Pemerintah Buka Saluran Tampung Kritik dan Penolakan Pasca Pengesahan KUHAP

-

Pemerintah Buka Saluran Tampung Kritik dan Penolakan Pasca Pengesahan KUHAP

Oleh: Riki Anggoro Pranata

Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) resmi disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengesahan ini menandai berakhirnya proses panjang yang dimulai dengan pembahasan dan masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, organisasi hak asasi manusia, dan kalangan akademisi.

 

Pengesahan KUHAP baru ini dilakukan setelah Ketua DPR, Puan Maharani, memimpin sidang yang mengonfirmasi persetujuan seluruh fraksi. Revisi KUHAP ini bertujuan untuk menyesuaikan sistem peradilan pidana Indonesia dengan perkembangan zaman, termasuk tantangan kejahatan lintas negara dan kejahatan siber.

 

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang hadir mewakili Presiden, menjelaskan bahwa pembaharuan ini sangat penting untuk menghadapi dinamika sosial dan teknologi informasi yang berkembang pesat dalam empat dekade terakhir. Selain itu, pengesahan ini juga dimaksudkan untuk mensinkronkan KUHAP dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan diterapkan pada awal tahun 2026.

 

Meskipun revisi ini mengandung pembaruan yang diharapkan dapat membawa sistem peradilan yang lebih adil dan modern, pengesahannya menimbulkan pro dan kontra. Pemerintah dan DPR, dalam hal ini, berusaha menjawab kritik tersebut dengan membuka ruang untuk dialog dan klarifikasi.

 

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menjelaskan bahwa sebagian besar masukan dari masyarakat sipil telah dimasukkan dalam revisi ini. Meskipun demikian, tentunya tidak semua kritik dapat diakomodasi, mengingat terdapat berbagai pertimbangan teknis dan politik yang harus diperhatikan dalam proses legislasi. Sebagian besar substansi dalam revisi ini justru berasal dari usulan masyarakat, dan bahwa upaya untuk memperbaiki sistem peradilan harus berjalan seiring dengan partisipasi publik yang aktif.

 

Sebagai langkah responsif terhadap kritik, Komisi III DPR memastikan akan membuka saluran komunikasi yang lebih luas dengan masyarakat, khususnya lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menentang revisi KUHAP. Komisi III DPR siap mengundang LSM yang keberatan untuk berdialog secara langsung. Pertemuan ini direncanakan akan disiarkan langsung di TV Parlemen, dengan tujuan untuk memberikan transparansi dan memberikan ruang bagi publik untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas terkait substansi dan proses pembahasan KUHAP baru.

 

Saluran dialog terbuka ini menjadi langkah penting dalam meredam ketegangan yang muncul pasca pengesahan RUU KUHAP. Pasalnya, dalam situasi yang melibatkan perubahan besar dalam sistem hukum, wajar jika berbagai kalangan menunjukkan respons yang beragam.

 

Akan tetapi, yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah dan DPR dapat memastikan bahwa setiap masukan yang datang dapat dipertimbangkan dengan bijaksana dan bahwa proses legislasi dilakukan secara transparan dan inklusif. Dengan adanya ruang dialog yang terbuka ini, diharapkan dapat meredakan kekhawatiran publik dan mengurangi potensi terjadinya aksi protes atau demonstrasi yang bisa mengganggu stabilitas sosial.

 

Pemerintah dan DPR menunjukkan komitmen untuk memberikan penjelasan yang lebih jelas kepada masyarakat terkait dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial. Salah satu contoh yang disoroti adalah soal penyadapan, yang menurut informasi yang beredar, dapat dilakukan tanpa izin pengadilan.

 

Namun, Komisi III DPR menegaskan bahwa penyadapan akan diatur dalam undang-undang khusus yang akan dibahas setelah pengesahan KUHAP, sehingga tidak ada kewenangan penyadapan yang diberikan tanpa pengawasan yudisial yang memadai. Ia juga menekankan bahwa segala bentuk tindakan paksa, seperti pemblokiran rekening dan penyitaan, harus mendapatkan persetujuan dari pengadilan.

 

Penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice (RJ) juga menjadi salah satu poin penting dalam revisi KUHAP. Mekanisme ini diharapkan dapat memberikan solusi alternatif dalam penyelesaian perkara pidana, terutama yang melibatkan pelaku dan korban yang memiliki hubungan emosional, seperti perkelahian remaja atau ujaran kebencian. Pendekatan RJ ini dianggap dapat mengurangi beban sistem peradilan dan memberikan kesempatan bagi para pihak untuk mencapai penyelesaian yang lebih manusiawi dan mengedepankan keadilan sosial.

 

Sebagai bagian dari upaya meredakan ketegangan, pemerintah melalui Komisi III DPR berencana menggelar dialog publik secara terbuka. Dialog ini bertujuan untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai substansi dan proses pengesahan KUHAP yang baru, serta memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan atau klarifikasi terkait dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial. Langkah ini diharapkan dapat mencegah misinformasi yang lebih lanjut dan memberi kesempatan bagi publik untuk lebih memahami revisi yang telah disahkan.

 

Secara keseluruhan, pemerintah dan DPR telah menunjukkan upaya yang signifikan untuk membuka ruang bagi dialog publik dan merespons kritik yang ada. Dengan langkah-langkah yang lebih transparan dan inklusif ini, diharapkan ketegangan yang muncul pasca pengesahan dapat diredakan, dan masyarakat dapat lebih menerima perubahan besar dalam sistem peradilan Indonesia. Selain itu, dengan adanya saluran untuk menampung kritik, pemerintah juga berharap dapat mencegah terjadinya aksi demo yang bisa mengganggu ketertiban umum..

 

)*Penulis Merupakan Pengamat Hukum

Related Stories