Pemerintah Rangkul Ormas Keagamaan Wujudkan Pemerataan Ekonomi
Jakarta – Pemerintah menggandeng organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dalam pengelolaan serta pengawasan sektor strategis nasional. Salah satunya adalah melibatkan ormas keagamaan dalam mengawasi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), sebuah lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan kekayaan negara.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas mengatakan pihaknya menyambut baik langkah ini dan menilai keterlibatan ormas keagamaan sebagai upaya memastikan kebijakan ekonomi tetap berpijak pada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, serta prinsip keadilan dan kebersamaan.
“Dilibatkannya ormas keagamaan dalam pengawasan Danantara patut disambut gembira,” ujar Anwar Abbas.
Menurutnya, peran ormas keagamaan menjadi penting dalam menjaga agar tata kelola aset negara tetap mengedepankan prinsip keadilan sosial.
“Kita ingin negara ini maju, tetapi bukan dengan meniru model Eropa, Amerika, atau China. Kita ingin maju dengan jati diri kita sendiri sebagai bangsa yang beragama dan berbudaya,” tegasnya.
Muhammadiyah menekankan agar pengawasan oleh ormas keagamaan efektif, harus ada mekanisme yang jelas dan independen. Tanpa tata kelola yang transparan, pengawasan berisiko hanya menjadi formalitas semata. Dengan aset yang mencapai sekitar US$ 900 juta, Danantara akan mengelola berbagai BUMN strategis, termasuk Bank Mandiri, BRI, Pertamina, PLN, dan Telkom.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto juga mengajak mantan Presiden Republik Indonesia, seperti Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Joko Widodo (Jokowi), untuk turut mengawasi pengelolaan Danantara guna memastikan keberlanjutan dan transparansi investasi negara.
“Danantara adalah kekuatan energi masa depan, dan ini harus kita jaga bersama. Oleh karena itu, saya minta semua Presiden sebelum saya berkenan ikut menjadi pengawas di dana ini,” ujar Prabowo.
Tak hanya di sektor investasi, keterlibatan ormas keagamaan juga diperkuat dalam sektor pertambangan nasional melalui revisi Undang-Undang Minerba yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Revisi ini membawa sejumlah perubahan penting dalam tata kelola pertambangan, salah satunya adalah skema baru pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang kini lebih inklusif.
Dengan sistem baru, izin pertambangan tidak lagi sepenuhnya berbasis lelang, melainkan mengutamakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), koperasi, serta badan usaha negara dan daerah.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Doli Kurnia menyatakan bahwa revisi ini bertujuan memastikan sumber daya alam Indonesia dikelola secara lebih merata dan adil.
“Pelibatan berbagai elemen masyarakat, termasuk UMKM, koperasi, serta organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, merupakan langkah nyata dalam mewujudkan demokrasi ekonomi yang lebih inklusif,” jelasnya.
Selain itu, dalam revisi UU Minerba, terdapat ketentuan yang memungkinkan organisasi keagamaan memperoleh izin pertambangan. Kesepakatan ini menjadi bagian dari upaya untuk memperluas akses pemanfaatan sumber daya alam bagi berbagai elemen bangsa.
Dengan kebijakan-kebijakan ini, pemerintah berharap pengelolaan ekonomi dan sumber daya alam semakin transparan, inklusif, serta memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat secara luas, sehingga pemerataan ekonomi bisa lebih maksimal. //