Ulama dan Akademisi Tegaskan Anarkisme Bukan Budaya Bangsa Indonesia
Oleh : Aurelia Fathia
Sebagai bangsa yang kaya akan keberagaman budaya, agama, dan adat istiadat, Indonesia telah lama menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, persatuan, dan kedamaian. Dalam kerangka ini, peran tokoh agama, akademisi, serta elemen masyarakat lainnya sangat vital dalam menegaskan bahwa anarkisme dan kerusuhan bukan bagian dari budaya bangsa Indonesia. Melalui berbagai pernyataan dan sikap yang tegas, mereka menegaskan bahwa Indonesia lebih mengedepankan penyampaian aspirasi secara damai demi menjaga keutuhan dan stabilitas nasional.
Dalam berbagai kesempatan, para tokoh agama di Indonesia secara serempak menyampaikan penolakan terhadap segala bentuk provokasi dan kekerasan yang muncul dari aksi demonstrasi maupun kerusuhan. Mereka menegaskan bahwa menyampaikan aspirasi adalah hak konstitusional setiap warga negara, namun harus dilakukan dengan cara-cara damai dan sesuai dengan norma hukum serta etika yang berlaku.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Marsudi Syuhud, menegaskan bahwa pemerintah telah menunjukkan sikap bijak dengan membuka ruang dialog dan mendengarkan aspirasi rakyat. Ia menilai bahwa proses demokrasi harus berjalan dalam suasana kondusif, di mana penyampaian pendapat tidak merusak ketertiban dan keselamatan masyarakat. Penyampaian aspirasi harus dilakukan secara damai dan tertib, menjaga keselamatan jiwa dan kehormatan semua pihak. Ia juga menambahkan bahwa kerusakan fasilitas umum dan kerugian materiil yang diakibatkan kerusuhan justru merugikan rakyat sendiri.
Pandangan serupa disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, yang menyebutkan bahwa aksi demonstrasi yang berlangsung tanpa solusi konkret bisa mengancam stabilitas pemerintahan dan mengganggu ketenangan masyarakat. Ia berpendapat bahwa respons yang tepat dari pemerintah sangat penting agar dinamika aksi massa tidak meluas dan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Jika demonstrasi terus berlangsung tanpa solusi, tentu akan menimbulkan tekanan berat bagi pemerintah dan masyarakat.
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar, menyampaikan imbauan kepada mahasiswa dan seluruh civitas akademika agar tetap menjaga ketertiban dan keamanan. Ia menegaskan bahwa aksi-aksi kekerasan dan kerusuhan harus dihindari karena dapat merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat minoritas dan fasilitas umum. Apa pun yang ada adalah milik bersama dan menjadi sarana dalam kehidupan sehari-hari.
Asep juga menekankan pentingnya peran pejabat dan wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi secara jujur dan bertanggung jawab. Ia mengingatkan agar para pemimpin tidak mudah terprovokasi dan selalu menjaga amanah rakyat demi kemajuan bangsa. Pentingnya membangun negeri ini dengan semangat kebersamaan, toleransi, dan tidak mudah terprovokasi.
Di tingkat daerah, tokoh agama juga aktif mengingatkan masyarakat untuk menjaga kerukunan dan menghindari provokasi yang memicu kerusuhan. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Lamongan, KH Masnur Arif mengimbau agar umat beragama tidak terpengaruh isu-isu yang memicu perpecahan. Ia menegaskan bahwa menjaga kerukunan adalah kunci utama dalam menciptakan keamanan dan kedamaian di masyarakat. Kerukunan harus kita jaga bersama agar Lamongan tetap aman, damai, dan kondusif.
Selain itu, tokoh politik dan advokat dari Partai Perindo, Samuel Teguh Santoso, menyerukan agar masyarakat tidak terprovokasi oleh isu-isu yang memecah belah. Ia menegaskan bahwa demonstrasi adalah hak setiap warga negara, tetapi pelaksanaan dan pengendaliannya harus dilakukan secara bertanggung jawab. Situasi kondusif harus dijaga bersama, bukan hanya tugas aparat keamanan. Masyarakat juga harus berperan aktif menjaga keamanan dan ketertiban.
Pandangan umum yang muncul dari berbagai kalangan ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia membutuhkan stabilitas dan kedamaian. Penyampaian aspirasi secara damai dan tertib diyakini lebih efektif dalam mendorong perubahan kebijakan dan menjaga persatuan. Dengan sinergi antara masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan aparat keamanan, Indonesia diharapkan mampu melewati dinamika politik dan sosial dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kebangsaan dan kedamaian.
Demonstrasi adalah hak konstitusional yang harus dihormati dan didengarkan. Ia merupakan salah satu bentuk aspirasi rakyat yang seharusnya menjadi jalan dialog dan solusi. Ketika kekerasan justru menjadi jawaban atas aspirasi rakyat, yang diuji bukan hanya kesabaran masyarakat, tetapi juga legitimasi sistem demokrasi itu sendiri. Kekerasan, termasuk penjarahan, pembakaran, maupun aksi anarkis lainnya, jelas bertentangan dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kedamaian dan kerukunan.
Selain itu, peran aparat penegak hukum juga sangat penting dalam menjaga ketertiban. TNI, Polri, dan aparat keamanan lainnya diingatkan untuk bahu-membahu bersama masyarakat dalam mengendalikan situasi dan mencegah meluasnya tindakan anarkis. Kerjasama yang harmonis ini, menurut Prof. Asep, menjadi kunci utama dalam menjaga kedamaian bangsa.
Menghadapi dinamika sosial yang kompleks, semua pihak diundang untuk bersatu padu dalam menjaga kedamaian dan keamanan nasional. Indonesia harus tetap menjadi bangsa yang mengedepankan persaudaraan, saling menghormati, dan menolak keras segala bentuk anarkisme yang bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia. Dengan komitmen bersama, Indonesia diharapkan mampu melewati masa-masa sulit dan terus maju sebagai bangsa yang damai dan berkeadilan.
Penguatan budaya damai dan menghindari provokasi adalah langkah penting dalam menjaga NKRI. Dengan sinergi seluruh elemen bangsa, Indonesia akan mampu menghadapi berbagai tantangan dan memastikan bahwa semangat persaudaraan dan persatuan tetap terjaga. Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menyelesaikan perbedaan secara damai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta kebangsaan.
)* Pengamat Sosial dan Budaya