Penegakan hukum yang tegas terhadap praktik korupsi di sektor energi menjadi sinyal kuat dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam membangun tata kelola yang lebih transparan dan berintegritas. Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun telah memicu tindakan cepat dari Kejaksaan Agung. Langkah ini sekaligus menegaskan bahwa pemerintahan saat ini tidak akan memberikan ruang bagi mafia minyak yang selama ini menghambat efisiensi dan kualitas distribusi energi nasional.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan tanpa pandang bulu. Dalam konteks sektor energi, hal ini berarti menutup celah praktik mafia minyak yang telah lama beroperasi dan mengontrol rantai distribusi bahan bakar. Pemberantasan korupsi di sektor ini bukan hanya soal mengembalikan kerugian negara, tetapi juga memastikan bahwa distribusi dan standar kualitas bahan bakar minyak (BBM) sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sebab, dampak dari pengelolaan energi yang buruk tidak hanya berimbas pada keuangan negara, tetapi juga pada kualitas BBM yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Kasus yang menimpa beberapa petinggi anak perusahaan Pertamina menjadi contoh nyata bahwa sistem tata kelola energi di Indonesia masih memiliki banyak celah yang memungkinkan terjadinya praktik korupsi. Dugaan pelanggaran ini terkait dengan berbagai aspek, mulai dari ekspor minyak mentah yang merugikan negara, hingga impor BBM melalui broker yang tidak transparan. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat memengaruhi kualitas bahan bakar yang beredar di masyarakat, termasuk kemungkinan adanya pencampuran atau distribusi BBM yang tidak memenuhi standar.
Oleh karena itu, selain tindakan hukum terhadap pelaku korupsi, pemerintah juga harus memperkuat regulasi dalam standarisasi BBM. Peningkatan kualitas bahan bakar akan berdampak besar pada efisiensi kendaraan, pengurangan emisi karbon, serta perlindungan terhadap lingkungan. Dalam konteks ini, pengawasan terhadap kualitas BBM yang dijual di pasaran perlu diperketat, baik melalui pemantauan langsung oleh pemerintah maupun melalui kebijakan yang lebih transparan dari Pertamina sebagai penyedia utama BBM di Indonesia.
Sejalan dengan hal tersebut, digitalisasi dalam sistem pengelolaan energi harus semakin diperluas. Presiden Prabowo telah mendorong penggunaan teknologi untuk meminimalkan praktik korupsi di berbagai sektor, termasuk sektor energi. Sistem e-budgeting, e-procurement, dan e-audit dapat menjadi alat yang efektif dalam memastikan setiap transaksi yang terkait dengan impor, produksi, dan distribusi BBM dilakukan secara transparan dan akuntabel. Dengan demikian, kualitas BBM yang sampai ke masyarakat benar-benar memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Penegakan hukum yang tegas terhadap mafia migas dan penekanan terhadap standar kualitas BBM harus berjalan secara paralel. Keberhasilan dalam menindak kasus-kasus korupsi di sektor energi akan sia-sia jika perbaikan tata kelola dan kualitas BBM tidak dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena itu, koordinasi antara lembaga penegak hukum, kementerian terkait, serta Pertamina menjadi kunci utama dalam membangun sistem distribusi energi yang lebih baik.
Komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum dan memperbaiki tata kelola energi juga mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai bahwa langkah Kejaksaan Agung dalam menangkap petinggi anak perusahaan Pertamina menunjukkan keseriusan pemerintahan Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi. Sementara itu, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menegaskan bahwa Kejaksaan Agung tidak akan bisa bertindak seberani ini tanpa restu dari Presiden. Hal ini membuktikan bahwa pemerintahan saat ini memiliki komitmen kuat untuk membersihkan sektor energi dari praktik korupsi yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Namun, upaya ini tentu tidak bisa berhenti hanya pada penindakan hukum semata. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa perbaikan sistem dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan memperketat pengawasan terhadap impor dan produksi BBM, memastikan bahwa bahan bakar yang masuk ke Indonesia telah memenuhi standar yang ditetapkan. Selain itu, penguatan regulasi dan kebijakan yang mendukung transparansi dalam sektor energi harus terus didorong agar tidak ada lagi celah bagi praktik mafia minyak untuk kembali berkembang.
Pemberantasan korupsi yang efektif dan peningkatan kualitas BBM bukan hanya akan menguntungkan negara dari sisi ekonomi, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Dengan distribusi BBM yang lebih transparan dan berkualitas, masyarakat dapat merasakan bahan bakar yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan sesuai dengan standar internasional. Selain itu, penegakan hukum yang tegas akan memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan ekonomi di sektor energi, sehingga praktik korupsi dapat ditekan secara signifikan.
Pemerintahan Presiden Prabowo telah menunjukkan langkah awal yang positif dalam memperbaiki tata kelola energi dan menegakkan hukum. Namun, tantangan ke depan masih sangat besar. Keberlanjutan dari program reformasi sektor energi harus tetap dijaga agar hasil yang dicapai tidak hanya menjadi pencapaian sementara. Dengan adanya sinergi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, Indonesia dapat membangun industri energi yang lebih transparan, bersih, dan berdaya saing tinggi di tingkat global.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute