Pemerintah Perkuat Infrastruktur Gas Bumi untuk Swasembada Energi dan Lingkungan Berkelanjutan
Oleh: Riko Hasibuan
Pemerintah semakin agresif memperkuat infrastruktur gas bumi sebagai bagian dari strategi nasional mencapai swasembada energi dan lingkungan yang lebih berkelanjutan. Dengan cadangan gas domestik yang melimpah dan posisi strategis sebagai salah satu eksportir Liquefied Natural Gas (LNG) terbesar di ASEAN, gas bumi dijadikan sebagai energi transisi yang lebih ramah lingkungan ketimbang bahan bakar fosil lainnya. Gas bumi merupakan pilihan strategis dalam jangka menengah karena terbukti menghasilkan emisi karbon lebih rendah dibanding batu bara atau minyak bumi.
Pemerintah menjadikan gas sebagai jembatan energi menuju era energi bersih, sambil menyiapkan sumber energi terbarukan seperti hidrogen dan bioenergi untuk masa depan. Indonesia menetapkan target pengurangan emisi sebesar 29–41% pada 2030, sesuai Paris Agreement. Selain itu, dalam roadmap menuju Net Zero Emission (NZE) 2060, gas bumi memainkan peran besar dalam kombinasi energi nasional, terutama untuk kebutuhan listrik dan industri. Dalam pelaksanaannya pembangunan infrastruktur makin gencar dilakukan pemerintah mulai dari transmisi, distribusi, hingga Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas).
Saat ini panjang pipa transmisi gas telah mencapai sekitar 5.370 km, sedangkan pipa hilir mencapai 22.538 km dengan volume angkut lebih dari 1,25 triliun Million Standard Cubic Feet (MSCF) oleh berbagai badan usaha gas. Pemerintah menunjukan keseriusan dalam memperkuat Infrastruktur Gas Bumi dimana terlihat nyata pada proyek strategis Pipa Cirebon–Semarang (Cisem) dan Pipa Dumai–Sei Mangke (Dusem) ditujukan untuk mendistribusikan gas dari wilayah surplus ke wilayah defisit di Sumatra dan Jawa.
Selain itu, Jargas ditargetkan oleh Pertamina Gas Negara (PGN) untuk penambahan 200.000 sambungan pada tahun 2025, sehingga mampu membantu rumah tangga dan industri kecil mendapatkan akses gas yang lebih murah dan bersih. Hal ini dilakukan karena Jargas dipandang sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan pada LPG subsidi 3 kg, yang sebagian besar masih diimpor, sehingga membuka peluang untuk efisiensi subsidi dan penghematan devisa negara. Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, Erika Retnowati, mengatakan bahwa pemerintah secara aktif mendanai sejumlah proyek penting seperti Pipa Cisem dan wilayah distribusi gas Sei Mangke–Dumai menggunakan APBN langsung. Pihaknya juga menegaskan peran infrastruktur gas bumi dalam memajukan kemandirian energi nasional serta menurunkan subsidi energi bagi masyarakat.
Dampak ekonomi yang positif dapat dirasakan dengan adanya pembangunan infrastruktur yakni dapat mengefisiensi biaya dan hemat devisa, pipa gas dan jargas memungkinkan substitusi LPG dengan gas bumi domestik sehingga dapat mengurangi impor LPG senilai sekitar Rp 1 triliun per tahun serta menekan subsidi LPG sebesar Rp 0,63 triliun per tahun dengan manfaat kepada rumah tangga serta komersial. Selain itu, levelling industri dan hilirisasi salah satunya yaitu pipa dari Bintuni sampai Fakfak mendukung hilirisasi gas menjadi bahan baku petrokimia di kawasan seperti Morowali dan Makassar sehingga mampu membuka peluang integrasi industri manufaktur berbasis gas bumi.
Selanjutnya yakni adanya penurunan jejak karbon, dengan gas bumi sebagai energi transisi, emisi karbon sektor listrik dan industri bisa ditekan sebelum berpindah ke energi terbarukan sepenuhnya, sejalan dengan target NZE 2060 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Kepala Grup Engineering dan Teknologi PGN, Suseno menyatakan bahwa optimasi jaringan gas dan terminal LNG sebagai bagian dari strategi jangka panjang sangat esensial untuk mencapai target energi nasional dengan harga yang kompetitif dan konektivitas antarwilayah yang merata.
Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Koordinator Penyiapan Program Migas, Rizal Fajar Muttaqin menegaskan bahwa pemerintah aktif memacu eksplorasi, pengembangan infrastruktur terintegrasi, serta penataan permintaan (demand mapping) agar energi gas lebih efisien dan menyasar sektor dengan nilai tambah tinggi bagi perekonomian nasional. Langkah memperkuat infrastruktur gas bumi oleh pemerintah Indonesia merupakan kebijakan pragmatis dan ambisius untuk mendorong swasembada energi nasional, sambil tetap menjaga pertumbuhan ekonomi dan menjaga lingkungan.
Dengan dukungan APBN nasional, birokrasi yang terintegrasi, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan di sepanjang rantai hulu dan hilir, strategi ini menempatkan gas bumi sebagai tulang punggung transisi energi hingga era energi terbarukan penuh. Gas tidak sekadar menjadi alternatif bahan bakar murah tetapi dapat menjadi jembatan untuk menciptakan sistem energi yang lebih bersih, efisien, dan berdaya guna. Pembangunan proyek-proyek seperti Pipa Cisem, Dusem, Bintuni–Fakfak, serta expand jargas secara nasional adalah tanda nyata komitmen pemerintah terhadap energi yang inklusif dan berkelanjutan.
Seiring inovasi energi terbarukan berlangsung, gas bumi akan tetap menjadi bagian penting dalam bauran energi Indonesia hingga tercapainya visi Indonesia Emas 2045 dan NZE 2060. Dengan keberlanjutan kebijakan, integritas pelaksanaan, serta pengawasan yang baik, kebijakan penguatan infrastruktur gas bumi dapat memperkuat pondasi ekonomi hijau Indonesia, menyehatkan keuangan negara, dan menjaga lingkungan bagi generasi mendatang.
)* Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Pemerintah