Stimulus dan Belanja Pemerintah Menjadi Roda Pertumbuhan Ekonomi 2025
Jakarta – Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 oleh OECD dari 4,9% menjadi 4,7% mengindikasikan peringatan serius terhadap kekuatan dan stabilitas ekonomi nasional. Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, menyebut bahwa gejala perlambatan sudah terlihat sejak awal tahun, dengan pertumbuhan kuartal pertama hanya mencapai 4,87%, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,11%.
“Kalau tidak ada intervensi pemerintah, pertumbuhan tahun ini bisa lebih rendah dari 4,87%,” ujar Ajib.
Ia menilai kondisi ekonomi saat ini dibayangi oleh empat faktor utama, yaitu melemahnya konsumsi akibat PHK, rendahnya penerimaan pajak, pengaruh eksternal dari tarif AS, dan investasi yang minim serapan tenaga kerja.
“Sejak awal tahun, PHK sudah tembus 70 ribu. Kemiskinan juga tinggi menurut standar Bank Dunia,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa realisasi penerimaan pajak pada kuartal pertama hanya berada di angka 14,7% dari target, yang dinilai masih sangat jauh dari capaian ideal. Sementara itu, efisiensi belanja pemerintah justru memberi tekanan tambahan bagi laju ekonomi.
Di sektor eksternal, kebijakan tarif AS disebut memukul ekspor Indonesia sejak April.
“Permintaan dari Amerika menurun tajam,” tambahnya.
Sementara investasi saat ini lebih banyak terserap di sektor padat modal yang minim menciptakan lapangan kerja.
“Dampak terhadap penciptaan lapangan kerja sangat minim,” jelas Ajib.
Meski demikian, ia tetap optimistis. program BLT dan belanja negara yang lebih tepat sasaran bisa menjadi kunci menjaga pertumbuhan di atas 5%.
Ia menyarankan agar pemerintah menerapkan prinsip spending better, dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja, ketahanan pangan, dan energy agar sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Optimisme lain turut disuarakan oleh Kadin Sulawesi Selatan yang menyambut positif kebijakan stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun yang dirilis pada bulan Juni. Ketua Kadin Sulsel, Andi Iwan Darmawan Aras, menyebut stimulus tersebut memiliki dampak positif terhadap daya beli masyarakat, stabilitas ekonomi, sektor UMKM, ketenagakerjaan, serta kepercayaan investor.
“Dengan adanya bansos, subsidi upah, dan diskon transportasi, konsumsi rumah tangga akan meningkat. Ini penting karena menyumbang lebih dari 50% terhadap PDB,” ungkap Andi Iwan.
Ia menilai langkah cepat dan terkoordinasi pemerintah menjadi sinyal bahwa negara hadir dan memiliki kapasitas fiskal untuk menjaga momentum ekonomi di tengah tekanan global