Pemerintah Pacu Swasembada Pangan dengan Optimalisasi Lahan
Oleh: Bara Winatha
Upaya mewujudkan swasembada pangan terus menjadi prioritas utama pemerintah Indonesia dalam menghadapi tantangan global dan domestik terkait ketahanan pangan. Berbagai strategi telah digulirkan, salah satunya adalah optimalisasi lahan suboptimal dan pengembangan komoditas perkebunan rakyat. Langkah ini dipandang sebagai solusi atas keterbatasan lahan produktif dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan yang berkelanjutan.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Puji Lestari, mengatakan bahwa komoditas perkebunan rakyat seperti kakao, kopi, dan pinang telah menjadi andalan dalam mendorong kesejahteraan petani dan penguatan ketahanan pangan nasional. Pengembangan komoditas tersebut di lahan suboptimal menjadi peluang strategis, terlebih di tengah disrupsi iklim dan tantangan ekonomi global. Peningkatan daya beli petani dari sektor perkebunan akan berdampak pada akses mereka terhadap pangan, pendidikan, dan kesehatan, yang pada akhirnya memperkuat pilar aksesibilitas dalam ketahanan pangan nasional.
Lebih lanjut, inovasi teknologi agronomi, seperti ameliorasi tanah, penggunaan varietas adaptif, sistem agroforestri, serta pengelolaan air berbasis konservasi telah terbukti meningkatkan produktivitas di berbagai daerah. Pemerintah juga telah mendukung penguatan kapasitas petani melalui berbagai program strategis, seperti peremajaan tanaman perkebunan, sertifikasi indikasi geografis, insentif usaha tani, hingga pelatihan teknis. Pendekatan integratif antara teknologi, kebijakan publik, dan pemberdayaan kelembagaan petani, optimalisasi lahan suboptimal dinilai mampu menjadi motor penggerak ekonomi perdesaan sekaligus menopang ketahanan pangan yang inklusif dan berkelanjutan.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan, Syamsir Rahman, mengatakan bahwa provinsinya mendapat apresiasi dari Wakil Menteri Pertanian karena telah berhasil menyelesaikan program optimalisasi lahan hingga 100 persen. Ia menyebut bahwa Sistem Informasi Data (SID) telah tuntas dan kerja sama dengan TNI telah berjalan di beberapa kabupaten, seperti Banjar, Barito Kuala, Hulu Sungai Selatan, dan Tanah Laut. Dalam waktu dekat, seluruh kabupaten di provinsi ini akan masuk dalam cakupan program.
Program cetak sawah rakyat juga telah dimulai di beberapa wilayah, termasuk Kabupaten Tanah Bumbu dan Hulu Sungai Selatan. Dengan target lahan sekitar 20.000 hektare, Kalimantan Selatan dinilai siap menyelesaikan program ini sesuai tenggat waktu yang ditentukan. Gubernur Kalimantan Selatan turut memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan program nasional ini, mulai dari penyusunan dokumen hingga pelaksanaan kerja sama lapangan.
Direktur Irigasi Pertanian Kementerian Pertanian RI, Dhani Gartina, mengatakan bahwa dari total target 5.000 hektare lahan untuk cetak sawah rakyat di Kalimantan, tahap awal telah dimulai konstruksinya seluas 341 hektare. Sementara untuk program optimalisasi lahan rawa, tahap awal mencakup 347 hektare yang ditargetkan selesai pada Agustus 2025. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah serta pelaksanaan yang sesuai regulasi dan hasil survei lapangan (SID) untuk menjamin keberhasilan program.
Komitmen dari daerah pun tampak jelas. Bupati Kotabaru, Muhammad Rusli, menyampaikan bahwa pihaknya tidak hanya menargetkan realisasi 5.000 hektare, tetapi juga siap menambah 1.000 hektare lagi. Ia berkomitmen menggerakkan seluruh perangkat daerah untuk mendukung penuh implementasi program nasional ini. Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kotabaru, Sarwani, menyatakan bahwa seluruh jajaran telah diarahkan untuk mengawal pelaksanaan program agar benar-benar memberikan dampak positif bagi petani, terutama dalam meningkatkan produksi pertanian.
Secara nasional, Indonesia memiliki potensi lahan suboptimal yang sangat besar, mencapai sekitar 149,5 juta hektare atau 78,2 persen dari total daratan Indonesia. Lahan ini mencakup berbagai tipe seperti lahan kering masam, rawa pasang surut, rawa lebak, lahan gambut, serta lahan kering beriklim kering. Pemerintah menyadari bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan, pemanfaatan lahan-lahan ini menjadi kebutuhan yang tak terelakkan.
Para peneliti dari BRIN pun memandang lahan suboptimal bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai potensi strategis. Dengan pendekatan teknologi tepat guna dan dukungan kebijakan pemerintah, lahan-lahan yang selama ini terabaikan dapat menjadi tumpuan baru pertanian rakyat. Hal ini juga didukung oleh kenyataan bahwa komoditas seperti kakao, kopi, dan pinang telah terbukti mampu tumbuh dan berproduksi baik di lahan-lahan tersebut.
Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah sistem agroforestri kopi dengan pinang, yang tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada kelestarian lingkungan. Sistem ini meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi penguapan air, mendukung konservasi air, serta meningkatkan keanekaragaman hayati dan penyerapan karbon. Diversifikasi produksi ini juga memberi jaminan ekonomi lebih baik bagi petani.
Upaya optimalisasi lahan yang digerakkan pemerintah merupakan bagian dari strategi besar untuk mencapai kemandirian pangan nasional yang berkelanjutan. Hal ini tidak hanya berdampak pada peningkatan produksi pertanian, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi ketimpangan wilayah, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat perdesaan.
Melalui keterlibatan aktif semua pihak—mulai dari pemerintah pusat, daerah, lembaga riset, hingga para petani—optimasi lahan menjadi instrumen yang efektif dalam mempercepat terwujudnya swasembada pangan. Tidak hanya untuk menjamin ketersediaan pangan dalam negeri, tetapi juga untuk menjadikan sektor pertanian sebagai penopang utama ketahanan ekonomi Indonesia di masa depan melalui wujud swasembada pangan.
*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.