Sinergitas Nasional Sukseskan Program MBG untuk Generasi Sehat Indonesia
Oleh: Alexandro Dimitri
Pelaksanaan program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG) di bawah arahannya Badan Gizi Nasional (BGN) merupakan wujud nyata komitmen pemerintah untuk menata masa depan bangsa melalui intervensi gizi yang memperkuat kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam kerangka pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sinergi lintas lembaga, daerah dan masyarakat pun menjadi faktor penentu keberhasilan dan efektivitas program ini.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam siaran pers menyampaikan bahwa MBG telah menjangkau 36,7 juta lebih penerima manfaat melalui lebih dari 12.500 unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 38 provinsi, hasil yang ia sebut sebagai bukti bahwa program masih “on track”. Dadan menegaskan bahwa capaian tersebut adalah hasil kerja sama antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan lainnya sehingga tidak ada satu daerah pun yang tertinggal dalam pemenuhan gizi.
Dalam aspek pemberdayaan ekonomi pun, MBG menunjukkan kapasitasnya sebagai program multifungsi. Wakil Kepala BGN, Sony Sanjaya menekankan bahwa MBG bukan hanya soal pemberian makan bergizi, tetapi juga penciptaan efek multiplier di tiap wilayah dengan melahirkan “MBG-preneur” lokal yang memanfaatkan bahan pangan lokal dan mendukung UMKM dalam rantai pasok. Kolaborasi antara dapur-komunitas SPPG, petani, nelayan, dan pelaku usaha lokal memperkuat ekosistem gizi dan ekonomi di daerah.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, menggarisbawahi bahwa tata kelola program MBG harus dilandasi regulasi yang jelas, transparan, dan akuntabel, termasuk penguatan pembinaan SPPG dan kanal pengaduan masyarakat. Dengan pendekatan ini, keberlanjutan program tidak hanya diukur dari angka, tetapi juga dari integritas sistem dan partisipasi publik.
Dinamika pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa sinergitas benar-benar menjadi kunci. Program MBG telah diprioritaskan untuk empat kelompok utama, mulai dari siswa PAUD hingga SMA/sederajat, balita, ibu hamil dan ibu menyusui. Pemerintah daerah juga aktif melakukan monitoring langsung, seperti di Kota Banjar yang meninjau sekolah-sasaran program dan menyerahkan paket makan siang bergizi secara simbolis.
Tak dipungkiri bahwa program dengan cakupan nasional ini juga menghadapi tantangan serius. Temuan kasus keracunan siswa pasca-mbg, termasuk lebih dari 6.400 anak yang tercatat oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menuntut respons cepat. Namun, pemerintah memilih untuk tidak menghentikan program, melainkan melakukan perbaikan sistem secara korektif.
Lebih jauh, BGN bersama lembaga terkait memperkuat jaminan keamanan pangan dan kehalalan makanan bergizi gratis sebagai bagian dari tata kelola nasional, lewat nota kesepahaman dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk memastikan bahwa menu MBG juga memenuhi standar halal dan tayib. Hal ini makin memperkuat kepercayaan publik terhadap program, sekaligus mendukung pencapaian visi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045.
Dalam konteks ekonomi lokal, sinergitas juga tampak dalam penguatan UMKM dan petani lokal yang menjadi pemasok dalam ekosistem MBG. Sejumlah analisis menyebut program ini sebagai salah satu strategi memperkuat ekonomi kerakyatan di sektor pangan, dengan alokasi belanja bahan baku yang mendorong multiplier effect hingga ke desa-desa. Pemerintah bahkan memproyeksikan bahwa program ini dapat menciptakan lapangan kerja baru dan menggerakkan usaha mikro di setiap wilayah.
Sinergitas dalam pelaksanaan program MBG berjalan efektif karena ditopang oleh beberapa faktor penting. Pertama, adanya koordinasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah, di mana pusat berperan menyusun kerangka regulasi serta pembinaan, sementara daerah bertanggung jawab pada pengadaan, distribusi, dan monitoring pelaksanaan.
Kedua, integrasi lintas sektor memastikan bahwa aspek gizi, ekonomi, dan akses masyarakat saling berpadu secara harmonis. Ketiga, partisipasi aktif masyarakat dan pelaku UMKM lokal menjadikan program ini tidak sekadar bersifat top-down, melainkan tumbuh dari kolaborasi komunitas. Keempat, transparansi dan akuntabilitas yang dijaga dengan baik menjadi fondasi agar program tidak hanya berjalan cepat, tetapi juga tepat sasaran dan berkelanjutan.
Keberhasilan program MBG yang telah menjangkau lebih dari 36 juta penerima manfaat dalam satu tahun pemerintahan menunjukkan bahwa sinergi yang dijalankan dengan komitmen mampu menghasilkan capaian nyata dalam waktu singkat. Program ini tidak hanya berfokus pada distribusi pangan, tetapi juga merupakan investasi strategis untuk meningkatkan kualitas manusia, memperkuat ekonomi lokal, dan menyiapkan masa depan bangsa yang lebih baik. Ke depan, pelaksanaan program perlu terus diperkuat melalui peningkatan standar sanitasi di setiap SPPG, pengawasan terhadap kehalalan dan keamanan pangan, serta pelibatan UMKM secara lebih luas di seluruh kabupaten dan kota agar manfaatnya semakin merata di seluruh Indonesia.
Program MBG adalah simbol bagaimana pemerintahan saat ini tidak hanya berpikir jangka pendek, tetapi bergerak sinergis untuk menciptakan dampak jangka panjang. Dan dengan dukungan seluruh pihak, sinergitas yang kuat akan memastikan bahwa MBG menjadi pilar nyata menuju Indonesia yang lebih sehat, lebih produktif, dan lebih berdaya. Dengan demikian, keberhasilan MBG adalah bukti bahwa pemerintahan yang berjalan selaras dengan rakyat mampu mengubah aspirasi menjadi aksi, dan aksi menjadi hasil yang dirasakan banyak orang.
*) Penulis merupakan Pengamat Ekonomi


