Tokoh Agama Kompak Dukung Soeharto Sandang Gelar Pahlawan Nasional
Oleh: Dewi Siagian
Dukungan terhadap pengusulan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional semakin meluas dan menguat dari berbagai lapisan masyarakat. Tokoh agama, akademisi, hingga organisasi kemasyarakatan menilai bahwa pengabdian Soeharto bagi bangsa tidak bisa disangkal, khususnya dalam bidang stabilitas nasional, pembangunan ekonomi, dan fondasi kemajuan negara di masa modern. Momentum Hari Pahlawan tahun ini mempertegas penghargaan bangsa terhadap jasa pemimpin bangsanya, dan sosok Soeharto kembali ditempatkan sebagai figur sejarah yang memiliki kontribusi nyata dalam perjalanan Republik Indonesia.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bidang keagamaan, Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, menegaskan dukungannya terhadap langkah Kementerian Sosial yang mengajukan nama Soeharto bersama tokoh-tokoh lain ke Dewan Gelar. Ia memandang bahwa Indonesia harus menjadi bangsa yang menghargai para pemimpinnya. Dalam pandangannya, sosok Soeharto berperan besar dalam stabilisasi nasional dan pembangunan ekonomi. Pada masa kepemimpinannya, Indonesia bangkit sebagai salah satu kekuatan ekonomi baru di Asia, dengan situasi keamanan dan ekonomi yang stabil.
Nada serupa datang dari Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi, Dadang Kahmad, menilai Soeharto memiliki rekam jejak panjang dalam perjuangan bangsa sejak masa revolusi hingga era pembangunan nasional. Ia menegaskan bahwa kiprah Soeharto pada masa perang gerilya serta keterlibatannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan bukti bahwa Soeharto adalah bagian dari proses mempertahankan kedaulatan Indonesia. Selain itu, keberhasilan membawa Indonesia mencapai swasembada beras pada era 1980-an, program Keluarga Berencana, serta pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), menjadi bukti konkret dari keberhasilan kepemimpinannya.
Dukungan serupa hadir dari kalangan akademisi. Guru Besar Universitas Hasanuddin, Prof. Marsuki, menilai pengabdian Soeharto layak diabadikan dalam sejarah bangsa. Ia menyampaikan bahwa lebih dari 30 tahun memimpin negara, Soeharto telah membawa Indonesia melewati masa-masa sulit dan berhasil menjaga stabilitas ekonomi serta kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa itu melaju positif, inflasi dapat dikendalikan, dan banyak wilayah mulai tersentuh pemerataan pembangunan hingga ke desa-desa.
Dari sudut pandang sejarah dan hukum, sejumlah akademisi juga menilai Soeharto memenuhi persyaratan penganugerahan kepahlawanan berdasarkan ketentuan resmi negara. Sejarawan Universitas Gadjah Mada, Dr. Agus Suwignyo, memaparkan bahwa secara kriteria administratif maupun kontribusi perjuangan, nama Soeharto masuk dalam kategori tokoh bangsa yang layak dipertimbangkan. Ia menjelaskan bahwa Soeharto memiliki kontribusi besar dalam mempertahankan kemerdekaan, antara lain melalui Serangan Umum 1 Maret 1949 dan operasi pembebasan Irian Barat. Dalam pandangannya, sejarah tidak bisa dibaca secara hitam putih, karena setiap tokoh memiliki sisi kelebihan dan kekurangan. Namun kontribusi Soeharto dalam sejarah perjuangan bangsa merupakan fakta yang tidak dapat dihapus.
Pengajuan nama Soeharto sebagai Pahlawan Nasional juga datang dari jalur resmi pemerintahan. Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyampaikan bahwa usulan pengangakatan Soeharto berasal dari masyarakat dan telah memenuhi ketentuan administratif untuk diajukan ke Dewan Gelar. Proses seleksi yang ketat menunjukkan bahwa keputusan tersebut tidak didasarkan pada kepentingan politik jangka pendek, tetapi melalui penilaian edukatif, historis, dan moral.
Dukungan Ormas Islam juga semakin memperkuat legitimasi tersebut. Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA), Aminullah Siagian, menilai bahwa penghargaan terhadap tokoh bangsa bukan sekadar simbol, tetapi pengakuan atas kontribusi besar terhadap fondasi ekonomi dan stabilitas nasional. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak menilai tokoh hanya dari perbedaan politik atau perspektif masa lalu, karena sejarah bangsa harus dibaca secara adil dan komprehensif. Dalam pandangannya, pembangunan infrastruktur, stabilitas harga sembako, perhatian terhadap petani dan nelayan, serta kemandirian pangan pada masa Orde Baru merupakan pencapaian yang dirasakan oleh banyak lapisan masyarakat.
Pandangan serupa juga datang dari sejumlah tokoh pemerintahan. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menegaskan bahwa Soeharto telah memenuhi syarat akademik dan historis sebagai pahlawan nasional. Ia menjelaskan bahwa persyaratan tersebut mencakup riwayat hidup, kontribusi terhadap bangsa, serta tidak pernah melakukan pengkhianatan terhadap negara. Nama Soeharto juga telah beberapa kali diajukan dalam kurun waktu berbeda oleh berbagai organisasi masyarakat, akademisi, dan tokoh agama, menunjukkan konsistensi dukungan dari masyarakat luas.
Selain Soeharto, pemerintah juga mengajukan sejumlah tokoh lain sebagai Pahlawan Nasional tahun ini, termasuk Abdurrahman Wahid (Gus Dur), aktivis buruh Marsinah, Jenderal (Purn) M. Jusuf, Ali Sadikin, KH Bisri Syansuri, hingga Syaikhona Kholil Bangkalan. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa terus berupaya menghormati para pendiri, pejuang, dan pemimpin yang memberikan hidupnya untuk Indonesia.
Momen Hari Pahlawan menjadi pengingat bahwa bangsa besar adalah bangsa yang menghargai pemimpinnya. Dukungan terhadap Soeharto sebagai Pahlawan Nasional mencerminkan kedewasaan bernegara dan keberanian dalam menilai sejarah secara jernih. Generasi muda diharapkan dapat mengambil teladan dari ketegasan, keberanian, dan orientasi pembangunan yang pernah diwujudkan pada masa kepemimpinan Soeharto.
Penghargaan ini bukan penghapus sejarah, tetapi penghormatan terhadap kontribusi nyata bagi bangsa. Dengan semakin banyak tokoh agama dan akademisi menyatakan dukungan, pengusulan ini semakin memperkuat harapan bahwa bangsa Indonesia siap berdamai dengan sejarah dan memberikan penghargaan terbaik kepada putra-putri terbaiknya.
*Penulis merupakan Jurnalis bidang HAM


