Pemerintah Perkuat Hilirisasi, Dorong Nilai Tambah dan Lapangan Kerja Nasional

-

Pemerintah Perkuat Hilirisasi, Dorong Nilai Tambah dan Lapangan Kerja Nasional

Jakarta — Pemerintah menegaskan komitmen menghentikan ekspor karet mentah demi memastikan nilai tambah dinikmati langsung oleh rakyat Indonesia. Pabrik pengolahan karet berskala nasional kini siap beroperasi dengan kapasitas mengolah ribuan ton bahan baku setiap bulan.

 

Langkah ini dinilai strategis untuk mendorong hilirisasi industri, menciptakan lapangan kerja, dan mengoptimalkan potensi perkebunan karet nasional. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan, Cut Huzaimah, mengatakan bahwa pengolahan di dalam negeri akan memperkuat daya saing sekaligus mendongkrak pendapatan petani.

 

“Produksi karet harus diolah di sini agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat. Ekspor mentah hanya menguntungkan pihak lain,” ujarnya.

 

Ia menekankan pentingnya menjaga keamanan dan stabilitas investasi untuk keberlanjutan pabrik ini. Ekspor karet mentah hanya akan menguntungkan pihak lain, sementara Aceh kehilangan potensi pendapatan dan nilai tambah yang signifikan.

 

Direktur Utama Arsari Group, Hashim Djojohadikusumo, menyatakan pabrik ini sebagai wujud nyata hilirisasi.

 

“Mesin canggihnya mampu mengolah 10 ton karet basah per jam, dengan target produksi harian 100 ton karet kering. Kapasitas produksi akan ditingkatkan seiring ketersediaan bahan baku,” jelasnya.

 

Distanbun Aceh akan mengintegrasikan rantai pasok industri karet, menciptakan efisiensi dan daya saing. Gubernur Aceh dan Arsari Group juga menginisiasi proyek industri lain, seperti pabrik penggilingan gabah di Aceh Utara.

 

Selain itu, PT Pupuk Indonesia (Persero) dan Petronas Chemicals Group Berhad (PCG) memperluas kerja sama strategis untuk memperkuat hilirisasi industri pupuk dan petrokimia, sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional dan regional.

 

Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menyebut kolaborasi ini mencakup pasokan urea-amonia, transfer teknologi, pengembangan kapasitas, dan studi kelayakan pabrik metanol.

 

“Ini langkah strategis memperkuat hilirisasi industri nasional serta meningkatkan kehandalan operasional pabrik pupuk,” katanya.

 

Kerja sama ini mencakup penjajakan potensi sinergi dari pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, hingga penguatan tata kelola perusahaan di bidang Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (HSE).

 

Metanol yang dikembangkan di dalam negeri diharapkan mengurangi ketergantungan impor, mendorong kemandirian energi, dan membuka peluang pasar yang luas.

 

Kerja sama ini juga mencakup transfer teknologi, pertukaran pengetahuan teknis, serta kolaborasi di bidang Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (HSE) yang akan memperkuat kehandalan operasional kedua perusahaan.

 

“Kemitraan strategis ini bukti nyata komitmen kami membangun industri pupuk yang efisien, berdaya saing, dan berkelanjutan. Kami percaya kolaborasi seperti ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi tantangan global, sekaligus mewujudkan ketahanan pangan di skala regional yang lebih tangguh,” tutup Rahmad.

 

[]

Related Stories