Oleh : Dirandra Falguni
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menetapkan langkah strategis dalam mengejar target ambisius: swasembada energi dalam lima tahun ke depan. Salah satu pilar utama dari strategi tersebut adalah optimalisasi potensi kelapa sawit sebagai sumber energi baru terbarukan dalam bentuk biodiesel. Sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki modal besar untuk mewujudkan mimpi besar ini.
Presiden Prabowo menyampaikan keyakinannya bahwa Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada impor bahan bakar minyak (BBM). Ia menyebutkan, Indonesia saat ini menghabiskan sekitar US$40 miliar per tahun untuk impor BBM, sebuah angka yang bisa ditekan jika bahan bakar dapat diproduksi secara mandiri dari kelapa sawit.
Presiden juga mengatakan bahwa produk BBM dapat diproduksi dari kelapa sawit sehingga tidak diperlukan lagi adanya impor BBM dari negara lain. Ia menambahkan bahwa dalam masa pemerintahannya, Indonesia harus bisa mencapai swasembada energi demi kemandirian ekonomi dan ketahanan nasional.
Langkah konkret dalam mewujudkan target swasembada ini terlihat dari capaian Holding Perkebunan Nusantara PTPN III melalui Subholding PTPN IV PalmCo. Perusahaan ini berhasil meraih Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK), menjadi yang pertama dalam industri perkebunan nasional. Sertifikat ini menunjukkan kemampuan sektor sawit dalam menekan emisi karbon melalui pemanfaatan limbah cair sawit (POME) menjadi energi baru terbarukan seperti biogas.
Sertifikat yang diserahkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq kepada PTPN IV PalmCo menjadi bukti bahwa sektor perkebunan bukan sekadar penyumbang emisi, melainkan juga bagian dari solusi. Hal tersebut adalah langkah konkret untuk mengatasi isu-isu negatif global terhadap sawit. Ia pun mendorong agar langkah PTPN IV PalmCo ditiru oleh seluruh perusahaan perkebunan sawit nasional.
Pembangkit Tenaga Biogas Lubuk Dalam, Kabupaten Siak, Riau, yang menjadi basis percontohan, telah berhasil mengurangi emisi sebesar 33.799 ton COâ‚‚e dalam empat tahun terakhir. Keberhasilan ini juga menjadi pintu masuk PalmCo ke bursa karbon nasional, yakni IDX Carbon. Perusahaan tersebut bahkan telah menjual 21.500 COâ‚‚e, menjadikannya perusahaan perkebunan pertama yang bertransaksi karbon di pasar tersebut.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa, menegaskan bahwa pengakuan ini tidak hanya menjadi langkah awal dekarbonisasi, tetapi juga bukti komitmen terhadap ekonomi sirkular dan keberlanjutan. PalmCo menargetkan pada tahun 2030 mampu mereduksi hingga 836 ribu ton COâ‚‚e melalui 30 fasilitas energi baru terbarukan (EBT) yang dikembangkan di seluruh Indonesia.
Upaya meningkatkan produksi sawit juga tak semata untuk energi. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) secara paralel mendorong hilirisasi sawit untuk ketahanan nutrisi nasional. Dalam kerja sama riset kolaboratif antara Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) dan PT Kimia Farma Tbk, kelapa sawit dikembangkan menjadi produk kesehatan berbasis Betacarotene (Pro Vitamin A) dan Tocopherol (Vitamin E). Produk ini diharapkan mendukung program strategis pemerintah yakni Makan Bergizi Gratis (MBG), khususnya untuk menanggulangi masalah stunting dan wasting di kalangan anak-anak serta ibu hamil.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menyatakan bahwa potensi nutrisi sawit selama ini kurang digarap optimal. Menurutnya minyak sawit tidak hanya sumber energi dan pangan, tapi juga sumber nutrisi. Sayangnya, proses pemurnian sering menghilangkan kandungan penting seperti vitamin A dan E.
Pemerintah juga tengah menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) untuk suplemen berbasis kelapa sawit. Dengan adanya SNI, berbagai pemangku kepentingan seperti BUMN dan sektor swasta bisa ikut serta dalam mendukung ketahanan nutrisi nasional secara legal dan terstandarisasi.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya mengejar swasembada energi dari sisi kuantitatif, tetapi juga memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dan manfaat sosial. Inisiatif dekarbonisasi oleh PTPN IV PalmCo menjadi model nyata bagaimana pengolahan limbah sawit bisa menjadi energi bersih sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan karbon global.
Di sisi lain, hilirisasi sawit dalam sektor kesehatan membuktikan bahwa komoditas ini memiliki multifungsi luar biasa. Ketika seluruh potensi kelapa sawit dimanfaatkan secara optimal, mulai dari bahan bakar hingga vitamin, maka nilai tambah ekonomi yang dihasilkan akan sangat signifikan. Tidak hanya mengurangi impor BBM, tetapi juga memperkuat daya saing Indonesia di pasar global serta menjawab tantangan domestik seperti gizi buruk.
Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadikan kelapa sawit sebagai tulang punggung swasembada energi sekaligus pilar ekonomi hijau. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, inovasi teknologi, dan kerja sama lintas sektor, kelapa sawit tak hanya akan menjadi komoditas ekspor unggulan, tetapi juga simbol kemandirian dan masa depan berkelanjutan Indonesia.
Misi besar swasembada energi bukanlah wacana kosong. Di tangan kepemimpinan yang tegas dan strategis seperti Presiden Prabowo Subianto, serta kolaborasi aktif dunia usaha dan kementerian teknis, cita-cita tersebut kini berada dalam jangkauan. Kelapa sawit, yang semula kerap dikritik karena isu lingkungan, justru kini menjelma sebagai kunci emas menuju kemandirian energi, ketahanan pangan, dan pemulihan lingkungan. Transformasi ini layak didukung dan dipercepat demi masa depan bangsa yang mandiri, sehat, dan berkelanjutan.
)* Pengamat Kebijakan Pemerintah