Swasembada Pangan Jadi Pilar Penting Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Oleh: Sadena Devi
Pemerintah Indonesia terus menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu pilar utama. Langkah strategis ini tidak hanya mencerminkan upaya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam penguatan ekonomi nasional berbasis kerakyatan. Melalui program besar yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025, pemerintah menggagas pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KMP) sebagai kendaraan untuk menciptakan kemandirian ekonomi desa sekaligus menopang ketahanan pangan nasional.
Gagasan membangun 80.000 koperasi di seluruh Indonesia bukan sekadar target kuantitatif, melainkan bagian dari visi jangka panjang untuk memperluas basis produksi pangan dan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Dengan mendekatkan pusat produksi ke masyarakat desa, Indonesia diarahkan untuk mengelola sumber daya alam secara optimal dari tingkat lokal, dan menciptakan rantai pasok yang kuat, efisien, serta tahan terhadap guncangan global. Ketahanan pangan yang dibangun melalui koperasi akan membuka ruang bagi terbentuknya ekosistem ekonomi baru yang inklusif, memberdayakan masyarakat desa sebagai pelaku utama pembangunan.
Di Provinsi Sumatera Barat, program KMP ini telah diimplementasikan secara konkret. Kepala Dinas Koperasi Sumbar, Endrizal, mengungkapkan bahwa pendirian lebih dari seribu koperasi sedang berlangsung di seluruh nagari dan desa. Ia melihat koperasi sebagai motor utama penggerak ekonomi kerakyatan yang harus dijalankan dengan sinergi kuat antara pemerintah daerah dan sektor swasta. Tantangan utama menurutnya bukan pada tahap pembentukan, melainkan bagaimana mengelola dan mempertahankan koperasi agar mampu berkembang secara berkelanjutan. Oleh karena itu, keterlibatan pelaku usaha yang berpengalaman sebagai pembina menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi ini.
Kolaborasi antara pengurus koperasi, birokrasi, dan pelaku usaha lokal sangat ditekankan oleh Ketua Kamar Entrepreneur Indonesia (KEIND) Sumbar, Sam Salam. Ia menyoroti bahwa banyak koperasi di masa lalu gagal memberikan dampak konkret karena hanya eksis secara administratif. Karena itu, koperasi Merah Putih didorong untuk menjadi entitas usaha yang betul-betul aktif, menghasilkan nilai ekonomi nyata, serta memberikan kontribusi signifikan dalam mengatasi kesenjangan antara desa dan kota. Sam memandang bahwa kepemimpinan di daerah harus memiliki kesadaran tinggi terhadap peran koperasi dalam pembangunan, bukan sekadar menjadi pengamat dari jauh.
Presiden Prabowo Subianto sendiri menegaskan bahwa inisiatif KMP bukan semata urusan administratif, melainkan gerakan besar untuk menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan yang inklusif dan mandiri. Pendekatan yang dipilih pemerintah sangat strategis karena tidak hanya menyasar peningkatan ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek sosial melalui pelibatan putra-putri daerah dan profesional yang terdampak PHK. Mereka akan diberdayakan sebagai pengelola koperasi, sehingga program ini juga sekaligus berfungsi sebagai sarana reintegrasi tenaga kerja terampil ke dalam pembangunan desa.
Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur, Dedi Irwansa, melihat bahwa koperasi desa memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Ia mencatat bahwa dengan dukungan modal awal yang cukup, koperasi dapat menjalankan berbagai aktivitas usaha, dari distribusi pangan murah hingga penyediaan layanan kesehatan. Dalam skenario terbaik, setiap koperasi mampu menghasilkan laba hingga satu miliar rupiah per tahun. Jika diterapkan secara luas, program ini bahkan diperkirakan bisa menyumbang Rp80 triliun terhadap perekonomian nasional setiap tahunnya, dengan efek berganda yang sangat positif bagi perputaran uang di desa.
Lebih jauh, Dedi juga menilai bahwa koperasi Merah Putih akan menjadi wahana penguatan UMKM lokal, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Dengan menjadikan koperasi sebagai inkubator, masyarakat desa dapat mengembangkan keterampilan usaha, mengakses permodalan, serta menjalin jejaring pasar yang lebih luas. Penguatan ini akan memberikan efek jangka panjang yang tidak hanya menumbuhkan bisnis lokal, tetapi juga memperbesar kontribusi desa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Dalam konteks swasembada pangan, keberadaan koperasi desa menjadi sangat relevan. Dengan akses langsung terhadap petani, nelayan, dan pelaku usaha pangan lainnya, koperasi berperan sebagai pusat pengelolaan dan distribusi hasil produksi lokal. Ini akan memperpendek rantai distribusi, meningkatkan efisiensi, dan memastikan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Selain itu, koperasi dapat menyediakan fasilitas penyimpanan seperti gudang pangan desa yang penting untuk mengantisipasi fluktuasi pasokan serta menjaga stabilitas harga.
Komitmen pemerintah dalam membangun koperasi yang terintegrasi dengan kebutuhan lokal menunjukkan bahwa swasembada pangan bukan lagi sekadar cita-cita, tetapi sudah masuk dalam rencana kerja konkret dengan dampak ekonomi luas. Melalui strategi ini, desa tidak hanya menjadi penonton pembangunan, melainkan aktor utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Pemerintah menempatkan desa sebagai pusat transformasi, bukan lagi pinggiran dalam arsitektur ekonomi nasional.
Dengan program Koperasi Merah Putih, visi kemandirian pangan tidak hanya bertumpu pada produksi, melainkan juga pada tata kelola, distribusi, dan pemberdayaan. Pemerintah membuktikan bahwa pembangunan ekonomi berkelanjutan bisa dicapai dengan pendekatan yang memberdayakan, partisipatif, dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat. Upaya ini tidak hanya akan memperkuat pondasi ekonomi nasional, tetapi juga memastikan bahwa setiap warga, dari desa hingga kota, ikut menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata.