Pemerintah Tegas Berantas Beras Oplosan
Oleh : Andhika Utama
Peredaran beras oplosan kembali menjadi perhatian serius pemerintah. Kasus yang terungkap dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan betapa praktik curang ini telah merugikan masyarakat dalam skala besar. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan didukung berbagai lembaga seperti Bareskrim Polri, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Kementerian Perdagangan mengambil sikap tegas dalam memberantas peredaran beras oplosan yang marak di pasaran.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan dari 268 sampel beras berbagai merek yang beredar di pasar, sebanyak 212 di antaranya tidak sesuai standar. Pelanggaran yang ditemukan bukan hanya pada mutu beras, namun juga pada berat bersih dan keterangan kemasan yang menyesatkan konsumen. Banyak merek beras yang mengklaim sebagai premium, namun kenyataannya adalah beras kualitas medium atau bahkan beras curah yang dikemas ulang dengan label premium. Kasus ini menunjukkan bahwa praktik pengoplosan dilakukan secara sistematis dan menyasar berbagai lapisan pasar.
Andi menyatakan bahwa sebagian merek yang terindikasi bermasalah telah menarik produknya dari pasar dan menyesuaikan harga jual sesuai dengan mutu sebenarnya. Langkah ini dianggap penting sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Meski demikian, pemerintah tetap menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan bagi para pelaku usaha yang terbukti melakukan pengoplosan dan penipuan konsumen. Kementerian Pertanian juga menyoroti adanya praktik pengurangan isi bersih kemasan yang menjadi modus lain dari pelaku usaha nakal. Beras yang seharusnya memiliki berat bersih lima kilogram, banyak ditemukan hanya berisi 4,8 kilogram atau kurang, namun tetap dijual dengan label lima kilogram.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa sejauh ini sebanyak 25 produsen dan distributor telah diperiksa. Proses penyidikan terus berjalan dan menunggu hasil uji laboratorium dari 13 laboratorium yang tersebar di berbagai wilayah untuk memastikan validitas data mutu beras yang beredar. Langkah hukum akan diambil setelah hasil laboratorium keluar, guna menghindari kesalahan dalam penetapan tersangka dan dakwaan. Kapolri menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan praktik curang ini berlangsung, termasuk bila melibatkan perusahaan berskala besar yang menyalahgunakan kepercayaan publik
Dari sisi pengawasan, Kementerian Perdagangan bersama Badan Perlindungan Konsumen Nasional dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia terus melakukan edukasi kepada masyarakat. Konsumen diimbau untuk lebih cermat dalam memilih beras. Pemerintah memperkenalkan cara sederhana untuk membedakan beras premium dan beras oplosan, yakni melalui ciri fisik seperti proporsi patahan beras, kadar air, dan butir yang utuh. Beras premium seharusnya memiliki kadar air maksimum 14 persen, patahan maksimal 15 persen, dan butir utuh dominan. Selain itu, konsumen juga diingatkan untuk memeriksa label pendaftaran, informasi mutu, dan berat bersih yang tercantum pada kemasan.
DI lain tempat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah membentuk tim pemantauan khusus untuk melakukan penyisiran pasar secara berkala. Wakil Gubernur Taj Yasin menyatakan bahwa dari sisi agama, beras oplosan tidak memenuhi prinsip halal dan thayyib, sehingga peredarannya harus dicegah demi melindungi hak masyarakat untuk mendapatkan pangan yang baik dan benar. Pemerintah daerah siap mengambil langkah tegas jika ditemukan kasus di wilayahnya.
Kasus ini juga mendapat perhatian dari DPR RI. Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Hariyadi, menegaskan bahwa praktik curang ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ia mendesak agar para pelaku diberi hukuman yang tegas sebagai efek jera dan meminta pemerintah memperbaiki sistem distribusi pangan nasional. Ia mengingatkan bahwa keberhasilan swasembada beras perlu diimbangi dengan pengawasan distribusi yang ketat untuk menjamin beras berkualitas sampai ke tangan rakyat.
Dampak dari beras oplosan sangat besar. Menurut data yang dikumpulkan Kementerian Pertanian, kerugian konsumen akibat praktik curang ini diperkirakan mencapai hampir Rp99 triliun per tahun. Angka ini berasal dari selisih harga yang dibayar masyarakat untuk membeli beras premium yang ternyata bermutu rendah. Langkah cepat pemerintah mencegah praktik ini sangat penting untuk menjaga stabilitas pasar pangan nasional, menimbulkan inflasi pangan, serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Pengamat mendukung bahwa selain langkah hukum, pemerintah juga perlu menyempurnakan kebijakan di sektor hulu untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Pemerintah harus memperbaiki kebijakan di sektor hulu, termasuk kebijakan harga pembelian gabah dari petani. Ketidakseimbangan antara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) membuat margin keuntungan distributor terganggu, sehingga muncul celah bagi pelaku usaha untuk melakukan praktik curang. Oleh karena itu, selain penindakan hukum dan pengawasan, reformasi kebijakan pangan menjadi kebutuhan mendesak.
Secara keseluruhan, pemerintah menunjukkan komitmen penuh dalam menangani kasus beras oplosan. Langkah tegas pemerintah menjadi bukti bahwa perlindungan konsumen adalah prioritas utama. Upaya yang dilakukan mencakup penarikan produk, penyesuaian harga, pemeriksaan produsen dan distributor, edukasi konsumen, pengawasan di daerah, hingga rencana perbaikan kebijakan di sektor hulu. Pemberantasan beras oplosan diharapkan tidak hanya mengakhiri praktik kecurangan di pasar, tetapi juga membangun sistem distribusi pangan yang adil dan transparan demi kesejahteraan rakyat Indonesia.
)* Pengamat Kebijakan Publik