Tingkatkan Pemahaman Masyarakat, Mahupiki Lanjutkan Sosialisasi KUHP Nasional di Ternate
Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia atau Mahupiki berkomitmen untuk terus mengoptimalkan sosialisasi KUHP Nasional.
Terbaru, acara sosialisasi tersebut diselenggarakan di Ternate, Maluku Utara dengan menghadirkan Ketua Senat Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto dan Plt. Dirjen Peraturan Perundang-Undangan, Dr. Dhahana Putra, Bc.IP., S.H., M.Si.
Dalam kegiatan tersebut, Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H menyatakan bahwa keunggulan KUHP baru sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern yakni bertitik tolak dari asas keseimbangan dan mampu mengakomodir kearifan lokal.
“Landasan Pikir ketentuan KUHP mengenai Pidana dan Pemidanaan memandang bahwa Retributif/Pembalasan/Lex Talionis sudah harus ditinggalkan. Kearifan lokal perlu mendapat tempat untuk menggali nilai-nilai tradisional,” ujar Dr. Surastini pada Senin (30/1)
Dirinya menambahkan bahwa hukum pidana nasional juga mengatur antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Ini juga tercermin dari hal-hal yang dipertimbangkan dari hakim saat menjatuhkan pidana.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof. Marcus menekankan bahwa KUHP nasional mengakui hukum adat yang telah lama ada di Indonesia. Selain itu, KUHP nasional saat ini juga hanya terdapat dua buku.
“Didalam KUHP ada dua buku yakni ketentuan umum dan tindak pidana, sedangkan Wvs ada tiga buku.” ujarnya.
Tidak hanya itu, di dalam KUHP nasional juga menjelaskan percobaan melakukan pelanggaran tindak pidana hanya diancam dengan denda kategori dua dari delapan kategori denda.
Lebih lanjut Prof Marcus menjelaskan jika ada benturan antara keadilan dan kepastian hukum, maka harus diutamakan keadilan.
“Setiap warga negara berhak memperoleh kepastian hukum yang adil. Prinsipnya bukan kepastian hukum menurut UU tetapi kepastian hukum menurut keadilan. Perundang-undangan pidana yang lain harus mengacu pada buku kesatu KUHP.” jelas Prof. Marcus.
Senada, Plt. Dirjen Peraturan Perundang-Undangan, Dr. Dhahana Putra, Bc.IP., S.H., M.Si. juga menyatakan bahwa KUHP nasional diyakini akan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia.
“Setiap warga negara berhak memperoleh kepastian hukum yang adil. Prinsipnya bukan kepastian hukum menurut UU tetapi kepastian hukum menurut keadilan. Perundang-undangan pidana yang lain harus mengacu pada buku kesatu KUHP,” pungkasnya.