JAKARTA – Perlu dukungan dan peran serta semua pihak untuk terus memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Termasuk juga dukungan perlindungan dan penegakan hukum terhadap aksi pemerasan dan premanisme.
Hal tersebut mengumuka dalam diskusi publik dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2025 yang digelar di aula Masjid Al Mukarromah Koja, Jakarta Utara, Selasa (29/4/2025).
Dalam acara diskusi bertema Pemanfaatan Media: Sarana Penguatan Dunia Pendidikan” yang dilaksanakan oleh Yayasan Masjid Al Mukarromah Koja, juga dilakukan penandatanganan petisi. Yakni menolak pemerasan ataupun tindakan yang melanggar etika dan hukum.
Penandatanganan petisi dilakukan para narasumber dan seluruh peserta diskusi, dalam hal ini para kepala sekolah.
Sementara itu, Ketua Yayasan Masjid Al Mukarromah Koja, Ramdansyah mengatakan pihaknya dari Masjid Al Mukarromah itu memperingati Hardiknas 2025 itu terkait dengan tema besar. Tema nasional tahun ini bahwa Hardiknas itu temanya tentang Partisipasi Semesta dalam Meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.
“Nah disini bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas, kalau kemudian setiap hari ada rongrongan terhadap sekolah, terhadap dunia pendidikan. Misalkan ada LSM yang mengganggu setiap hari. Atau kemudian ada media-media tertentu tanda kutip yang tentu saja rutin datang dan kemudian bertamu tanpa kemudian terkait dengan pendidikan. Sehingga, itu kemudian harus kita bahas nah disini tadi jelas terkait dengan media itu punya lembaga nya sendiri, misalkan dewan pers atau komisi penyiaran. Nah terkait dengan non dua lembaga tersebut maka pihak kepolisian lah yang berhak menindaklanjuti,” ujar Ramdansyah.
Ramdansyah yang juga Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum (Untag) Jakarta juga menghimbau agar nformasi jangan ditutup-tutupi.
“Wartawan datang ingin mengetahui tentang KJP misalnya kita sampaikan saja,” ujarnya.
Namun jelas Ramdansyah kalau ada LSM atau media yang datang hanya untuk mengadah-ada, atau ingin mendapat pemberian, ditolak saja.
“Bahkan kalau ada yang memeras laporkan saja ke polisi,” jelasnya.
Sementara itu, Kasubag TU Sudin Pendidikan Jakut II Mukhairi yang mewakili Kasudin mengatakan siapa sih sekolah yang belum pernah bertemu dengan LSM.
Ia juga menjelaskan mengelola sekolah itu tidak mudah. Untuk pengadaan atau pembelian, barang/ATK kalau habis semua ada aturan.
Mukhairi juga mengimbau kepala sekolah untuk bersinergi dengan jajarannya.
“Dibuka saja RKS. Kalau sama-sama tahu bisa sama sama membangun sekolah. Kita tidak ada ruginya kalau RKS disusun bersama,” ujarnya.
Ruswan, Ketua PGRI Jakut yang mewakili Ketua LBH PGRI DKI mengatakan pemimpin harus tahu karakter anak buahnya. Kalau hanya mengandalkan egonya saja, tidak baik.
“Sebab nanti program yang disusun bisa tidak jalan. Timbul permasalahan. Cerita ke tetangga yang ternyata tetangganya LSM. Akhirnya hal itu sampai keluar,” ujarnya.
“Kami dari PGRI kalau guru ada permasalahan terkait kinerja kami bela. Asalkan bukan masalah politik,” imbuhnya.
Agung Suprio, mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengatakan media tugasnya mencari informasi.
“Memang ada oknum media, motif utamanya tidak mencari informasi . Tadi dibilang untuk menekan kita, untuk kemudian memberikan apa yang diinginkan oleh wartawan,” jelasnya.
“Media harus teregister di dewan pers.
Kalau dulu harus izin. Kalau sudah teregister kita bisa mengadu ke dewan pers. Kami dulu di KPI, kalau ada pengaduan kami lakukan mediasi dengan lembaga penyiaran untuk memberitakan ulang dengan narasumber yang kompeten,” imbuh Agung.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Koja AKP Alexandra Mewakili Kapolsek Koja mengatakan ada beberapa contoh kasus pemerasan. Peran penegak hukum buat dunia pendidikan memberikan pengayoman dan perlindungan.
“Kami memproses siapa yang melakukan pemerasan. Entah itu LSM atau wartawan.
Jadi kalau ada pemerasan jangan ragu untuk melaporkan,” ujarnya kepada para kepala sekolah yang hadir dalam diskusi tersebut.
“Kami akan selalu terbuka, kalau bapak ibu mengalami tindak pidana pemerasan silahkan laporkan,” tegas Kanit Reskrim Polsek Koja.
Sementara itu, Krisnadi Yuliawan, mantan wartawan Majalah Gatra menyesalkan jika ada yang melakukan pemerasan. Ia pun sepakat hal itu bisa dibawa ke ranah hukum.
Lebih lanjut Krisnadi mengatakan terkait perkembangan media. Sekarang berkembang cepat.
“Ada masa keemasan. Seperti saat saya menjadi wartawan Gatra. Masa keemasan media dulu kertas dan tinta. Sekarang hp
Dulu di kurasi berita mana yang harus tayangn karena keterbatasan halaman cetak. Kalau sekarang bagaimana algoritma,” pungkasnya