Tokoh Adat Papua Menolak Demo Demi Keamanan dan Pembangunan
Oleh : Yohanes Wandikbo
Gelombang demonstrasi yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia beberapa waktu terakhir, termasuk di Papua, menghadirkan dinamika tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Aksi turun ke jalan yang berubah menjadi kericuhan bukan hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga berpotensi merusak tatanan sosial dan pembangunan yang tengah berjalan. Dalam konteks Papua, suara tokoh adat menjadi kunci penting untuk menjaga stabilitas, mengingat posisi mereka sebagai panutan dan penentu arah kehidupan bermasyarakat. Suara penolakan terhadap aksi demo dari berbagai tokoh adat Papua memperlihatkan komitmen untuk menjaga keamanan, ketertiban, serta kelangsungan pembangunan di Tanah Papua.
Ketua Umum Lembaga Masyarakat Adat Provinsi Papua Barat, Maurit Saiba, menegaskan bahwa demonstrasi di Sorong dan Manokwari telah menimbulkan keresahan masyarakat. Ia mengimbau ketua-ketua elemen adat di tujuh kabupaten Papua Barat agar menaungi tokoh pemuda, tokoh adat, hingga kepala suku untuk membangun komunikasi yang harmonis. Maurit mengingatkan agar masyarakat tidak terprovokasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Menurutnya, tindakan merusak fasilitas umum hanya menghambat pembangunan daerah. Pesan ini mencerminkan kesadaran bahwa lembaga adat memiliki tanggung jawab moral dalam menjaga masyarakat agar tetap berada di jalur konstitusi.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Adat Papua Teluk Wondama, Adrian Worenga, juga menyampaikan imbauan senada. Ia meminta seluruh masyarakat Kabupaten Teluk Wondama dari berbagai distrik untuk tidak terpengaruh isu demo, baik yang berkembang di Jakarta maupun Sorong. Baginya, menjaga keamanan lokal jauh lebih penting daripada mengikuti arus provokasi yang bisa mengorbankan ketenteraman. Adrian menekankan bahwa masyarakat seharusnya fokus pada kegiatan produktif, seperti persiapan peringatan satu abad daerahnya, daripada menguras energi dalam aksi demonstrasi yang tidak memberi manfaat nyata.
Nada serupa datang dari Tokoh Adat Tolikara, Amos Fois, yang menegaskan agar masyarakat tidak ikut arus isu demo yang sedang marak. Ia mengajak seluruh warga menjadikan Tolikara sebagai kota yang aman dan damai. Peringatan tersebut sederhana, tetapi sarat makna. Di tengah maraknya ajakan provokatif, pesan damai dari tokoh adat berfungsi sebagai pagar sosial yang melindungi masyarakat agar tidak terseret pada tindakan yang merugikan diri sendiri. Pernyataan Amos menunjukkan bahwa menjaga kedamaian adalah langkah paling bijak untuk melindungi kehormatan daerah.
Penguatan narasi damai juga datang dari Tokoh Adat Tolikara, Konstan Tabo. Ia mengimbau masyarakat untuk menolak segala bentuk provokasi yang berujung pada aksi demo. Menurutnya, keamanan Tolikara harus dijaga dengan penuh kesadaran agar wilayah tersebut tetap aman dan tidak tercoreng kericuhan. Pesan ini menekankan bahwa solidaritas masyarakat adat diperlukan dalam menghadapi berbagai isu nasional yang kadang sengaja dipelintir untuk memecah belah persatuan.
Selain itu, Tokoh Adat Tolikara, Kristian Ikwa juga menyerukan penolakan terhadap ajakan demonstrasi. Ia mengingatkan bahwa kedamaian harus dijaga agar Tolikara tetap menjadi wilayah yang tentram. Ajakan ini menambah suara kolektif tokoh adat yang sepakat bahwa jalur terbaik untuk menyelesaikan perbedaan adalah melalui komunikasi dan musyawarah, bukan melalui aksi destruktif di jalanan. Keberlanjutan pembangunan dan keharmonisan sosial akan lebih terjamin apabila masyarakat mampu mengendalikan diri.
Dari Pegunungan Arfak, Kepala Suku Mahkota Anggi, Aplinus Mandacan, menegaskan pentingnya menjaga ketertiban dan keamanan di 166 kampung yang ia pimpin. Ia menyoroti beredarnya video provokatif dari Jakarta yang berpotensi menggiring masyarakat lokal terjebak dalam isu demo. Aplinus menekankan bahwa keamanan bersama menjadi tanggung jawab kolektif, sehingga masyarakat tidak boleh terbawa arus isu yang bisa menimbulkan konflik. Pesan ini relevan mengingat Papua kerap menjadi sasaran provokasi, sehingga kehati-hatian sangat diperlukan.
Rangkaian imbauan dari berbagai tokoh adat tersebut memperlihatkan kesadaran kolektif bahwa demonstrasi yang berujung pada anarkisme tidak sejalan dengan nilai-nilai adat. Adat Papua mengajarkan harmoni, persaudaraan, dan penghormatan terhadap tatanan hidup yang damai. Jika masyarakat larut dalam kerusuhan, bukan hanya fasilitas umum yang rusak, tetapi juga sendi-sendi kehidupan adat ikut terganggu. Dengan menolak demo, tokoh adat sesungguhnya sedang menjaga marwah adat itu sendiri sekaligus mendukung pembangunan daerah.
Pernyataan para tokoh adat juga menunjukkan adanya sinergi antara nilai-nilai adat dan amanat konstitusi. Ketika mereka menekankan agar masyarakat tidak melawan kebijakan pemerintah atau undang-undang, sesungguhnya mereka sedang menegaskan posisi adat sebagai mitra strategis negara dalam menjaga stabilitas nasional. Papua yang damai tidak hanya penting bagi masyarakat lokal, tetapi juga bagi keseluruhan bangsa Indonesia. Sebab, pembangunan yang berkesinambungan di Papua akan memberi dampak positif bagi pemerataan kesejahteraan nasional.
Lebih jauh, imbauan tokoh adat Papua memiliki dimensi pendidikan politik yang berharga. Masyarakat diberi pemahaman bahwa menyalurkan aspirasi harus sesuai prosedur hukum, bukan dengan aksi yang merusak. Narasi ini secara tidak langsung mengedukasi warga untuk memahami hak dan kewajiban sebagai bagian dari negara hukum. Dengan begitu, aspirasi dapat disampaikan dengan elegan tanpa menimbulkan kerugian publik.
Pesan damai tokoh adat juga menjadi modal sosial penting untuk melawan provokasi digital. Era media sosial membuat isu demo mudah menyebar dan memicu kepanikan. Namun, suara tokoh adat yang mengakar kuat di masyarakat mampu menjadi penyeimbang. Ketika tokoh adat berbicara, masyarakat mendengar. Inilah yang menjadikan imbauan mereka efektif dalam meredam potensi kerusuhan.
Dengan demikian, sikap tegas tokoh adat Papua dalam menolak aksi demo adalah bukti nyata kepemimpinan moral di tingkat lokal. Mereka mengedepankan perdamaian, ketertiban, dan pembangunan sebagai jalan terbaik untuk masa depan Papua. Suara mereka menjadi pengingat bahwa menjaga stabilitas adalah tanggung jawab bersama. Dengan bersandar pada nilai-nilai adat, Papua dapat terus melangkah maju tanpa harus terseret pada tindakan anarkis yang merugikan semua pihak.
)* Penulis merupakan Pengamat Pembangunan Papua