Elemen Masyarakat Apresiasi Soliditas TNI Polri Hadang Aksi Anarkis

-

Elemen Masyarakat Apresiasi Soliditas TNI Polri Hadang Aksi Anarkis

Oleh: Gavin Asadit

Gelombang demonstrasi yang melanda sejumlah kota besar pada akhir Agustus hingga awal September 2025 memberi ujian serius bagi konsistensi demokrasi Indonesia. Protes yang semula bertujuan menyampaikan aspirasi justru berubah menjadi ajang perusakan fasilitas umum, penjarahan, dan tindakan anarkis. Situasi itu memperlihatkan betapa pentingnya keberadaan aparat negara sebagai penjamin ketertiban. Sinergi antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjadi kunci utama untuk meredam eskalasi dan mengembalikan stabilitas bangsa.

 

 

 

Presiden Prabowo Subianto dalam arahannya menegaskan bahwa TNI dan Polri harus berjalan seiring sebagai dua pilar pertahanan dan keamanan negara. Presiden menggarisbawahi profesionalisme, disiplin, dan soliditas sebagai landasan utama aparat dalam menjalankan tugas menjaga rakyat dan negara. Arahan ini tidak hanya bersifat simbolik, melainkan menjadi pedoman operasional yang diterjemahkan secara nyata di lapangan.

 

 

 

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, memerintahkan berbagai satuan untuk mendukung Polri dalam mengamankan titik-titik rawan. Langkah cepat dan terukur diambil agar potensi kerusuhan tidak meluas. Jenderal Agus menegaskan bahwa pengerahan personel dilakukan dengan memperhatikan prinsip hukum dan kemanusiaan, sehingga penanganan massa tetap mengedepankan pendekatan yang proporsional. Kehadiran TNI memberikan efek deterrence yang signifikan, mencegah perusuh memperluas aksinya.

 

 

 

Dukungan tersebut berjalan beriringan dengan strategi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menegaskan komitmen penuh terhadap penegakan hukum. Kapolri memastikan bahwa individu maupun kelompok yang terbukti memprovokasi aksi anarkis akan diproses secara transparan. Penegasan ini memberi pesan kuat bahwa demokrasi tidak bisa dijadikan tameng untuk tindakan melawan hukum. Polri juga memperkuat koordinasi dengan TNI dan Badan Intelijen Negara untuk menelusuri aktor-aktor yang berupaya mengail di air keruh.

 

 

 

Sinergi TNI–Polri tidak hanya berhenti pada tindakan represif sesaat. Pendekatan dua dimensi diterapkan: jangka pendek berupa pengendalian massa dan pemulihan situasi, sementara jangka menengah diarahkan untuk mencegah peristiwa serupa melalui penguatan intelijen dan pengamanan objek vital. Patroli gabungan di pusat kota serta penjagaan infrastruktur publik menjadi simbol kehadiran negara di tengah masyarakat. Kehadiran aparat yang sigap sekaligus humanis memberikan rasa aman bagi warga yang sempat resah akibat kericuhan.

 

 

 

Dari perspektif masyarakat sipil, dukungan terhadap langkah aparat datang dari berbagai kalangan. Koordinator Aliansi Solidaritas Rakyat Indonesia (ASRI) dan Komite Nasional Perempuan Indonesia (KNPRI), Fikri, menegaskan bahwa kebebasan berpendapat adalah hak konstitusional yang harus dijalankan secara tertib. Menurutnya, tindakan anarkis dan upaya membenturkan rakyat dengan aparat justru mencederai semangat demokrasi. Pandangan ini memperlihatkan adanya kesadaran publik bahwa aksi damai merupakan jalan terbaik untuk menyuarakan aspirasi.

 

 

 

Apresiasi juga datang dari organisasi kepemudaan. Komandan Nasional KOKAM, Elly Oscar, menilai langkah Polri yang menindak anggotanya sendiri ketika melanggar prosedur adalah bukti profesionalisme. Ia menekankan bahwa aspirasi rakyat dapat tersampaikan secara santun dan beretika apabila aparat juga menampilkan wajah humanis. Komentar ini menambah legitimasi atas upaya Polri membangun citra sebagai penegak hukum yang tidak pandang bulu, bahkan terhadap internal institusi.

 

 

 

Meski begitu, masyarakat tetap menuntut agar aparat berhati-hati dalam menjalankan mandat. Isu hak asasi manusia (HAM) menjadi perhatian yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, pengawasan melekat dan evaluasi berkala terus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap operasi berjalan sesuai prinsip proporsionalitas. Transparansi dalam investigasi kasus dugaan pelanggaran menjadi faktor penting agar kepercayaan publik tidak terkikis.

 

 

 

Dalam konteks lebih luas, penanganan kerusuhan akhir-akhir ini menghadirkan refleksi penting bahwa demokrasi tidak boleh kehilangan substansi. Demonstrasi adalah ruang sah untuk menyampaikan kritik, tetapi ketika berubah menjadi anarkis, maka nilai demokrasi itu sendiri tercederai. Peran negara melalui TNI dan Polri adalah memastikan ruang demokrasi tetap terjaga tanpa membiarkan pihak-pihak tertentu merusak sendi-sendi persatuan bangsa.

 

 

 

Ke depan, upaya membangun ketertiban tidak hanya bertumpu pada kekuatan aparat, melainkan juga pada partisipasi publik. Literasi politik, kesadaran hukum, dan pemahaman tentang etika berdemonstrasi harus ditanamkan secara luas. Pemerintah pun telah menunjukkan langkah progresif dengan membuka ruang dialog yang lebih besar, sehingga aspirasi masyarakat bisa tersalurkan melalui jalur institusional tanpa harus jatuh ke dalam lingkaran provokasi.

 

 

 

Respon terpadu TNI–Polri dalam menghadapi kerusuhan menjadi cermin komitmen negara untuk hadir secara tegas, namun tetap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Soliditas kedua institusi ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki fondasi pertahanan dan keamanan yang kokoh. Dengan langkah yang konsisten, stabilitas nasional akan semakin terjaga, sementara demokrasi tumbuh dalam koridor yang sehat, tertib, dan bermartabat.

 

 

 

)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan

Related Stories