Pemerintah Berkomitmen Hapus Outsourcing Melalui Dewan Kesejahteraan Buruh

-

Pemerintah Berkomitmen Hapus Outsourcing Melalui Dewan Kesejahteraan Buruh

Oleh : Ninda Syifa

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat dalam memperbaiki kondisi ketenagakerjaan nasional dengan mengumumkan pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional (DKBN). Kebijakan ini merupakan respon konkret terhadap aspirasi buruh yang selama dua dekade terakhir menyoroti ketidakadilan dalam praktik outsourcing. Dalam peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025, Presiden Prabowo secara tegas menyampaikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam terhadap persoalan ketenagakerjaan yang mengancam martabat dan kesejahteraan pekerja Indonesia.

 

 

 

Pembentukan DKBN menjadi langkah strategis yang menunjukkan bahwa negara hadir dalam menjawab tantangan hubungan industrial. Dewan ini tidak hanya bersifat simbolik, melainkan memiliki mandat substantif untuk memberikan masukan langsung kepada Presiden terkait reformasi regulasi dan kebijakan ketenagakerjaan. Dengan menghimpun tokoh-tokoh buruh dari seluruh Indonesia, DKBN menjadi wadah representatif yang memperkuat posisi pekerja dalam pengambilan keputusan nasional.

 

 

 

Salah satu fokus utama DKBN adalah mendalami dan memformulasikan mekanisme transisi yang tepat dalam penghapusan sistem outsourcing. Praktik alih daya selama ini kerap memunculkan kerentanan status kerja, upah rendah, dan ketiadaan jaminan sosial bagi para pekerja. Meski di satu sisi dianggap memberi fleksibilitas kepada dunia usaha, dalam praktiknya outsourcing lebih banyak menguntungkan pemilik modal ketimbang pekerja. Pemerintah menyadari hal ini dan berusaha mengedepankan keadilan sosial tanpa mengabaikan kebutuhan menjaga iklim investasi yang sehat.

 

 

 

Presiden Prabowo menegaskan kebijakan penghapusan outsourcing harus dilaksanakan secara realistis dan bertahap. Pemerintah tidak ingin kebijakan ini justru berdampak kontraproduktif terhadap stabilitas ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, keberadaan DKBN menjadi penting untuk merancang tahapan yang terukur dan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, dan ekonomi secara menyeluruh. Pemerintah juga menyadari bahwa perubahan regulasi ketenagakerjaan membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pengusaha, pekerja, dan negara.

 

 

 

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli telah mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah melakukan serangkaian dialog dengan serikat pekerja dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebagai langkah awal pembentukan DKBN. Upaya ini dilakukan agar pembentukan dewan tersebut benar-benar berbasis aspirasi lapangan dan menjawab kebutuhan riil pekerja serta pelaku usaha. Selain itu, rencana ini juga akan dikonsultasikan melalui Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional dan Dewan Pengupahan Nasional untuk menjamin kesesuaian dengan kerangka kebijakan nasional yang ada.

 

 

 

Yassierli menyatakan bahwa penghapusan outsourcing merupakan tuntutan yang telah lama digaungkan pekerja dan sering kali menjadi sumber ketimpangan relasi industrial. Oleh sebab itu, pembentukan DKBN diharapkan dapat menjadi momentum strategis untuk merumuskan kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan. Pemerintah juga membuka ruang seluas-luasnya bagi dialog sosial agar kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan kepentingan bersama, bukan kepentingan sepihak.

 

 

 

Langkah Presiden Prabowo dalam membentuk DKBN juga disertai dengan inisiatif lain untuk memperkuat perlindungan pekerja. Pemerintah akan membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) guna mencegah praktik PHK sepihak yang merugikan pekerja. Selain itu, pemerintah berkomitmen mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, serta perlindungan untuk pekerja laut dan sektor perikanan. Keseluruhan kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah berupaya menciptakan sistem ketenagakerjaan yang lebih manusiawi dan berkeadilan.

 

 

 

Komitmen pemerintah ini mendapat sambutan positif dari berbagai elemen gerakan buruh. Dengan keterlibatan langsung para tokoh pekerja dalam DKBN, diharapkan arah kebijakan ketenagakerjaan tidak lagi bersifat top-down, tetapi lahir dari proses partisipatif yang menjunjung nilai demokrasi ekonomi. Pemerintah berupaya memutus mata rantai eksploitasi dalam hubungan kerja, yang selama ini tertanam dalam praktik outsourcing yang minim perlindungan hukum bagi buruh.

 

 

 

Dalam konteks global, langkah Indonesia untuk menghapus sistem outsourcing melalui mekanisme konsultatif dan kelembagaan seperti DKBN dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam mengelola isu ketenagakerjaan. Kebijakan ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam forum-forum ketenagakerjaan internasional seperti Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization), karena mencerminkan upaya serius negara dalam memajukan kerja layak dan pembangunan inklusif.

 

 

 

Ke depan, keberhasilan DKBN dalam merumuskan strategi penghapusan outsourcing dan reformasi ketenagakerjaan akan sangat ditentukan oleh komitmen politik dan konsistensi pelaksanaannya. Pemerintah harus memastikan bahwa hasil rekomendasi DKBN benar-benar diakomodasi dalam proses legislasi dan regulasi nasional. Tidak kalah penting, pengawasan terhadap implementasi di lapangan juga perlu diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

 

 

 

Penghapusan outsourcing bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan wujud keberpihakan negara kepada kelompok pekerja sebagai salah satu pilar utama pembangunan nasional. Dengan kebijakan ini, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo menunjukkan bahwa kesejahteraan buruh bukanlah sekadar janji kampanye, tetapi agenda strategis yang tengah diwujudkan secara nyata dan terukur. Narasi baru tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pun mulai mendapat bentuk, dimulai dari perlakuan yang layak dan bermartabat bagi para buruh.

 

 

 

)* Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik

Related Stories