PSU Bukti Nyata Demokratisasi Pemilu di Indonesia Jujur, Adil dan Transparan

-

PSU Bukti Nyata Demokratisasi Pemilu di Indonesia Jujur, Adil dan Transparan

 

 

 

 

Oleh : Deka Prawira

 

 

 

 

Pemungutan Suara Ulang (PSU) kembali menjadi sorotan nasional, namun pelaksanaan tersebut tidak sebagai bentuk kegagalan, melainkan justru sebagai sebuah wujud konsistensi dalam menjaga integritas demokrasi di Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pelaksanaannya jelas mencerminkan bagaimana sikap tegas penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) dan pemerintah di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam menegakkan prinsip pemilu yang jujur, adil, dan transparan, sekaligus juga mampu menjamin bahwa setiap suara rakyat dihitung dengan semestinya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Langkah ini memperlihatkan besarnya keberanian sistem politik Indonesia untuk mengoreksi diri. Dalam praktik demokrasi, koreksi terhadap kekeliruan jelas bukan sebagai sebuah kelemahan, melainkan justru kekuatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PSU menjadi sebuah instrumen konstitusional yang membuktikan bahwa proses pemilu sama sekali tak berhenti pada tahap pencoblosan saja, melainkan hendaknya terus mampu untuk diawasi dan dievaluasi hingga hasil akhir yang dapat mencerminkan bagaimana kehendak seluruh rakyat Indonesia yang sebenar-benarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menegaskan bahwa perlunya evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan PSU. Ia melihat bahwa perbaikan harus terus dilakukan bahkan dari sejak hulu, yaitu pada tata kelola pemilu sejak awal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menurutnya, celah hukum yang memungkinkan timbulnya sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) sama sekali tidak boleh dibiarkan terbuka begitu saja. Oleh karena itu, Pemungutan Suara Ulang bukan hanya sekadar proses administratif belaka, melainkan menjadi momentum reflektif untuk semakin memperkuat sistem demokrasi dari dasar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bima juga menggarisbawahi bahwa pelaksanaan PSU memang tak lepas dari nuansa politik yang kental. Dalam konteks tersebut, netralitas semua pihak menjadi fondasi agar proses pemilu berlangsung dengan integritas tinggi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ia secara aktif memantau langsung pelaksanaan PSU bersama Wamendagri Ribka Haluk, dengan dukungan dari Ditjen Otonomi Daerah dan Ditjen Keuangan Daerah guna menjamin efisiensi anggaran serta transparansi penggunaan dana publik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ribka Haluk, dalam pandangannya, melihat PSU sebagai bukti nyata komitmen pemerintah terhadap demokrasi yang terbuka dan akuntabel. Ia menekankan pentingnya pelaksanaan yang bebas hambatan dan tidak dikotori oleh temuan non-esensial yang dapat mengganggu legitimasi hasil.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menurutnya, kerja keras seluruh pihak yang terlibat patut diapresiasi karena telah memastikan bahwa proses pemilihan ulang tidak hanya berlangsung lancar, tetapi juga tetap menjaga kredibilitas sistem politik nasional.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lebih lanjut, Ribka mendorong PSU menjadi pelajaran strategis dalam memperkuat penyelenggaraan pemilu ke depan. Dengan kata lain, PSU bukan sekadar pengulangan teknis, tetapi koreksi fundamental yang membawa arah perbaikan permanen dalam sistem demokrasi elektoral Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sementara itu, dari sisi penyelenggara, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Parsadaan Harahap memberikan penilaian langsung atas pelaksanaan PSU di Bengkulu Selatan. Ia memastikan bahwa proses yang berlangsung di 330 TPS yang tersebar di 11 kecamatan dan 158 desa/kelurahan tersebut berjalan sesuai regulasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Peninjauan langsung di TPS-TPS seperti TPS 03 Kelurahan Padang Kapuk dan TPS 02 Desa Batu Lambang memperkuat keyakinan publik bahwa transparansi tetap terjaga secara nyata di lapangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Parsa, sapaan akrabnya, juga menaruh harapan besar agar hasil PSU dapat diterima semua pihak tanpa menyisakan konflik baru. Ia menilai pentingnya koordinasi antara KPU dan para saksi pasangan calon agar setiap tahap, termasuk penghitungan suara, berlangsung terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Baginya, kehadiran para saksi menjadi jaminan bahwa tidak ada ruang bagi manipulasi, bahkan sekadar kecurigaan, dalam proses tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lebih dari itu, Parsa mencermati tingginya partisipasi warga sebagai sinyal positif. Antusiasme masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya pada PSU menunjukkan kesadaran kolektif yang semakin tumbuh akan pentingnya peran suara rakyat dalam demokrasi. Dukungan tersebut menjadi indikator bahwa publik tidak hanya menjadi penonton, melainkan aktor utama dalam mewujudkan pemilu yang sah secara hukum dan moral.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Fakta bahwa masyarakat tetap bersemangat memberikan suara dalam proses pemilihan ulang juga mengindikasikan bahwa kepercayaan publik terhadap sistem pemilu tetap kuat. Ini menjadi cerminan dari akumulasi usaha seluruh pemangku kepentingan yang tidak hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses yang bersih dan berintegritas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PSU telah menunjukkan wajah demokrasi Indonesia yang berani mengakui dan memperbaiki kesalahan secara terbuka. Transparansi dalam proses, keterlibatan aktif semua pihak, dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan membuktikan bahwa mekanisme koreksi dalam sistem pemilu bukan hanya formalitas, tetapi nyata menjaga kejujuran dan keadilan dalam kontestasi politik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Praktik PSU juga menantang persepsi publik bahwa pemilu hanya sekadar seremonial lima tahunan. Pelaksanaan ulang di daerah tertentu menggambarkan bahwa sistem demokrasi Indonesia memiliki mekanisme internal yang mampu menyaring ketidakwajaran dan mengembalikan proses pada rel yang seharusnya. PSU bukan sekadar teknis pemungutan ulang, tetapi menjadi manifestasi keadilan elektoral yang hidup dan berjalan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dengan demikian, pelaksanaan PSU layak dipandang sebagai pilar penting dalam demokratisasi pemilu di Indonesia. Ia membuktikan bahwa sistem politik nasional memiliki keberanian untuk jujur pada prosesnya sendiri, adil terhadap seluruh peserta, serta transparan kepada publik. Demokrasi tidak lagi hanya menjadi slogan konstitusional, tetapi kenyataan yang hadir di tengah masyarakat melalui tindakan nyata seperti PSU. (*)

 

 

 

 

)* Penulis adalah Kontributor Jeka Media Institute

Related Stories