Pemungutan Suara Ulang Dipastikan Bebas dari Politisasi Birokrasi

-

Pemungutan Suara Ulang Dipastikan Bebas dari Politisasi Birokrasi

Oleh : Nancy Dora

Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada 2025 yang akan digelar pada 6 Agustus mendatang menjadi tonggak penting dalam menuntaskan agenda demokrasi nasional. Pemerintah memastikan seluruh tahapan PSU berjalan sesuai prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (Luber dan Jurdil), serta bebas dari intervensi politik maupun politisasi birokrasi. Penegasan ini mencerminkan keseriusan negara dalam menjaga kualitas demokrasi, khususnya di daerah-daerah yang melaksanakan PSU seperti Provinsi Papua, Kabupaten Boven Digoel, dan Kabupaten Barito Utara.

 

 

 

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polkam) telah membentuk Desk Koordinasi Pilkada Serentak untuk memastikan stabilitas politik dan keamanan tetap terjaga selama proses PSU berlangsung. Langkah strategis ini melibatkan kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, penyelenggara pemilu, dan aparat keamanan untuk membangun sinergi yang kuat dan responsif terhadap berbagai potensi kerawanan yang mungkin muncul. Komitmen seluruh unsur penyelenggara negara menjadi garansi bahwa PSU akan berlangsung dengan netral, profesional, dan berintegritas.

 

 

 

Tak hanya aspek keamanan yang mendapat perhatian serius, kesiapan logistik dan administrasi pemilu juga telah dipastikan. Seluruh perlengkapan pemungutan suara telah tiba 100% di kabupaten/kota yang menjadi lokasi PSU dan siap didistribusikan ke tempat pemungutan suara (TPS). Kesiapan ini menandakan bahwa tidak ada celah bagi penyelenggaraan yang terburu-buru atau dipengaruhi oleh kekuatan non-demokratis.

 

 

 

Seluruh aparat negara, khususnya Aparatur Sipil Negara (ASN), diimbau untuk tetap menjaga netralitas. Hal ini ditekankan oleh Staf Ahli Gubernur Papua Bidang Pengembangan Masyarakat dan Budaya, Matias Benoni Mano, yang menyampaikan bahwa ASN memiliki tanggung jawab moral untuk tidak terlibat dalam politik praktis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Netralitas ASN adalah syarat mutlak untuk menjamin PSU berlangsung adil dan tidak memihak. Jika birokrasi dapat menjaga jarak dari kepentingan politik tertentu, maka kepercayaan publik terhadap proses demokrasi akan semakin menguat.

 

 

 

Matias juga menekankan bahwa keberhasilan PSU sangat tergantung pada peran aktif seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, pemuda, dan kelompok perempuan. Partisipasi mereka dalam menjaga kedamaian dan ketertiban selama PSU menjadi kunci utama terciptanya iklim demokrasi yang sehat. Masyarakat didorong untuk menggunakan hak pilihnya secara bertanggung jawab, tanpa tekanan, serta menjauhi segala bentuk provokasi dan hoaks yang beredar, khususnya di media sosial.

 

 

 

Untuk mendukung kelancaran partisipasi publik, pemerintah daerah juga telah menetapkan 6 Agustus sebagai hari libur lokal di delapan kabupaten penyelenggara PSU. Kebijakan ini memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi warga untuk datang ke TPS tanpa terkendala urusan pekerjaan. Ini merupakan bentuk nyata dari komitmen pemerintah dalam mengedepankan hak politik rakyat dan memastikan bahwa setiap suara memiliki arti penting dalam menentukan arah kepemimpinan daerah.

 

 

 

Media sosial menjadi salah satu sarana komunikasi yang perlu dimanfaatkan secara positif selama masa PSU. Edukasi mengenai pentingnya menjaga kedamaian, serta ajakan untuk tidak golput, harus disebarluaskan secara masif. Dalam konteks ini, penggunaan media sosial secara bijak menjadi keharusan, agar tidak menjadi sumber penyebaran informasi menyesatkan atau alat provokasi yang dapat menimbulkan kericuhan. Pemerintah dan penyelenggara pemilu didorong untuk memperkuat kampanye informasi yang mencerahkan dan menenangkan.

 

 

 

Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik, dan Keamanan, Letjen TNI (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus, menyampaikan bahwa pemantauan situasi di lapangan dilakukan secara intensif melalui Desk Koordinasi Pilkada Serentak. Desk ini memastikan bahwa PSU di seluruh daerah berjalan dalam kondisi aman dan tertib, dengan dukungan penuh dari TNI/Polri. Seluruh pihak diminta untuk mengedepankan semangat kebersamaan dan menjaga keutuhan bangsa dengan mendukung jalannya PSU secara damai dan bermartabat.

 

 

 

Pemilu merupakan ajang kompetisi ide dan gagasan, bukan ajang pertentangan atau pemecah belah masyarakat. Oleh karena itu, narasi damai dan persatuan harus terus digaungkan agar PSU tidak menjadi titik panas konflik, melainkan justru menjadi momentum konsolidasi demokrasi yang inklusif. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa suara mereka akan dihitung secara adil dan bahwa hasil pemilu akan mencerminkan kehendak rakyat, bukan hasil rekayasa birokratis atau manipulasi elit politik.

 

 

 

Penting pula untuk memastikan bahwa proses rekapitulasi suara dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pengawasan partisipatif dari masyarakat, pemantau independen, serta media massa menjadi pelengkap penting dalam menjamin kredibilitas hasil PSU. Keberadaan lembaga-lembaga pengawas pemilu di tingkat lokal harus diperkuat agar mampu menangkal segala potensi pelanggaran, termasuk intervensi dari aparat negara yang menyimpang dari prinsip netralitas.

 

 

 

Dengan seluruh perangkat demokrasi yang telah disiapkan, tidak ada alasan untuk meragukan kualitas pelaksanaan PSU. Tanggung jawab bersama antara pemerintah, penyelenggara pemilu, aparat keamanan, ASN, dan masyarakat luas menjadi fondasi kuat untuk memastikan bahwa pemungutan suara ulang benar-benar bebas dari politisasi birokrasi. Hal ini bukan hanya tentang menyelenggarakan pemilu yang baik, tetapi juga tentang menjaga marwah demokrasi Indonesia yang terus tumbuh dan matang.

 

 

 

Ke depan, penyelenggaraan PSU dapat menjadi contoh praktik demokrasi sehat yang memberi inspirasi bagi proses politik di seluruh wilayah Indonesia. Semangat untuk menjaga netralitas birokrasi dan mendorong partisipasi aktif masyarakat harus terus dijaga, bukan hanya dalam momen PSU, tetapi juga dalam seluruh rangkaian proses pemilu yang akan datang. Jika semua pihak dapat memegang teguh komitmen ini, maka demokrasi Indonesia akan semakin kuat, inklusif, dan berkeadaban.

 

 

 

)* Penulis adalah Pengamat Politik Dalam Negeri

Related Stories