Pesantren Motivasi Gencarkan Semangat Pemuda untuk Persaudaraan dan Persatuan Indonesia

-

Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, Pesantren Motivasi Indonesia bekerjasama dengan Forum Persaudaraan dan Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Bekasi menyelenggarakan seminar kebangsaan bertema “Dengan Semangat Sumpah Pemuda, Kita Bangkitkan Moderasi Beragama Menuju Indonesia Emas 2045”.

Acara yang dihelat di Pesantren Motivasi Indonesia Kabupaten Bekasi ini dibuka oleh Kiai Nurul Huda sebagai tuan rumah sekaligus penyelenggara. Dalam sambutan pembukaannya, beliau menyampaikan posisi penting dan strategis kaum muda untuk menempati posisi-posisi dalam pemerintah. “Negara ini akan seimbang jika menempatkan orang-orang muda dalam pemerintahan”. Namun kiai yang akrab disapa Ayah Enha ini menekankan, bahwa generasi muda tidak boleh berproses secara instan, atau ia sebut generasi karbitan, apalagi yang dikarbit belum matang secara pengalaman. Justru generasi muda yang seperti itu akan membahayakan masa depan bangsa dan negara. “Belum mateng udah ingin memimpin. Ini problem. Pemimpin karbitan adalah masalah serius”, ia mengingatkan.

Ia melanjutkan, bahwa kepemimpinan dalam level apapun butuh kematangan dalam berpikir, bersikap, dan mengambil keputusan. Menurutnya, pemimpin butuh jam terbang yang tinggi dan tidak boleh coba-coba, yang dipertaruhkan adalah nasib rakyat. “Kita tidak boleh mencoba-coba orang yang tidak punya pengalaman untuk memimpin Indonesia dalam skala nasional”, ujarnya. Dalam momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda ini, ia memberikan contoh-contoh generasi muda pendiri bangsa adalah orang-orang matang yang ditempa ujian sulit era penjajahan, bukan diberi karpet merah oleh orang tua atau kolega.

Hadir sebagai narasumber, Pendeta Dr. Martin Lukito Sinaga menyampaikan makna substansi pemuda pada saat tercetusnya sumpah pemuda tahun 1928. Angkatan muda pada masa itu adalah orang-orang yang mempunyai semangat dan pikiran-pikiran jauh ke depan tentang nasib bangsa dan negara. “Muda bukan tentang usia, tapi cara berpikir”, tandasnya dalam seminar yang dipandu santriwati muda dari pesantren tersebut.

Dalam perspektif moderasi beragama, menurut Pendeta Martin, sumpah pemuda merupakan spirit kebersamaan dalam iman yang dipraktekkan dalam kehidupan nyata. “Ini adalah tantangan bagi generasi-Z. Bagaimana kamu memahami agama dari media sosial”, ungkapnya.

Kiai Taufik Damas, salah seorang pengurus PWNU DKI Jakarta, pengasuh program “Artis Bertanya Kiai Menjawab” di salah satu televisi swasta nasional, hadir juga sebagai narasumber. Ia menyampaikan pentingnya pendidikan pluralisme. “Siapa menyakiti seorang zimmi (non Muslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan siapa menyakitiku, maka sesungguhnya dia menyakiti Allah.”, tegas Kiai Taufik Damas menyampaikan hadits Nabi.

Kiai Taufik mendorong pendidikan keagamaan yang sesuai ajaran Nabi agar umat beragama menjalani agama dengan benar, menjadi pribadi yang toleran, bijak dalam bersikap, dan sejuk dalam bertutur.

Ia mengungkapkan bahwa penerimaan Pancasila oleh Kiai Hasyim Asy’ari adalah penerimaan spiritual, bukan penerimaan politik semata. Kiai Hasyim berdoa sangat lama, beristikharah, dan akhirnya memberi jawaban kepada putranya, Kiai Wahid Hasyim, yang meminta fatwa kepada pendiri Nahdlatul Ulama tersebut.

Banthe Sutiyono Tejavaro, perwakilan dari agama Budha, menekankan pentingnya nilai-nilai agama dan moralitas untuk menjaga bangsa dan negara. Seorang warga negara yang beriman harus mempunyai kesadaran  keyakinan, moral yang baik, niat yang tulus, kemurahan hati, dan kebijaksanaan.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai negaranya dengan menjaga nilai-nilai dan moral keagamaan” pungkasnya.

Seminar kebangsaan yang rampung pada pukul 11:30 ini dihadiri oleh anggota PCNU Kota Bekasi, GP Ansor Mustika Jaya, Keluarga Kudus, Orang Muda Kristen, dan santri-santriwan Pesantren Motivasi Indonesia. (Red

Related Stories