Peredaran Beras Oplosan Ganggu Upaya Pemerintah Wujudkan Swasembada Pangan
Jakarta – Upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan nasional kembali diuji oleh maraknya peredaran beras oplosan di berbagai daerah. Praktik curang ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap kualitas distribusi pangan nasional. Temuan terbaru dari aparat penegak hukum mengungkap adanya sejumlah gudang di kawasan Jawa Tengah dan Jabodetabek yang diduga menjadi pusat pengoplosan beras medium menjadi premium dengan tujuan meraup keuntungan lebih besar.
Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Suharto menyatakan pihaknya mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku, karena menurutnya, tindakan seperti ini jelas menghambat niat baik pemerintah dalam menciptakan ketahanan dan kemandirian pangan yang sehat dan berintegritas
“Kita dari komisi 4 menetang, kok disaat seperti ini masih ada yang oplos oplos seperti itu. Kita mau swasembada, mau baik semuanya dan kalau seperti ini kita minta kalau memang terbukti itu harus ditindak oleh pihak yang berwajib,” katanya.
Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan endesak pemerintah untuk segera mengusut dan menyelidiki kasus beras oplosan hingga tuntas Puan mewanti-wanti agar jangan sampai peredaran beras oplosan merugikan masyarakat.
“Pertama, kupas dan selidiki dengan tuntas terkait dengan beras oplosan. Jadi, jangan sampai kemudian beras ini merugikan masyarakat,” ucap Puan di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tetapi kualitas dan kuantitasnya menipu. Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu.
“Beras oplosan ini bahkan sudah masuk ke rak-rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium padahal menipu dari segi kualitas dan kuantitas. Hasil investigasi kami bersama Satgas Pangan menemukan 212 merek beras yang tidak memenuhi standar mutu, baik dari sisi berat, komposisi, maupun label.” ujarnya.
Diketahui praktik pengoplosan ini menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional. Beras oplosan merupakan campuran antara beras berkualitas rendah dengan beras premium, yang kemudian dikemas ulang dan dijual dengan harga tinggi. Modus ini sangat merugikan masyarakat menengah ke bawah yang mengandalkan beras bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Pemerintah telah menargetkan tercapainya swasembada pangan pada 2026 dengan meningkatkan produksi dalam negeri, memperbaiki tata kelola distribusi, dan menjaga stabilitas harga. Namun, keberadaan beras oplosan justru menghambat pencapaian target tersebut, karena menciptakan distorsi pasar dan memicu kelangkaan di beberapa wilayah. Tanpa pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas, beras oplosan akan terus menjadi penyakit laten yang menggerogoti cita-cita kemandirian pangan nasional.
Peredaran beras oplosan memperburuk kondisi pasar pangan nasional, karena mengacaukan sistem harga, merusak kepercayaan terhadap produk lokal, dan mempersulit pengawasan distribusi beras oleh pemerintah. Sudah saatnya pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat bersinergi untuk menjaga integritas pangan Indonesia demi mewujudkan swasembada secara berkelanjutan.