Aksi Brutal KST Papua Wajib Dihentikan
Oleh : Maria Suhiap
KST (Kelompok Separatis Teroris) Papua beraksi lagi dengan melakukan penyerangan ke warga sipil di Yahukimo. Mereka juga menembaki pesawat Trigana Air, setelah sebelumnya membakar pesawat Susi Air. Aksi brutal KST tak bisa ditolerir lagi sehingga perlu untuk secepatnya dihentikan.
Ketika Papua (dulu bernama Irian Jaya) bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1969 maka ada sebagian kecil oknum yang tidak setuju. Mereka tak percaya akan hasil Pepepra (penentuan pendapat rakyat) padahal sudah jelas bahwa mayoritas rakyat ingin jadi WNI daripada jadi jajahan Belanda. Para oknum akhirnya membentuk OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang memiliki KST sebagai kaki-tangannya.
Sejak era Orde Baru hingga sekarang, KST mempromosikan pembelotan ke segenap rakyat Papua. Anehnya, saat mereka ingin membujuk warga, malah melukai masyarakat di Bumi Cendrawasih. Seperti pada tanggal 8 Maret 2023 di Dekai, Yahukimo. Dua orang pemuda ditembak oleh anggota KST bernama Yotam B, yang merupakan anak buah dari Egianus Kogoya.
Setelah penembakan ini situasi Dekai menegangkan karena masyarakat agak takut untuk beraktivitas di luar rumah. Namun mereka tak usah khawatir karena aparat diterjunkan ke sana, untuk mengamankan warga sekaligus mencegah serangan KST yang selanjutnya.
Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri mengatakan satu kompi Brimob diperbantukan guna memperkuat keamanan di Dekai, ibu kota Kabupaten Yahukimo. Penambahan pasukan itu dilakukan untuk mengatasi aksi KKB.
Kapolda menyebutkan KST sudah seringkali melakukan aksi sepanjang bulan Maret 2023 hingga menyebabkan adanya korban jiwa. Sebelum menembak pesawat komersial, KKB sudah terlebih dahulu membunuh dua warga secara sadis, termasuk satu prajurit TNI AD.
Dalam artian, penambahan pasukan Brimob merupakan upaya untuk mengamankan masyarakat di Dekai, Yahukimo, dan sekitarnya. Penyebabnya karena bisa jadi ada serangan berikutnya dari KST, jika melihat pola penyerbuan mereka. Warga Papua khususnya Dekai harus dilindungi agar mereka bisa beraktivitas kembali tanpa takut serangan KST.
Selain itu, penerjunan pasukan Brimob dilakukan untuk mencari anggota KST yang bisa jadi masih berkeliaran di sekitar Dekai. Pengejaran terus dilakukan, kalau bisa sampai mendapatkan markas mereka. KST harus diberantas agar tidak membahayakan rakyat dan mencoreng nama Papua.
Masyarakat mencerca dan mengutuk KST karena mereka menembaki warga sipil, yang sudah jelas tak punya senjata api untuk melindungi diri. Lagipula, kejadian ini bukan pertama kalinya. Sebelumnya KST pernah membunuh warga Papua yang berprofesi guru, pelajar, dan tukang ojek. Alasannya adalah mereka diduga mata-mata aparat, padahal hanya masyarakat sipil biasa.
Sementara itu, Kapolda Papua Barat Irjen Pol Daniel TM Silitonga memerintahkan penangkapan KST yang masih menebar teror terhadap warga sipil di Papua, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Aparat akan meningkatkan status siaga di wilayah yang terendus teror bohong KST. Personel Polri di jajaran diharuskan agar tidak lengah menghadapi teror KKB terhadap warga sipil.
Serangan KST sudah melanggar batas kemanusiaan karena membunuh rakyat yang tak berdosa. Oleh karena itu mereka harus diberi tindakan tegas terukur agar tidak mengulangi perbuatannya. Tindakan ini memang diperbolehkan karena untuk mencegah kejahatan yang selanjutnya.
Selain melakukan pengejaran, Tim Brimob dan Satgas Damai Cartenz melakukan penyisiran sampai ke pelosok dan pedalaman Papua. Penyebabnya karena markas KST memang sengaja dibangun di tempat tersembunyi agar tidak ketahuan aparat. Masyarakat juga dihimbau agar melapor ketika mengetahui di mana letak markas-markas KST sehingga memudahkan pengejaran.
Ketika KST ditangkap maka masyarakat malah senang dan tidak ada yang membela mereka. Penyebabnya karena warga sendiri tidak suka dengan keberadaan Kelompok separatis teroris tersebut. Selama ini mereka memang selalu berbuat onar dan merugikan secara materiil, karena sering melakukan perampokan. Jika kelompok pemberontak ini ditangkap tentu keadaan di Bumi Cendrawasih akan selalu aman.
Saat anggota KST ditangkap oleh aparat, maka mereka digelandang dan dibawa ke pengadilan. Tujuannya tentu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mereka bisa kena UU Darurat Pasal 2 Ayat 1 Nomor 12 tahun 1951 dan ancaman hukumannya 10 tahun penjara. Mereka juga bisa kena hukuman seumur hidup, bahkan hukuman mati, karena melakukan pembunuhan berencana.
Ketegasan dengan ancaman hukuman terberat memang harus dilakukan agar para anggota KST kapok dan tidak mengulangi perbuatannya, serta tak merugikan masyarakat sipil. Jika ada anggotanya yang dipenjara maka personel KST lain akan ketakutan karena tidak mau juga kena penjara seumur hidup. Diharapkan mereka segera menyerahkan diri.
Aksi brutal KST menjadi-jadi karena mereka melakukan penyerangan, penembakan pesawat, sampai pembunuhan warga sipil. Kekejaman kelompok separatis ini tidak bisa ditolerir lagi. Penambahan pasukan dilakukan untuk mengamankan rakyat dan mencegah serangan selanjutnya, serta menambah kekuatan Tim Satgas Damai Cartenz dalam upaya pengejaran KST di Yahukimo dan sekitarnya agar kedamaian di Papua dapat terus terwujud.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Bali