Generasi Muda Wajib Menjaga Sakralitas Bendera Merah Putih di Era Budaya Digital

-

Generasi Muda Wajib Menjaga Sakralitas Bendera Merah Putih di Era Budaya Digital

Oleh: Dika Surya Putra

Di era digital yang bergerak cepat, simbol-simbol budaya pop sering kali menyusup ke ranah publik, mencuri perhatian, dan bahkan menggeser makna simbol-simbol kenegaraan yang sakral. Fenomena pengibaran bendera bajak laut “Jolly Roger” dari serial anime One Piece, yang viral menjelang perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, menjadi bukti bahwa tren pop culture bisa menyaingi keberadaan Merah Putih di ruang publik. Namun, dalam situasi seperti inilah semangat nasionalisme harus dipertahankan dan bukan dengan larangan represif, tetapi melalui pendekatan inklusif dan edukatif. Secara konstitusional, Merah Putih bukan sekadar kain, melainkan sebuah simbol kedaulatan bangsa.

 

 

 

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono, menyatakan bahwa tren budaya pop adalah fenomena yang tak terhindarkan di era digital. Namun generasi muda harus didorong memiliki kesadaran sejarah dan identitas nasional yang kuat. Menurutnya budaya pop bisa menjadi jembatan untuk memperkuat nasionalisme, bukan sebaliknya.

 

 

 

Selain itu, situasi ini bahkan mendapat sorotan dari Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, dengan tegas menilai bahwa pengibaran bendera bajak laut di bawah atau berdampingan dengan Merah Putih adalah tindakan yang tidak pantas. Hal ini menekankan bahwa simbol negara seharusnya dihormati dan tidak disandingkan dengan simbol fiksi yang bisa mengaburkan makna historis dan sakralitasnya. Selain itu Menhan juga mengingatkan bahwa bendera kebangsaan Indonesia memiliki nilai historis dan emosional yang sangat tinggi karena didalamnya terdapat perjuangan para pahlawan, serta menyebut bahwa Merah Putih pertama kali dijahit oleh Ibu Fatmawati Soekarno yang merupakan istri Presiden pertama RI.

 

 

 

Fenomena “Jolly Roger” dan tren budaya pop lainnya adalah cerminan kreativitas generasi digital yang hidup di ranah global. Dalam konteks ini, Indonesia menghadapi tantangan penting tentang bagaimana menghadirkan ekspresi kreatif masa kini tanpa melemahkan ikatan kebangsaan yakni dengan penguatan jati diri dan pendekatan edukatif yang cerdas. Kita perlu menegaskan bahwa budaya global dan nasionalisme bukanlah dua kutub yang berlawanan, melainkan dua kekuatan yang dapat berpadu untuk menciptakan identitas modern yang kuat, relevan, dan membanggakan.

 

 

 

Lewat edukasi kreatif, simbol Merah Putih bisa tampil resonan di hadapan generasi digital, misalnya melalui meme, filter media sosial, game yang bersifat edukatif, hingga konten visual inspiratif yang menjadikannya media cinta tanah air. Selanjutnya, kolaborasi antarlembaga dan komunitas kreatif sangat diperlukan, yakni kolaborasi Pemerintah, DPR, Polri, komunitas budaya, influencer, dan kreator konten dapat bersinergi memperkaya narasi kebangsaan yang relevan dengan zaman. Hal ini juga sejalan dengan pandangan Edhie Baskoro Yudhoyono yang melihat budaya pop sebagai sarana untuk memperkuat kebanggaan nasional, asalkan tidak mengesampingkan simbol negara dalam momen kenegaraan.

 

 

 

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan bahwa perayaan kemerdekaan harus menjadi momentum penguatan nilai kebangsaan, bukan tempat pergeseran makna simbol negara. Ini adalah panggilan bagi setiap warga untuk bijak menyikapi tren budaya, menjaga simbol nasional tetap dihormati, dan menciptakan narasi kebangsaan yang relevan. Dalam konteks ini, penting bagi kita menyadari bahwa simbol kebangsaan seperti Merah Putih tak hanya menjadi atribut seremonial, tetapi fondasi pemersatu dan identitas nasional yang harus dijaga agar tidak terkikis oleh tren sesaat.

 

 

 

Di sisi lain, ketegasan terhadap penghormatan simbol negara tetap penting, karena Merah Putih adalah simbol perjuangan dan sakralitas yang diwariskan oleh para pahlawan. sikap tegas semacam ini perlu dibarengi dengan edukasi agar generasi muda memahami esensi simbol secara sadar, bukan karena takut akan sanksi. Terakhir, momentum Hari Ulang Tahun RI menjadi panggung ideal untuk meneguhkan bahwa Merah Putih tetap menjadi simbol utama kebangsaan, sekaligus menjaga agar budaya pop tak mengesampingkan makna simbolik bendera merah putih. Ini merupakan sebuah pendekatan yang tidak menghalangi kreativitas dan sekaligus meneguhkan nilai nasionalisme.

 

 

 

Sebagai bangsa dengan sejarah panjang perjuangan, Indonesia memiliki tanggung jawab menjaga simbol kebangsaan tetap dihormati terutama di tengah derasnya arus pop culture. Alih-alih menjadikan budaya digital sebagai ancaman, kita bisa menjadikannya sebagai peluang membumikan nilai-nilai kebangsaan dalam konteks modern. Dengan pendekatan edukatif, kolaboratif, dan inklusif, disertai ketegasan dalam menjaga simbol kenegaraan, seperti didukung oleh narasumber politik dan aparat, nasionalisme kita bukan hanya akan bertahan, tetapi juga tumbuh kuat di hati generasi penerus.

 

 

 

Kini, saatnya kita merefleksikan momen kebangsaan sebagai titik pertemuan antara tradisi dan inovasi, bukan pertarungan. Generasi muda yang kreatif dan eksploratif adalah harapan bangsa. Jika diarahkan dengan baik, energi tersebut bukan menjadi gangguan, melainkan kekuatan yang melipatgandakan kebanggaan terhadap tanah air. Melalui sinergi antara pemerintah, tokoh publik, dan pelaku budaya, Merah Putih tak sekadar berkibar melainkan diperkuat dalam bentuk konten edukatif, kegiatan kreatif, dan dialog kebangsaan yang melibatkan anak-anak muda.

 

 

 

 

 

 

)*Penulis merupakan Pengamat Isu Sosial

Related Stories