Tokoh Agama dan Akademisi Serukan Tolak Segala Bentuk Anarkisme

-

Tokoh Agama dan Akademisi Serukan Tolak Segala Bentuk Anarkisme

Jakarta – Pesan penting mengenai pentingnya menjaga demokrasi dari aksi anarkis mengemuka dalam sebuah talkshow yang disiarkan stasiun televisi swasta nasional. Tokoh agama dan akademisi sepakat bahwa kebebasan berpendapat harus dijalankan secara tertib agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas dan kepentingan nasional.

 

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Marsudi Syuhud, menegaskan bahwa penyampaian kritik kepada pemerintah adalah bagian dari ajaran agama sekaligus hak yang dijamin konstitusi. Namun, menurutnya, ekspresi tersebut harus tetap berada dalam koridor hukum.

 

“Menyampaikan pendapat adalah hak, tapi kalau sampai merusak dan menjarah, jelas melanggar hukum agama maupun hukum positif,” ujar KH. Marsudi Syuhud.

 

Ia menjelaskan, menjaga ketertiban adalah bagian dari kesabaran dalam menjalankan aturan. Aksi yang menimbulkan kerusakan dinilai bertentangan dengan nilai agama dan hukum, serta berpotensi mengorbankan jiwa maupun harta publik. Marsudi juga mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo Subianto yang segera mengundang tokoh lintas agama untuk meredam potensi eskalasi politik. Menurutnya, inisiatif tersebut menjadi contoh nyata bahwa dialog dapat menjadi kunci mencegah aksi-aksi destruktif.

 

Dalam forum yang sama, Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menekankan bahwa demokrasi memang memberi ruang luas bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi. Namun, batas-batas tetap perlu dijaga agar tidak menimbulkan dampak buruk.

 

“Ketika protes berubah menjadi perusakan fasilitas umum, maka masyarakat sendiri yang paling dirugikan karena kehilangan akses terhadap layanan publik,” tegas Aditya Perdana.

 

Aditya menilai, demonstrasi yang berlebihan kerap memunculkan ketidakpercayaan antarsesama warga. Oleh karena itu, pengingat mengenai aturan berdemonstrasi—mulai dari tata cara hingga batas waktunya—harus terus disampaikan. Ia juga menilai, respons cepat Presiden merupakan langkah tepat untuk mengantisipasi potensi meluasnya eskalasi, terutama dengan melibatkan tokoh agama dan organisasi masyarakat yang memiliki jaringan kuat di tingkat akar rumput.

 

Lebih lanjut, Aditya mengingatkan pentingnya kehati-hatian pejabat publik dalam menyampaikan pernyataan, khususnya di ruang digital. Menurutnya, ketidakpekaan justru dapat memicu kekecewaan yang bisa berkembang menjadi aksi-aksi tidak terkendali. Transparansi, empati, serta konsistensi penegakan hukum diyakini menjadi pondasi utama dalam menjaga demokrasi tetap sehat dan bebas dari anarkis.

 

Demokrasi akan semakin kokoh jika dijalankan dengan damai dan bebas dari tindakan anarkis. Pesan yang disampaikan tokoh agama dan akademisi tersebut menegaskan bahwa kebebasan berpendapat harus ditempatkan dalam koridor hukum dan moral, sehingga tidak berubah menjadi kerusakan yang merugikan masyarakat. Dengan menyalurkan aspirasi secara tertib, persatuan bangsa dapat tetap terjaga, sementara pembangunan berjalan tanpa hambatan demi kemajuan Indonesia.

Related Stories