan dan pendidikan sebagai jalan untuk memajukan Papua secara bermartabat dan damai.

 

 

 

Keterlibatan para tokoh lokal dalam menjaga stabilitas Papua memberikan warna tersendiri dalam dinamika keamanan di wilayah tersebut. Dalam pandangan Tokoh Adat Puncak Jaya, Elius Wanimbo, kekerasan bersenjata yang selama ini terjadi justru menciptakan penderitaan bagi masyarakat adat sendiri. Ia menekankan bahwa pembangunan hanya bisa berlangsung bila keamanan benar-benar terjaga dan masyarakat merasa dilindungi.

 

 

 

Kekuatan narasi dari para tokoh lokal inilah yang kini menjadi penopang keberhasilan operasi di Puncak Jaya dan Intan Jaya. Aparat keamanan mendapatkan legitimasi sosial karena langkah-langkah yang diambil selaras dengan suara akar rumput. Ketika penegakan hukum sejalan dengan kehendak masyarakat, maka upaya menjaga keutuhan bangsa menjadi lebih kokoh dan berjangka panjang.

 

 

 

Dengan keberhasilan ini, ruang untuk pembangunan menjadi semakin terbuka. Pemerintah pusat dan daerah memiliki fondasi yang lebih kuat untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan dasar lainnya secara lebih menyeluruh di wilayah pegunungan Papua.

 

 

 

Langkah-langkah ke depan tentu membutuhkan konsistensi. Namun, dengan dukungan penuh dari tokoh adat, tokoh pemuda, dan masyarakat sipil, upaya menata Papua dalam suasana damai dan konstruktif akan terus menemukan jalannya. Ketegasan aparat, bila dipadukan dengan pendekatan kultural dan kebijakan pembangunan inklusif, menjadi kunci keberlanjutan masa depan Papua yang sejahtera.

 

 

 

)* Penulis Merupakan Mahasiswa Asal Papua di Surabaya

Related Stories